Minggu, 08 April 2012

SMK dan Permasalahannya (2)


Nama                          : Mauren Gitta Miranti S
NIM                             : 1104398
Mata kuliah                : Kepemimpinan dan Konseling PTK
Dosen                         : Prof. Dr. H. Bachtiar Hasan, M. T.


UJIAN  TENGAH  SEMESTER 2


1.       MERENCANAKAN DAN MENGEMBANGKAN SOLUSI PERMASALAHAN DI SMK
SMK merupakan salah satu lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Pendidikan SMK meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap professional, namun dalam mengembangkan SMK terdapat berbagai macam masalah, yaitu:
a.       Peningkatan layanan dan penjaminan mutu akademik
Mutu akademik atau mutu pendidikan memegang peranan penting dalam menghasilkan dan mencetak lulusan SMK yang bermutu dan memeiliki kompetensi. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil.
1)      Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
2)      Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Untuk meningkatkan mutu akademik dan pendidikan, sekolah diharapkan dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut:
1)      Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
2)      Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
3)      Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a)       Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b)      Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
c)       Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
4)      Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.


b.       Peningkatan relevansi dan daya saing kurikulum
Masalah krusial lain dari pengembangan SMK adalah kurangnya kerjasama (relevansi) industry dengan sekolah dan belum sesuainya program keahlian SMK jurusan teknologi Industri dengan potensi industri di suatu daerah yang menyebakan program keahlian SMK industri yang ada kurang mendukung potensi industri didaerah tersebut.
Kerjasama adalah suatu usaha atau kegiatan bersama yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama (Depdikbud, 1995). Dari definisi ini terkandung makna bahwa kedua belah pihak perlu membuat kesaepakatan tentang tujuan maupun kegiatan kerjasama. Terkandung pula makna bahwa kerjasama akan menyebabkan saling ketergantungan antara pihak pertama dan pihak kedua dan hubungannya bersifat interakfif. Bagi SMK manfaat menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:
1)      Kualitas program-program SMK dapat ditingkatkan atas bantuan dan kerjasama dengan perguruan tinggi;
2)      Kerjasama dapat meringankan beaya penyelenggaraan dan pengembangan SMK;
3)      Dengan kerjasama yang baik, SMK akan mampu mengikuti perkembangan mutakhir pendidikan tinggi, khususnya iptek, sehingga apa yang diajarkan di SMK tidak ketinggalan dengan perkembangan iptek saat ini;
4)      Kerjasama akan membantu ketercapaian tujuan SMK;
5)      Kerjasama dapat membantu meningkatkan wawasan dan kemampuan guru tentang: apa yang harus diajarkan, bagaimana cara mengajar yang lebih efektif dan efisien, bagaimana cara mengadakan penelitian yang berguna untuk meningkatkan kuialitas siswanya, dan sebagainya.

Sedangkan bagi lembaga pendidikan tinggi, kerjasama dengan SMK merupakan salah satu kewajiban yaitu melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Disamping itu lembaga pendidikan tinggi dapat mengirimkan mahasiswanya untuk melaksanakan praktik kerja lapangan atau mengadakan penelitian, dan sebagai tempat untuk  melakukan penelitian  dan mengembangkan metode mengajar bagi dosen, dan  sebagainya. Dengan demikian melalui kerjasama dengan SMK diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar bagi mahasiswa melalui pengembangan praktik mengajar dan praktik lapangan di SMK. Untuk meningkatkan kualitasnya, SMK perlu bekerjasama dengan berbagai pihak antara lain dunia usaha/industri, perguruan tinggi, dan masyarakat lainnya. Kerjasama tersebut dilakukan atas dasar saling menguntungkan. Bidang-bidang kerjasama yang akan dilakukan terlebih dahulu harus diidentifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi kedua belah pihak agar bermanfaat.
Dalam dunia SMK terdapat satu model pembelajaran yang dikenal dengan sebutan WBL (Work Based Learning). Munculnya WBL adalah karena terjadinya ketidak jelasan link and match antara apa yang dipelajari di SMK dengan apa yang diharapkan di dunia kerja. Menurut David Boud (2003:48) dalam Isma Widiati (2010:46) hubungan antara mitra DuDi dengan institusi pendidikan secara khusus untuk membangun dan membantu pembelajaran. Hubungan ini diperlukan untuk memungkinkan membangun infrastruktur dalam membangun pembelajaran. WBL dapat terjadi jika pembelajaran dilakukan ditempat kerja dan pembelajaran dilaksanakan dalam kondisi yang cukup kondusif. Disamping itu proyek pelaksanaan pembelajaran dijalankan dengan bentuk kerjasama sesuai dengan apa yang dibutuhkan ditempat kerja, hal ini dikarenakan WBL memerlukan rancangan pembelajaran secara individual yang dirancangan dalam beberapa tahun dan pembelajaran diorientasikan agar siswa menjadi siap untuk memiliki pengalaman belajar keterampilan dan siap untuk bekerja. Oleh karena itu melalui WBL hubungan dapat terjalin dengan merancang MOU antara institusi pendidikan dan perusahaan. Perjanjian tersebut berkaitan dengan jumlah siswa yang akan dilibatkan, lamanya program tersebut akan dijalankan, bagaimana WBL dapat dilaksanakan sesuai kemampuan perusahaan, dan sebagainya.

c.        Peningkatan kompetensi guru dan tenaga pendukung akademik
Peningkatan kompetensi guru kejuruan harus selalu ditingkatkan dan diprioritaskan mengingatbahwa guru juga harus menyiapkan siswanya untuk memasuki duania kerja. Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan dengan cara mengikuti work shop, pelatihan-pelatihan, atau mengikuti pendidikan lagi kejenjang yang lebih tinggi.

d.       Pengembangan pembelajaran berbasis TIK
Menurut pemanfaatannya, TIK di dalam pendidikan dapat dikategorisasikan menjadi 4 (empat) kelompok manfaat.
1)      TIK sebagai Gudang Ilmu Pengetahuan, di kelompok ini TIK dimanfaatkan sebagai sebagai Referensi Ilmu Pengetahuan Terkini, Manajemen Pengetahuan, Jaringan Pakar Beragam Bidang Ilmu, Jaringan Antar Institusi Pendidikan, Pusat Pengembangan Materi Ajar, Wahana Pengembangan Kurikulum, dan Komunitas Perbandingan Standar Kompetensi.
2)      TIK sebagai Alat bantu Pembelajaran, di dalam kelompok ini sekurang-kurangnya ada 3 fungsi TIK yang dapat dimanfaatkan sehari-hari di dalam proses belajar-mengajar, yaitu (1) TIK sebagai alat bantu guru yang meliputi: Animasi Peristiwa, Alat Uji Siswa, Sumber Referensi Ajar, Evaluasi Kinerja Siswa, Simulasi Kasus, Alat Peraga Visual, dan Media Komunikasi Antar Guru. Kemudian (2) TIK sebagai Alat Bantu Interaksi Guru-Siswa yang meliputi: Komunikasi Guru-Siswa, Kolaborasi Kelompok Studi, dan Manajemen Kelas Terpadu. Sedangkan (3) TIK sebagai Alat Bantu Siswa meliputi: Buku Interaktif , Belajar Mandiri, Latihan Soal, Media Illustrasi, Simulasi Pelajaran, Alat Karya Siswa, dan media Komunikasi Antar Siswa.
3)      TIK sebagai Fasilitas Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK dapat dimanfaatkan sebagai: Perpustakaan Elektronik, Kelas Virtual, Aplikasi Multimedia, Kelas Teater Multimedia, Kelas Jarak Jauh, Papan Elektronik Sekolah, Alat Ajar Multi-Intelejensia, Pojok Internet, dan Komunikasi Kolaborasi Kooperasi (Intranet Sekolah). dan
4)      TIK sebagai Infrastruktur Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK kita temukan dukungan teknis dan aplikatif untuk pembelajaran – baik dalam skala menengah maupun luas – yang meliputi: Ragam Teknologi Kanal Distribusi, Ragam Aplikasi dan Perangkat Lunak, Bahasa Pemrograman, Sistem Basis Data, Komputer Personal, Alat-Alat Digital, Sistem Operasi, Sistem Jaringan dan Komunikasi Data, dan Infrastruktur Teknologi Informasi (Media Transmisi). Berangkat dari optimalisasi pemanfaatan TIK untuk pembelajaran tersebut kita berharap hal ini akan memberi sumbangsih besar dalam peningkatan kualitas SDM Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Masyarakat yang tangguh karena memiliki kecakapan: (1) ICT and media literacy skills), (2) critical thinking skills, (3) problem-solving skills, (4) effective communication skills, dan (5) collaborative skills yang diperlukan untuk mengatasi setiap permasalahan dan tantangan hidupnya.

Di dalam proses belajar-mengajar tentunya ada subjek dan objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru & Siswa sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di dalam pembelajaran perlu dipahami dan dimainkan dengan sebaik-baiknya. Kini di era pendidikan berbasis TIK, peran Guru tidak hanya sebagai pengajar semata namun sekaligus menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar bagi Siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli. Disisi lain Siswa juga dapat belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan siswa lain.  Untuk mendukung proses integrasi TIK di dalam pembelajaran, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran yang terdiri atas prinsip-prinsip:
1)      Aktif: memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
2)      Konstruktif: memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3)      Kolaboratif: memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
4)      Antusiastik: memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
5)      Dialogis: memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah. 
6)      Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”.
7)      Reflektif: memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
8)      Multisensory: memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
9)      High order thinking skills training: memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer, 2001).

e.       Peningkatan mutu kenerja manajemen SDM, keuangan fasilitas
Era reformasi dan dampak persaingan globalisasi mendorong percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan. Upaya Pemerintah Meningkatkan Kinerja adalah sebagai berikut:
1)      Penetapan Indikator Kerja
Dalam usaha meningkatkan kinerja aparaturnya, pemerintah (c.q. Menpan) menetapkan program manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Salah satu peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk tujuan tersebut  adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah. Yang dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. 
Dalam pasal 3, peraturan Menpan tersebut, setiap instansi pemerintah wajib menetapkan indikator kinerja utama (Key Performance Indicators). Indikator kinerja utama yang dimaksud adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisai. Penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi pemerintah harus memenuhi karakteristik spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur dan dapat dikuantifikasi dan diukur (pasal 8). Sebagai contoh, tercapainya pengurangan angka pengangguran 1 juta per tahun dengan memberdayakan 50 investor baik investor dalam negeri maupun investor asing setiap tahunnya. Dalam pasal 5 dikatakan, indikator kinerja utama instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit organisai. Indikator kinerja utama pada setiap tingkatan unit organisasi meliputi indikator kinerja keluaran (output) dan hasil (outcome).
Kinerja pegawai dijabarkan langsung dari misi organisai. Penilaian kinerja dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis  dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi istrumen utama dalam pemberian reward and punishmenttermasuk untuk promosi dan rotasi pegawai. Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut menunjang dan mendukung upaya pengembangan manajemen kepegawaian berbasis kinerja (berorientasi produk).
2)      Upaya Lain: Diklat, Disiplin dan Remunerasi
Upaya lain yang diupayakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja aparaturnya adalah pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai), penegakan disiplin PNS dan sistem remunerasi di lingkungan kerja instansi pemerintah. Dalam upaya peningkatan profesionalitas pegawainya, pemerintah menggalakkan  pendidikan dan pelatihan (diklat) pegawai. Diklat dapat berupa diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat teknis. Pemerintah yakin perbaikan kinerja pemerintah dapat terlaksana bila setiap instansi pemerintah menegakkan disiplin PNS. Disiplin tersebut tidak terjadi hanya untuk sementara alias hangat-hangat tahi ayam. Penerapan peraturan disiplin PNS harus tegas dan konsisten. Selain itu diharapkan PNS wajib menjaga dan mengembangkan etika profesinya. Remunerasi adalah pemberian imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atau prestasi, pesangon dan/ atau pensiun. Dengan remunerasi diharapkan adanya sistem penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok didasarkan pada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasar pada pola keseimbangan komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan skala gaji terendah dan tertinggi. Dengan remunerasi pula, peningkatan kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.

f.         Pengembangan system karir guru sesuai kebutuhan SMK
Kebutuhan warga SMK harus diperhatikan termasuk juga kesejahteraan guru dan tenaga tata usaha. Apabila kesejahteraan guru terjamin, guru dapat memberi perhatian yang lebih kepada pengajaran. Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Untuk meningkatkan mutu siswa, tenaga guru pun harus yang profesional. Tujuannya, untuk meningkatkan lingkungan hidup dan kaitan dalam ilmu pendidikan. Peningkatan kualifikasi guru sampai ke jenjang pendidikan S1 hingga S3. Kualifikasi guru yang diprioritaskan untuk ditingkatkan, terutama di daerah terpencil, tertinggal dan sulit dijangkau yang belum mencapai kualifikasi pendidikan S1. Tujuannya memperkecil kesenjangan mutu guru antardaerah, memenuhi persyaratan minimal profesionalisme tenaga pendidik dalam program sertifikasi guru. Serta memperluas pemerataan pendidikan bagi guru.

g.       Peningkatan kesejahteraan guru dan tenaga pendukung akademik
Kesejahteraan guru sangat mempengaruhi terhadap disiplin kerjanya, karena tugas guru yang sifatnya mengulang pekerjaan yang itu–itu saja akan mengakibatkan kejenuhan apalagi dalam kondisi iklim kinerjanya di sekolah tidak kondusip sudah dipastikan akan ada dampaknya yang merugikan proses belajar mengajar dan ahirnya akan merugikan anak didiknya.
Proses kepatuhan sangat tergantung dari kondisi dinamis dirinya secara mental, sosial dan  emosionalnya. Meskipun pemerintah sudah memperhatikan tentang kesejahteraan guru tetapi tetapi masih ada guru yang tidak sejahtera hidupnya terutama dalam bidang ekonominya. Faktor ekonomilah yang sangat menunjang kesejahteraan hidupnya. Pada prinsipnya mutu pendidikan, secara kompetensi akan bermuara kepada sang guru karena dialah yang bertatap muka dengan obyek pendidikan itu sendiri . Dalam kehidupan tentulah banyak hambatan dan rintangan dalam melaksanakan tugas apalagi gurunya kurang sejahtera ekonominya. Program Peningkatan Kesejahteraan Guru adalah berbagai kegiatan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan kehidupan guru. Kegiatan ini diadakan dengan pertimbangan semua pengembangan guru semestinya didasarkan pada kehidupan sehat dan tenteram. Beberapa program peningkatan kesejahteraan guru antara lain adalah:
1)      Pemberian kesempatan pemeriksaan kesehatan
2)      Pemberian berbagai alat bantu sehubungan dengan kesehatan dan kebutuhan dasar (kacamata, hearing aids)
3)      Pemberian bantuan peningkatan pendidikan formal
4)      Pemberian bantuan kursus atau keterampilan
5)      Pemberian bantuan cicilan sarana transportasi
6)      Pemberian bantuan cicilan sarana komunikasi



2.       SOLUSI PERMASALAHAN DI SMK DAN SISTEM MANAJEMEN SEKOLAH YANG BAIK
a.       Peminat kurang
Peminat SMK memiliki nilai yang rendah karena pencitraan SMK yang kurang baik. Selama ini masyarakat memandang bahwa SMA lebih bagus dari pada SMK. Anggapan ini berdampak pada minat masyarakat untuk  memasukkan anaknya ke SMK. Padahal tidak semua SMA lebih bagus daripada SMK. Banyak SMK yang memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan dengan SMA. Untuk mengatasi rendahnya minat masyarakat pada SMK, maka perlu untuk melakukan pencitraan yang lebih baik dari sebelumnya dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan yang dimiliki serta rencana pengembangan sekolah yang visioner. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengikuti Lomba Keterampilan Siswa (LKS) SMK. LKS SMK ini dipandang penting dalam upaya meningkatkan kapasitas siswa SMK agar nantinya lebih siap merebut peluang kesempatan kerja yang jumlahnya terbatas, sementara peminatnya besar. Serta yang tidak kalah pentingnya melalui LKS diharapkan dapat meningkatkan citra SMK dan mepromosikan perkembangan kualitas perfomen kerja yang dimiliki siswa. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mempromosikan sekolah adalah sebagai berikut:
1)      Pembelajaran. Pengembangan  kurikulum yang bersinergi dengan kebutuhan dunia industri sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran pendidikan kejuruan.
2)      Organisasi Lembaga. Setiap sekolah atau lembaga harus memiliki struktur organisasi yang baik, yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah (bidang kesiswaan, bidang kurikulum, bidang humas, dan bidang perlengkapan sarana dan prasarana). Selain itu juga sekolah atau lembaga harus mempersiapkan staf pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten di bidangnya.
3)      Fasilitas Pembelajaran. Sekolah harus memiliki dan menyiapkan sarana dan prasarana yang lengkap sebagai penunjang pembelajaran. Jumlah rasio sarana dan prasarana harus didesuaikan dengan jumlah peserta didik.
4)      Hubungan Kerjasama. Sekolah memerlukan adanya wadah antara dunia industri khususnya kamar dagang indonesia dengan dunia pendidikan yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama tersebut diharapkan mampu memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan program keahlian yang optimal.

b.       Sarana dan prasarana belum memadai
Sarana dan prasarana merupakan penunjang yang penting dalam kegiatan belajar mengajar seperti gedung, alat peraga dan praktek serta laboratorium. Jika standar tersebut belum terpenuhi, maka para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari gurunya. Upaya pengembangan fasilitas, sarana dan prasarana di SMK terutama fasilitas laboraturium praktek kerja yang memadai dapat memberikan dampak pada peningkatan kreativitas siswa. Oleh karena itu, pihak sekolah diharapkan mampu mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas akses guna memberikan informasi peluang kerja bagi siswa di SMK.

c.        Kurangnya guru yang berkompeten di bidangnya
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut  keahlian dari para personilnya. Hal ini berarti bahwa pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Keahlian diperoleh dari profesionalisasi yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan atau latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi  (in-service-training). Namun, banyak guru di SMK yang kurang berkompeten pada mata pelajaran yang diampunya. Hal ini terjadi karena kurangnya guru yang berkompeten untuk mengampu pelajaran tertentu. Sehingga kegiatan belajar mengajar terjadi apa adanya (menggugurkan kewajiban mengajar/ pemenuhan posisi pengajar saja). Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah tersebut, perlu perekrutan guru secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan. Intensive training dapat membantu guru-guru yang sudah terlanjur memegang mata pelajaran yang ia kurang berkompeten pada mata pelajaran tersebut.

d.       Biaya operasional tidak memadai
Inilah pentingnya menjalain hubungan kerjasama dengan dunia usaha dan industri yaitu dapat membantu pendanaan operasional sekolah. Sekolah memerlukan adanya wadah antara dunia industri dengan dunia pendidikan yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama tersebut diharapkan mampu memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan program keahlian yang optimal. Selain itu, dapat menggunakan dana BOS. BOS (Bantuan Operasional Sekolah) adalah hibah Pemerintah Indonesia yang, sejak tahun 2011, telah dialokasikan ke anggaran pemerintah daerah dan kemudian diteruskan ke sekolah-sekolah untuk mendukung pengeluaran operasional pendidikan. Menurut hasil beberapa survei, jumlah BOS tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pendidikan yang sebenarnya. Banyak Kabupaten/Kota bersedia membiayai kekurangan ini tetapi mereka tidak mengetahui cara menghitungnya. Analisis Anggaran Pendidikan dan Biaya Satuan Operasional Sekolah (BOSP), yang difasilitasi oleh DBE1-USAID, mendorong dinas pendidikan kabupaten dan pemangku kepentingan terkait untuk menganalisis biaya satuan pendidikan sebagai dasar untuk menentukan alokasi pendidikan secara keseluruhan per Kabupaten/Kota. Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi kekurangan dana terutama ketika dana BOS tidak cukup untuk menutupi biaya-biaya. Kekurangan dana dapat ditutupi dengan dana APBD kabupaten atau provinsi atau dengan sumbangan dari masyarakat.

e.       Mutu lulusan rendah
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga perguruan tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek kerja diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang bagus. Peran industri semakin penting  karena perkembangan teori pendidikan dan pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DUDI sebagai tempat belajar cara kerja yang efektif.
Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek, laboratorium atau balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di pendidikan kejuruan. Pembekalan melalui praktik sangat berguna dalam mempersiapkan kompetensi peserta didik yang siap bekerja. Berdasarkan pengertaian tersebut maka agar mutu lulusan, baik itu di SMK atau di perguruan tinggi teknik  berkualitas maka mutu guru atau dosen yang mengajar di harus berkualitas, professional dan memiliki kompetensi yang bagus, khususnya untuk dosen yang mengajar mata kuliah kejuruan profesi (MKKP) atau guru bidang produktif perlu pegalaman praktik di industri. Menurut Kunandar (2007: 55), kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi:
a)      Kompetensi pedagogik;
b)      Kompetensi kepribadian;
c)      Kompetensi profesional dan;
d)     Kompetensi sosial.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dengan pengalaman di industri seorang pengajar dapat mendiseminasi pengetahuannya tentang dunia kerja atau dunia industri kepada mahasiswanya.

f.         Daya serap industry dan wirausahawan rendah
Daya serap lulusan SMK terhitung rendah karena kompetensi yang dimiliki siswa kurang memadai, selain itu karena jumlah industry yang memperkerjakan lulusan SMK tidak terlalu banyak. Terlepas dari daya serap industry, salah satu luaran SMK adalah harus dapat berwiraswasta, namun sayangnya tidak banyak juga lulusan SMK yang dapat berwiraswasta dikarenakan rendahnya kreatifitas yang dimiliki lulusan SMK.
Sebagai calon tenaga profesional, siswa atau mahasiswa selain dituntut untuk menguasai kopetensi-kompetensi yang diberikan, juga dituntut untuk menjadi seorang individu yang kreatif, sehingga dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik itu dalam menghasilkan produk atau memberikan pelayanan berupa jasa. Disamping itu, selain disiapkan untuk menjadi calon tenaga profesional, dalam pendidikan formalnya seorang siswa atau mahasiswa juga dibekali pengetahuan dan keahlian untuk berwiraswasta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam berwirswasta dibutuhkan kreatifitas-kreatifitas, baik dalam pengelolaannya atau dalam menghasilkan produk dan jasa. Sehingga usaha dapat berjalan dengan lancar. Namun pada kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang memiliki kreatifitas-kreatifitas tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis, rendahnya kreatifitas  mahasiswa dikarenakan:
1)       Mahasiswa kurang atau bahkan tidak memiliki keinginan  untuk berfikir yang memungkinkan mereka dapat bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh.
2)       Tidak disiplinnya mahasiswa dalam menanage segala sesuatunya.
3)       Masih melekatnya sifat ketergantungan atau tidak mandiri, dan saling mengandalkan antar yang satu dengan yang lainnya.
4)       Mahasiswa tidak memiliki imajinasi dan fantasi, sehingga pemikiran hanya berada pada jalur realita saja.
5)       Mahasiswa merasa rendah diri dan minder, sehingga mereka tidak bangga atas karyanya.
6)       Mahasiswa tidak dapat out of the box dan cenderung androgini psikologis, mereka cenderung berjalan pada konteks ”teks book” dan realita.
7)       Adanya ketakutan terhadap dosen apabila mereka ”out of the box” atau menunjukan kecendrungan androgini psikologis dalam menghasilkan inovasi.
8)       Kurangnya dukungan penuh dari dosen, berupa apresiasi, dukungan moril atau berupa bimbingan.
9)       Kurangnya bimbingan dosen terkiat pembekalan menjadi seorang wirausaha.
Langkah-langkah dalam membekali Mahasiswa untuk menjadi seorang wiraswasta:
1)         Dosen memberikan basic theory mengenai pengatahuan berwiraswasta, dalam hal ini mahasiswa sudah dibekali dengan mata kuliah Kewirausahaan dan Managemen Bisnis. Selanjutnya mahasiswa disiapkan untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan informasi, mempelajari pola berfikir dari orang lain, dan mengadakan tanya jawab atau brain stoarming dengan teman dan dosen.
2)         Dalam proses pembelajaran tersebut mahasiswa tidak hanya belajar by text book saja, tetapi mahasiswa juga belajar berdasarkan pengalaman dalam berwiraswasta. Sebagai contoh:
Di Prodi Pendidikan Tata Boga, mahasiswa selama satu smester telah dibekali mata kuliah Kewirausahaan, dimana mahasiswa diarahkan untuk dapat membuat business plan dan membuat bisnis kecil. Kemudian dalam Mata Kuliah Management Bisnis Patiseri, mahasiswa diberikan teori-teori kewirausahaan yang mengarah pada bisnis atau proyek bersekala besar, dengan teori bisnis yang lebih mendalam pula.
Implementasi dari mata kuliah tersebut, diaplikasikan dalam mata kuliah Praktek Usaha Boga, dimana mahasiswa secara berkelompok diberikan tugas untuk mengelola cafe. Dalam pelaksanaannya mahasiswa diberikan modal usaha oleh dosen, dan diharapkan modal tersebut dapat berputar sehingga menghasilkan keuntungan.
Mata kuliah Management Bisnis Patiseri diaplikasikan oleh mahasiswa dalam mata kuliah Bisnis Patiseri. Dalam pelaksanaannya mahasiswa secara berkelompok dituntut untuk membuat usaha pastry, dimana mahasiswa diwajibkan untuk membuat proposal business plan lalu setelah pemdapatkan ACC, dosen akan memberikan modal untu mendirikan bisnis tersebut.
Pengaplikasian kewirausahaan berlangsung selama satu semester, artinya pembelajaran dilakukan diluar bangku perkuliahan. Namun, dosen tetap memantau proses pelaksanaannya, dan mahasiswa diberikan kepercayaan untuk mengelolanya
3)         Dosen memberikan arahan, motifasi dan apresiasi kepada mahasiswa, sehingga kepercayaan diri mahasiswa akan tumbuh.
4)         Tanamkan sifat berani menghadapi resiko dan penuh perhitungan dengan memberikan kepercayaan penuh untuk mahasiswa.
5)         Dengan adanya aplikasi berwirausaha, diharapkan mahasiswa dapat meneruskan usahanya diluar konteks pembelajaran.

g.        System manajemen yang digunakan
System manajemen yang akan digunakan adalah system Management Berbasis Sekolah (MBS), yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pada prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar