Kamis, 26 April 2012

PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DALAM KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan yang diampu oleh Prof. Dr. H.As’ari Djohar , M.Pd.

Oleh :
SURYATI
1101225


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.             LATAR BELAKANG
Amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 itu, mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan faktor pendidikan yang sangat menentukan. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa mendatang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut hanya dapat dihasilkan melalui penyelengaraan pendidikan yang bermutu.

           Untuk menunaikan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan wajib belajar 6 tahun dan wajib belajar 9 tahun. Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (KI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
        Program wajib belajar 6 tahun pertama kali diadakan tahun 1984 yang mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk mengikuti pendidikan selama 6 tahun di jenjang pendidikan dasar. Program wajib belajar yang kedua adalah wajib belajar 9 tahun yang pertama kali diadakan pada tahun 1994. Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk mengikuti pendidikan selama 9 tahun pada jenjang pendidikan dasar hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) (Salim, 2008).
            Dengan diwajibkannya pendidikan selama 9 tahun maka satuan pendidikan SMP merupakan bagian dari jenjang pendidikan dasar yang menghasilkan jumlah lulusan paling banyak. Lulusan SMP memberikan sumbangan terhadap masalah di masyarakat dan sekolah, maka perlu diadakanny pengembangan kurikulum dengan menerapkan pembelajaran tentang teknologi dan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal.
             Pengembangan Kurikulum SMP  mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan  dalam mengembangkan kurikulum.
              Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada tingkat Satuan Pendidikan  sebagai salah satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Selain dari itu, penyusunan Kurikulum ini juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Tujuan pendidikan dasar sebagaimana tercantum di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut :
1.   Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2.  Belajar untuk memahami dan menghayati,
3.  Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4.  Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5.  Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

1.2.            Tujuan Penulisan Makalah
                   Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahTechnological and Vocational Curriculum Education Development.Selain itu, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk  mengembangkan kurikulum  pada mata pelajaran muatan local berbasis muatan local menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan penulis serta menambah kajian khasanah ilmu pengetahuan tentang pembuatan dan pengembangan kurikulum dalam penerapannya di SMP,sehingga siswa SMP sebagai input untuk melanjutkan ke SMK sudah memiliki pengetahuan mengenai kejuruan yang diminatinya.

1.3.             Identifikasi masalah
Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
2)      Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
3)      Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
4)      Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
5)     Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP.



BAB II
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL DALAM
KTSP  (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)


2.1.  Kurikulum
    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
        2.1.1 Muatan Kurikulum
  Muatan kurikulum meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai  dengan Kelas IX. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
   Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau  semester. Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat dan semester disajikan pada lampiran-lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Standar Isi tersebut disusun untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan minimal pada jenjuang pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Muatan kurikulum meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai  dengan Kelas IX. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu.
Mata Pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik di SMP adalah terdiri 5 kelompok mata pelajaran, yaitu :
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kelompok mata pelajaran estetika.
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelima kelompok mata pelajaran tersebut terdiri dari 10 mata pelajaran yang
meliputi :
1Pendidikan Agama
2. 
Pendidikan Kewarganegaraan
3.  Bahasa Indonesia
4.  
Bahasa Inggris
5.  Matematika
6.  
Ilmu Pengetahuan Alam
7.  
Ilmu Pengetahuan Sosial
8.   Seni Budaya
9.  
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
10. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau semester. Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat dan semester disajikan pada lampiran-lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Standar Isi tersebut disusun untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan minimal pada jenjuang pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

2.2. Muatan Lokal
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
Lingkup isi/jenis mauatan local dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.

2.2.1 Ruang Lingkup Muatan Lokal
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat didaerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
1.         Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
2.         Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah
3.         Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan seharihari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
4.         Meningkatkan kemampuan berwirausaha.


A.    Lingkup isi/jenis muatan lokal,
Lingkup isi/jenis mauatan local dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
B.     Pengembangan Muatan Lokal dalam KTSP
Proses Pengembangan Mata Pelajaran Muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.
2.3.  KTSP  (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
      KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
     Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
     Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :  belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
       efektif dan menyenangkan.

       A. Landasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Standar Kompetensi Lulusan. SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

       B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Relevan dengan kebutuhan kehidupan menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah





BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1.  Identifikasi Masalah

       a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
1)   Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
2)   Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
3)   Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya.
b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan local
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;


c. Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada criteria berikut:
1)      Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2)      Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3)      Tersedianya sarana dan prasarana
4)      Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5)      Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6)      Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7)     Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
d.      Menentukan Mata Pelajaran
Muatan Lokal Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
e. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan   mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP:.
1)   Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah.
       Adapun langkahlangkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
 a)   Pengembangan Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
 b)  Pengembangan Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.
2)    Pengembangan silabus secara umum mencakup:
       a)    Mengembangkan indikator
       b)   Mengidentifikasi materi pembelajaran
       c)   Mengembangkan kegiatan pembelajaran
      d)   Pengalokasian waktu
      e)    Pengembangan penilaian
      f)    Menentukan Sumber Belajar

3.2. Konsep Dasar Kurikulum Muatan Lokal

       3.2.1.  Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)

                A. Pengertian
PBKL dapat diartikan sebagai “usaha sadar dan terencana melalui penggalian dan pengembangan potensi daerah secara arif dalam suasana dan proses pendidikan yang terstandar, agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki  kompetensi, dalam upaya ikut serta membangun masyarakat, bangsa dan negara”.
Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Penyelenggaraan PBKL yang terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan adalah mengintegrasikan kompetensi PBKL kedalam SK-KD atau indikator pencapaian mata pelajaran yang relevan dengan kompetensi PBKL hasil analisis. Misalnya tema keunggulan lokal hasil analisis lima komponen potensi eksternal (SDA,SDM,budaya, geografis, historis) menunjukan bahwa potensi SDA memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif dibandingkan dengan sumber daya lainnya, sehingga menghasilkan satu tema PBKL yang cocok. Dari tema tersebut kemudian ditentukan kompetensi-kompetensi PBKL yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kompetensi-kompetensi tersebut diintegrasikan dalam beberapa mata pelajaran yang relevan. Demikian juga, apabila dengan hasil keunggulan komperatifnya lainnnya, maka kegiatan yang sama dilakukan sampai diperoleh kompetensi PBKL, untuk kemudian diintegrasikan dalam mata pelajaran yang relevan, dimulai dari pemetaan SK-KD, pengembangan silabus, pengembangan RPP, pengembangan bahan ajar dan bahan uji, sampai dengan implementasinya dalam proses pembelajaran.
Konsep pengembangan Keungggulan local di inspirasi dari berbagai potensi yaitu :
1.      Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).
2.      Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena bi
3.       Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.
4.      Potensi Budaya
                       Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.
5.      Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.
               b. Penentuan tema dan jenis PBKL
1.   Inventarisasi Potensi Keunggulan Lokal
Inventarisasi potensi keunggulan lokal merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah yang merupakan bagian dari ruang lingkup perencanaan pembangunan wilayah tersebut.
Kegiatan inventarisasi dapat dilakukan oleh Tim PBKL atau tim kerja yang khusus ditugaskan dengan memperhatikan potensi keunggulan lokal yang ada di daerah kota/kabupaten yang merupakan keunggulan kompetitif dan kkomparatif. Hasil inventarisasi potensi keunggulan lokal dijadikan acuan dalam penentuan tema dan jenis PBKL yang akan dilaksanakan
           2.  Analisis Kesiapan Internal dan Eksternal Satuan Pendidikan
Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan adalah menganalisis potensi dan kesiapan  satuan pendidikan baik analisis internal maupun analisis eksternal satuan pendidikan. Analisis kesiapan satuan pendidikan sesungguhnya dilaksanakan untuk mengetahui kondisi sekolah dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharuskan, sehingga pada pelaksanaannya sekolah harus dapat menaganalisis kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang ada.
Untuk keperluan ini, hasil dari analisis tersebut hanya diperhatikan faktor-faktor potensi dan kesiapan satuan pendidikan, baik internal maupun eksternal, yang dapat mendukung dalam pelaksanaan PBKL yang ditentukan.
Sama seperti kegiatan analisis potensi keunggulan lokal, kegiatan analisis ini juga dapat dilakukan oleh Tim PBKL atau tim khusus yang ditugaskan, atau melibatkan semua guru dan pegawai (tata usaha). Untuk lebih jelas tentang bagaimana melakukan analisis tersebut dapat dibaca pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Analisis Konteks (Dit. PSMA, 2010)


             3. Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal
Berdasarkan pada hasil inventarisasi dan analisis kesiapan internal dan eksternal yang dilaksanakan, dapat diperoleh gambaran potensi keunggulan lokal yang ada dan paling dominan untuk dijadikan sebagai sumber belajar dalam pelaksanaan PBKL. 
Penentuan tema dan jenis keunggulan lokal ini juga harus memperhatikan potensi keunggulan lokal yang bernilai komparatif dan kompetitif, merupakan hasil kesepakatan semua guru dan tata usaha, serta didasarkan pada minat dan bakat peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui diskusi atau rapat khusus yang membahas tentang hasil analisis, dapat juga mengundang nara sumber yang berkaitan dengan tema atau jenis PBKL yang kemungkinan akan dilaksanakan.
Penjaringan minat dan bakat peserta didik dapat dilaksanakan dengan membagikan angket tentang tema atau jenis PBKL, kemudian dianalisis untuk mendapatkan tema atau jenis PBKL yang sesuai.

          3.2.2. Keuntungan dan Kelemahan Kurikulum Muatan Lokal Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)

                      a. Keuntungan


1.      Pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan suatu proses pendidikan holistik yang bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya. Mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara flesksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
2.      PBKL merupakan usaha sadar yang terencana melalui penggalian dan pemanfaatan potensi daerah setempat secara arif dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki  keahlian, pengetahuan, dan sikap dalam upaya ikut serta membangun bangsa dan negara.

b.  Kelemahan
1.      Jumlah ruang kelas lebih banyak dibanding jumlah rombel
2.      Mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi  dalam upaya Implementasi PBKL (penyediaan sarana prasarana, pengembangan SDM, dan modal kerja tetap),
3.      Investasi pendidikan yang cukup besar karena harus membangun sarana dan prasana yang memadai.





  


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1.  Kesimpulan
         KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Tujuan penyusunan naskah Model Penyelenggaraan PBKL Terintegrasi Pada Mata Pelajaran ini adalah :
1.            Memberikan pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal terintegrasi dalam mata pelajaran .
2.            Memberikan panduan/contoh bagi sekolah dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan PBKL Terintegrasi dalam Mata Pelajaran sesuai dengan arah pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP).

4.2. Rekomendasi
Hasil yang diharapkan
      Hasil yang diharapkan dari panduan penentuan tema, jenis, dan kompetensi keunggulanlokal    adalah:
1. Tersedianya acuan dalam menentukan tema, jenis, dan kompetensi keunggulan lokal oleh   satuan pendidikan.
      2. Tersedianya acuan dalam implementasi pendidikan berbasis keunggulan lokal disatuan pendidikan.
     3. Terciptanya kesamaan pemahaman dalam mengimplementasikan pendidikanberbasis keunggulan local
      4.   Seluruh pelaksana program PBKL di sekolah yang meliputi :
a.       Kepala Sekolah
b.      Tim Pengembang  Kurikulum Sekolah
c.       Tim PBKL
d.      Dewan Pendidik (Dewan Guru)
e.       Guru dan atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran
f.       Tata Usaha
g.      Pengawas Sekolah
h.      Komite Sekolah
i.        Nara Sumber
     5.  Kurikulum ini diharapkan dapat jadi panduan bagi siswa-siswi SMP yang ingin melajutkan         ke jenjang Sekolah Kejuruan
     6. Sekolah kejuruan mendapatkan keuntungan dari adanya kurikulum PBKL karena input (siswa) sudah ada bekal awal dari SMP, sehingga tidak banyak kesulitan untuk memberikan wawasaan mengenai sekolah kejuruan.









DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta

Anonim, 2008. Permendiknas No.19 Tahun 2008 tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta

Anonim, 2010. Buku Pedoman Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). Depdiknas. Jakarta.

Curtis R. Finch and John R. Crunkilton. (1979) Curriculum Development in Vocational and    Technical Education. Boston, London, Sydney: Allyn and Bacon, Inc.



Ralph C. Wenrich and J. William Wenrich. Leadership in administration of vocational and technical education. Charles E Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company Columbus, Ohio.


http://aksay.multiply.com/journal/item/10/KURIKULUM_KTS

1 komentar: