Jumat, 13 April 2012

INOVASI TEKNOLOGI


DIVERSIVIKASI PANGAN:
PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN TEPUNG BIJI SAGA POHON BERBASIS LOKAL

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang diampu oleh Prof. Dr. Soemarto, M. SIE.


Disusun oleh:
Mauren Gitta Miranti S                    1104398
Suryati                                                           

Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Sekolah Pasca Sarjana
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012


A.    LATARBELAKANG PENULISAN
Keinginan konsumen terhadap produk pangan yang diwujudkan dalam mutu produk tidak hanya mencakup nutrisi, tetapi juga keamanan, kemudahan pemakaian, dan inovatif. Dewasa ini pangan tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan biologis, dengan adanya pergeseran paradigma tersebut, maka tuntutan konsumen menjadi semakin penting dan menentukan perkembangan teknologi (arah dan jenisnya) serta inovasi makanan yang tersedia di pasar (Wirakartakusumah,1997). Masyarakat cenderung tertarik pada produk pangan yang praktis dalam penyajiaannya, dan terkesan lebih modern, seperti produk mie, roti, makanan ringan, baby foods dan sebagainya. Perubahan pola konsumsi makanan (food habit) ini menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan berbasis tepung-tepungan meningkat pesat, salah satunya yang paling besar konsumsinya adalah tepung terigu.

Kebutuhan tepung secara nasional terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 1995 sampai dengan 2004, konsumsi terigu nasional untuk berbagai industri terus mengalami pertumbuhan, kecuali pada tahun 1998 yang pertumbuhannya negatif, karena krisis ekonomi. Selama kurun tersebut pertumbuhan rata-rata sebesar 5.84% per tahun, dan bahkan mencapai sekitar 7.00% pada lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan tersebut, konsumsi tepung terigu nasional mencapai lebih 1,7 juta ton per tahun pada tahun 2004.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memperkirakan konsumsi tepung terigu naik 6 persen dibanding tahun 2010 (Investor Daily, Kamis 27 Oktober 2011). Menurut Ratna Sari Loppies (Direktur Eksekutif Aptindo) konsumsi tepung terigu nasional mencapai 3.468.640 ton atau naik 5,81 persen dibanding periode yang sama tahun 2010 sebesar 3.267.000 ton. Kenaikan konsumsi terigu 2011 ini lebih rendah dibanding persentase tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 10 persen, sebagai akibat pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241 yang menurunkan bea masuk impor terhadap produk pangan berbahan terigu dari 10 persen menjadi 5 persen. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 241 tahun 2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor membuat beban industri dalam negeri terus bertambah. Tingkat konsumsi terigu per kapita secara nasional saat ini naik dari 17,1 kilogram per tahun menjadi 18 kilogram per kapita per tahun (Ratna Sari Loppies, 2010). Menurut Fransiscus Welirang (Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk) setiap tahun, rata-rata kebutuhan tepung terigu nasional mencapai 3,9 juta ton.Volume impor tepung terigu Indonesia tahun 2010 mencapai 750 ribu ton dan sebanyak 600 ribu ton dipenuhi dari Turki.
Intervensi dalam komoditi tepung terigu mengundang pertanyaan besar, baik dilihat dari kajian teori ekonomi maupun ekonomi politik. Konsumen dirugikan karena perbedaan harga tepung terigu di pasar internasional dan domestik makin besar. Menurut Sjahrir (1995), meskipun harga gandum di pasar internasional cenderung mengalami penurunan, harga tepung terigu di dalam negeri cenderung meningkat, sehingga konsumen di dalam negeri yang paling menderita dalam kasus tepung terigu ini. Sjahrir (2008) mengungkapkan bahwa rantai produksi tepung terigu cukup panjang, tidak hanya konsumen akhir dari tepung terigu yang dirugikan, tetapi beberapa produsen komoditi perantara mendapat kerugian juga.
Peningkatan pangsa pasar terigu impor membuat produsen terigu lokal resah. Meski selama tahun lalu industri terigu nasional tumbuh sampai 10,5 persen, namun pertumbuhan ini lebih banyak dinikmati oleh terigu impor. Volume penyerapan terigu nasional selama 2010 lebih dari 4,3 juta metrik ton, sedangkan terigu impor sebesar 762.515 metrik ton. Peningkatan pangsa impor, menurut Ratna dipicu oleh buruknya perlindungan pemerintah untuk industri di dalam negeri (Tempo Interaktif, 15 Maret 2012). Menurut Ratna Sari Loppies (APTINDO, 11 April 2012) Harga terigu nasional di­pe­ngaruhi oleh dua faktor. Pertama, harga gandum internasional, dan kedua, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Konsumsi terigu na­sional saat ini mencapai 4,1 juta ton per tahun. Dari angka terse­but, 10-15 persen didatangkan me­lalui impor.
Peningkatan kebutuhan akan terigu ini selain dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, juga dipicu oleh menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama pasca krisis ekonomi 1998. Kebutuhan modal kerja yang tidak terlalu besar, ditambah dengan tingginya permintaan akan produk makanan olahan membuat usaha pengolahan makanan, khususnya usaha kecil dan yang bersifat cepat saji semakin menjamur.Sementara itu permintaan yang semakin meningkat ini ternyata tidak diimbangi oleh ketersediaan bahan baku yang memadai. Jenis tepung terigu yang selama ini beredar di pasaran sebagian besar adalah berbahan baku gandum. Padahal, gandum adalah jenis tanaman sub-tropik, yang tidak terlalu sesuai dengan iklim dan kondisi geografis di Indonesia. Meskipun sudah seringkali diupayakan, namun sampai sekarang belum ada upaya budidaya gandum yang bisa berkembang secara ekonomis. Hal ini membuat ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor sangat besar. Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam akibatnya tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian, membuat harga tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Tabel 3.3. menunjukkan peningkatan harga terigu sebesar 60% selama kurun 2006-2007, dan diperkirakan masih akan berlanjut sampai akhir 2008.
Situasi ini mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap industri makanan didalam negeri. Banyak industri pengolahan makanan besar yang harus menunda rencana pengembangan usaha, bahkan membatalkan rencana investasi. Sementara industri yang lebih kecil skalanya banyak yang nasibnya lebih tidak beruntung, sehingga mereka harus menutup usahanya karena tidak mampu mensiasati kenaikan biaya produksi ini.
Salah satu tanaman alternatif yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah tanaman Saga pohon ( Adenanthera pavonina). Tanaman tersebut merupakan pohon tahunan asli Asia Tenggara, India, dan Cina Selatan (Ria tan,2001).  Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein serta memiliki ongkos produksi yang murah. Hal tersebut karena penanaman Saga pohon tidak memerlukan lahan khusus karena bisa tumbuh di lahan kritis, tidak perlu pupuk atau perawatan intensif. Kandungan protein yangterdapat pada biji Saga pohon tersebut juga lebih besar bila dibandingkan dengankedelai dan beberapa tanaman komersil lainnya. Di Indonesia, Saga pohon belum banyak dimanfaatkan atau pun dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut biasa digunakan sebagai pelindung atau peneduh, karena pohonnya tinggi, daunnya rimbun, dan batangnyakeras atau kuat (Balai Informasi Pertanian, 1985). 

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Masih kurangnya pemanfaatan biji saga pohon.
2.      Tingginya konsumsi tepung terigu impor di Indonesia.
3.      Penyediaan pangan kaya protein nabati masih rendah.
4.      Sedikitnya pemanfaatan biji saga sebagai makanan.
5.      Biji saga pohon memiliki protein tertinggi.

C.    MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Meningkatkan nilai guna biji saga pohon yang tidak memiliki nilai jual.
2.      Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu impor.
3.      Melaksanakan diversifikasi pangan dan mencari bahan makanan lokal.
4.      Membuat makanan untuk anak-anak pencerita autis.

D.    LANDASAN TEORITIS
1.      Gambaran Umum Biji Saga Pohon
Saga pohon (Adenanthera pavonina) adalah pohon yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah. Terdapat dua macam biji saga, yaitu saga pohon dan saga rambat. Saga pohon ( Adenanthera pavonina) berbeda dengan Saga rambat ( Abrus precatorius) yang mengandung racun. Saga pohon memiliki biji yang lebih besar  berwarna merah terang, dengan batang pohon yang tinggi, dan daun yang lebihlebar daripada Saga rambat. Saga rambat memiliki biji kecil berwarna merahhitam dan batang yang tumbuh merambat.
Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein serta memiliki ongkos produksi yang murah. Hal ini karena penanaman Saga pohon tidak memerlukan lahan khusus karena dapat tumbuh di lahan kritis, tidak perlu pupuk atau perawatan intensif.  Biji saga pohon (Adenantera pavonina L) merupakan tanaman asal daerah tropis dan hampir ditemukan semua pulau di Indonesia, disamping itu saga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan kecil atau dicampur nasi.
Di Indonesia, Saga pohon belum banyak dimanfaatkan atau pun dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut biasa digunakan sebagai pelindung atau peneduh, karena pohonnya tinggi, daunnya rimbun, dan batangnyakeras atau kuat (Balai Informasi Pertanian, 1985). Di Indramayu biji saga dipakai sebagai penimbang emas karena beratnya yang selalu konstan. Daunnya dapat dimakan dan mengandung alkaloid yang berkhasiat bagi penyembuhan reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif (biodiesel). Kayunya keras sehingga banyak dipakai sebagai bahan bangunan serta mebel. Kandungan protein yang terdapat pada biji Saga pohon tersebut juga lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai dan beberapa tanaman komersil lainnya. Berikut adalah perbandingan komposisi saga dengan kacang-kacangan lainnya:



Tabel 1. Komposisi Nutrisi Saga, Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Tanah, dan Kecipir
No.
Biji
Protein
(%)
Lemak
(%)
Karbohidrat (%)
Air
(%)
1
Saga Pohon
48,2
22,6
10,0
9,1
2
Kedelei
34,9
14,1
34,8
8,0
3
Kacang Hijau
22,2
1,2
62,9
10,0
4
Kacang Tanah
25,3
42,8
21,1
4,0
5
Kecipir
32,8
17,0
36,5
10,0
Sumber : Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1985

Biji saga mengandung saponin pada kulit bijinya yang berwarna merah. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.  Sumber utama saponin adalah biji-bijian, selain pada biji saga juga terdapat pada kedelai. Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi, seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg. Di daerah Sumatera Utara, biji pohon saga belum diolah, dan banyak terbuang percuma. Pada biji pohon saga terkandung sejumlah protein (2,44 g/100g), lemak (17,99/100gr), dan mineral, diambil dari perbandingan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan pokok, mengandung gula rendah (8,2g/100g), tajin (41,95g/100g), dan zat penyusun lainnya adalah karbohidrat (sumber: Pasific Island Ecosistems at Risk, 2009). Kandungan anti nutrisi yaitu  methionin dan  cystine yang merupakan jenis asam amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan tingkat total asam yang mengandung lemak, yaitu asam  linoceic dan  oleic mengandung 70,7 % (Anggraini, 2009).
Kandungan anti nutrisi yaitu methionine dan cystine, yang merupakan jenis asam amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam yang mengandung lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %. Jumlah asam lemak bebas yang terkandung pada Saga pohon relative tinggi terutama peroksida dan saponification yang terkandung senilai 29,6 mEqkg dan 164,1 mgKOHg, hal ini menunjukkan suatu kemiripan kandungan minyak pada makanan. Dapat disimpulkan bahwa biji Saga pohon menghadirkan suatu sumber potensi minyak dan protein yang bisa mengurangi kekurangan sumber protein nabati. (Sumber: PasificIsland Ecosistems at Risk).


2.      Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti yang dihasilkan dari pengolahan biji gandum. Dalam pembuatannya, tepung terigu yang diolah dari biji gandum melalui proses penggilingan kemudian berhasil dikembangkan menjadi beragam makanan. Seperti cake, cookies, roti dan mie.Gandum termasuk didalam kelompok tanaman rumput-rumutaan enis Gramineae dan masuk sesies Triticum. Gandum terditi dari tiga bagian, yaitu:
a.       Endosperm ( Daging biji gandum yang berwarna putih)85%
Bagian dalam dari Endosperm memiliki mutu yang lebih baik dan lebih putih dari pada lapisan yang lebih luar. Endosperm dikelilingi oleh lapisan seperti sarang lebah yang disebut aleuron. Aleuronini mengandung enzim Alpha & Beta Amylase yang memecahkan pati menjadi gula.
b.      Bran (kulit luar/pelindung)13%
Kulit gandum yang merupakan pelindung yang menstabil kan biji.
c.       Grem atau Embrio 2%
Embrio/Benih untuk reproduksi tanaman baru.
Sampai saat ini tepung terigu merupakan produk impor yang didatangkan dari negara-negara subtropis seperti Amerika dan Australia. Biasanya terigu datangkannya masih berupa butiran biji gandum. Melalui proses pencucian, pengupasan sekam, penggilingan dan pemutihan (bleaching) maka jadilah tepung terigu seperti yang kita kenal. Di dalam proses pembuatan tepung terigu akan dihasilkan beragam tepung turunan. Seperti pada tahap penggilingan, sekam dan lembaga dipisahkan menjadi flake flour, bagian endosperma dihaluskan menjadi tepung terigu dan partikel endosperma yang berbentuk granular kasar dikenal dengan tepung semolina. Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan, berikut jenis-jenis tepung terigu yang banyak digunakan untuk membuat produk makanan:
a.       Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi).
Dipasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.
b.      Medium Wheat (Terigu Protein Sedang).
Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, di pasaran lebih dikenal dengan sebutan tepung Segitiga Biru. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin.
c.       Soft Wheat (Terigu Protein Rendah).
Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biscuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini lebih dikenal dengan nama terigu Cap Kunci.
d.      Self Raising Flour.
Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan satu sendok teh baking powder ke dalam sekilo tepung sebagai gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue kering.
e.       Enriched Flour.
Adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal. Cocok untuk kue kering dan bolu.
f.       Whole Meal Flour.
Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/cream. Terigu whole meal sangat cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat(fiber) dan proteinya sangat tinggi.

Di dalam tepung terigu terdapat Gluten , yang secara khas membedakan tepung terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek.
 Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya. Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu  berprotein 12 %-14 % ideal untuk pembuatan roti dan mie, 10.5 %-11.5 % untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gunakan yang berprotein 8%-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan.
 Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absorption, development time, stability, dan lain-lain. Kandungan tepung terigu tergantung dari jenis tepung yang digunakan, namun kadar rata-rata tepung terigu adalah mengandung protein ±13%, Air ±13%, Pati ±72%, gula ±1%, lemak ±0,5%, Abu ±0,5%. Protein yang terkandung terdiri dari protein yang larut dalam air(±15%) yaitu Albumin & Globulin dan yang tidak larut dalam air atau protein pembentuk gluten (±85%) yaitu Gliadin & Gluetin.


E.     ANALISIS DAN ASUMSI
1.      Pembuatan Tepung Saga Pohon Berbasis Lokal
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, saga pohon kaya akan protein yaitu 48,2 % (Balai Informasi Pertanian Ciawi, 1985) dan berpotensi sebagai bahan baku untuk pembuatan terigu. Seperti pembuatan tepung gandum, tepung saga pohon memiliki tahapan yang sama, yaitu :
a.       Cleaning
Merupakan proses pembersihan serta pengkondisian bahan baku agar memiliki sifat dan persyaratan sesuai dengan yang dikehendaki. Di dalam proses cleaning bahan baku berupa biji saga pohon dibersihkan dan dipisahkan dari material-material yang tidak diinginkan yang dapat merusak mesin produksi serta kualitas tepung yang dihasilkan.
b.      Tempering
Selanjutnya bahan baku yang telah bersih masuk ke dalam proses tempering. Pada tahap ini biji saga pohon akan disemprot dengan air  agar bersih, kemudian dijemur dibawah matahari agar kering.
c.       Pengupasan Kulit
Biji saga pohon harus dikupas kulit atau cangkangnya yang berwarna merah, dalam hal ini pengupasan dapat menggunakan mesing pengupas cangkang kopi. Pengupasan kulit juga dapat dilakukan dengan perebusan biji saga pohon hingga cangkang mengelupas dengan sendirinya. Kemudian disaring dan dipisahkan sampah cangkang dan inti biji saga pohonnya secara manual. Jika pengupasan cangkakng dilakukan dengan cara ini, inti biji saga harus dijemur sampai bener-benar kering terlebih dahulu sebelum melalui proses milling.
d.      Milling
Tahap berikutnya adalah proses milling yaitu proses penggilingan mekanik yang menjadikan biji saga pohon menjadi tepung. Pada tahap ini, biji sag apohon akan melewati beberapa proses yang berulang-ulang seperti proses penggilingan (rolling) dan pengayakan (shifting).

2.      Pemanfaatan Tepung Biji Saga Pohon dalam Pembuatan Cookies
Tepung biji saga dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan kue kering (cookies). Berdasarkan penelitian terdahulu, tepung kedelei dan tepung kacang hijau termasuk tepung gluten free (dapurku.clogspot.com, 2011) dan berdasarkan sifatnya biji saga pohon memiliki satu rumpun dengan kacang kedelai dan kacang hijau yang berjenis kacang-kacangan, oleh karena itu diduga tepung biji saga pohon juga termasuk kedalam jenis tepung gluten free. Penggunaan terigu yang berjenis gluten free cocok untuk membuat kue kering. Menurut Prof. DR.Made Astawan (dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB):
“…penggunaan terigu tipe kuat (mengandung protein tinggi) lebih disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu). Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan roti. Mengembangnya volume adonan mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tepung terigu berprotein tinggi memiliki gluten yang tinggi pula, sehingg cocok untuk produk pastry yang memerlukan pengembangan adonan (fermentasi) atau pengembangan adonan saat pemanggangan. Gluten adalah protein bersifat lengket dan elastis yang terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum. Karena itu, gluten terkandung dalam roti, biskuit, pasta, sereal untuk sarapan (breakfast cereal), mie dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Dalam proses pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi elastis sehingga mudah dibentuk, sedangkan beras dan jagung tidak mengandung gluten (Ena Lubis, 2009).
Terigu yang berprotein rendah sangat cocok digunakan untuk membuat kue kering. Menurut Maria (2008) tepung berprotein rendah memiliki daya serap terhadap air yang rendah, karena hanya memiliki sedikit gluten sehingga sulit ketika diuleni, tidak elastis, lengket dan susah untuk mengembang dan tepung ini cocok untuk kue kering, biskuit, pastel dan kue yang tidak perlu fermentasi. Jika melihat sifatnya, tepung biji saga pohon yang tergolong gluten free (tidak memiliki gluten) juga memiliki daya serap terhadap air yang rendah, sehingga lebih cocok digunakan untuk membuat cookies yang tidak memerlukan fermentasi (pengembangan adonan).

3.      Pemanfaatan Tepung Biji Saga Pohon Sebagai Makanan Alternatif Anak Penderita Autis
Autisme menurut Dr. Melly Budiman,Sp.KJ (Autis Info, 2009) merupakan gangguan perkembangan yang kompleks dan berat pada anak. Gejalanya bersifat individual dan tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Secara garis besar gejala ini merupakan gangguan komunikasi, berinteraksi, dan gangguan perilaku. Ada juga yang berpendapat bahwa autisme mempunyai gangguan metabolisme yaitu kekurangan enzim yang berkaitan dengan pencernaan gluten dan casein. Karena metabolisme tidak sempurna, maka proses pencernaan protein bukan menghasilkan asam amino, tapi malah menjadi zat racun semacam opioid yang jika masuk ke otak akan memicu agresivitas.
Menurut Dr. Sri Achadi Nugraheni penyandang autisme dewasa ini cenderung meningkat. Penelitian terakhir dari Autism Reseach Centre of Cambridge University menyebutkan ada 58 anak autis per 10.000 kelahiran. Menurutnya 10 tahun lalu hanya ada sekitar 2-4 anak autis per 10.000 kelahiran, sehingga di Indonesia diperkirakan lahir 6.900 anak autis per tahun, penyandang autis kemungkinan dapat diatasi dengan makanan atau minuman tertentu, sebab makanan dan minuman memiliki pengaruh cukup besar bagi kehidupan. Ada penelitian yang menyatakan bahwa diet terhadap makanan dan minuman yang mengandung gluten (protein dari gandum) dan casein (protein dari susu) berpengaruh besar terhadap autisme.
Menurut Tuti Soenardi, dan Susirah Soetardjo (2009) berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein. Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Makanan yang dihindari oleh anak penderita autis adalah :
a.       Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
b.      Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
c.       Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
d.      Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.
e.       Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Berdasarkan data tersebut salah satu makanan alternatif yang dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah tanaman Saga pohon ( Adenanthera pavonina) yang dapat dijadikan tepung terigu. Tepung tersebut dapat dijadikan berbagai olahan makanan seperti cake, cookies (kue kering), pastel, biscuit, dan lainnya. Tepung biji saga merupakan jenis terigu gluten free, yang artinya aman untuk dikonsumsi oleh anak penderita autis. Dengan memanfaatkan tepung biji saga pohon khasanah makanan untuk anak penderita autis akan lebih berfariasi.

F.     PENUTUP
Saga pohon (Adenanthera pavonina) adalah pohon yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinya kecil berwarna merah. Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein yang lebih besar dari protein yang dihasilkan oleh kedelei. Biji saga pohon (Adenantera pavonina L) merupakan tanaman asal daerah tropis dan hampir ditemukan semua pulau di Indonesia. Belum banyak pemanfaatan biji saga pohon sebagai makanan. Dalam makalah ini penyususn mencoba membuat tepung biji saga pohon yang hasilnya akan dimanfaatkan untuk membuat cookies atau kue kering. Berdasarkan hasil penelitihan terdahulu dan berdasarkan sifatnya, tepung biji saga tergolong jenis tepung gluten free yang dapat dimanfaatkan atau dbaik dikonsumsi oleh anak penderita autis.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar