Sabtu, 16 Juni 2012

Pengaturan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia


Indonesia memiliki pengklasifikasian pendidikan kejuruan yang agak unik dan sedikit berbeda dengan yang diterapkan di negara lain. Secara keseluruhan, jenis-jenis pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 15. Pasal ini berbunyi: “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.” Ada 3 jenis pendidikan yang masuk kedalam kategori PTK (pendidikan teknologi dan kejuruan) yaitu kejuruan, profesi dan vokasi. 

16 Prinsip Pendidikan Vokasional dari Prosser


Dr. Charles Allen Prosser (1871-1952) adalah seorang praktisi dan akademisi Amerika Serikat yang sering dianggap sebagai bapak pendidikan kejuruan, terutama di Amerika. Prosser juga adalah seorang guru Fisika dan Sejarah di New Albany High School dan mendapatkan gelar PhD dari Columbia University. Di kalangan akademisi pendidikan vokasi dan kejuruan di Indonesia, Prosser cukup dikenal sebagai penyusun 16 Prinsip Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser. Prosser yakin bahwa sekolah harus membantu para siswanya untuk mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan tersebut dan terus maju dalam karir. Prosser yakin bahwa harus ada sekolah vokasional untuk publik sebagai alternatif terhadap sekolah umum yang sudah ada. Sekolah vokasional yang dimaksud adalah sekolah yang menyediakan pelajaran untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di industri. Prosser percaya bahwa pendidikan vokasional di jenjang sekolah menengah atas akan mampu menjadikan para siswa lebih independen.

Filosofi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


Pendidikan teknologi dan kejuruan berakar dari pemikiran dan filosofi yang telah berkembang di dunia ini sejak ribuan tahun yang lalu. Pendidikan jenis ini adalah kebutuhan dasar manusia yang berkembang seiring majunya peradaban manusia. Perkembangan pendidikan vokasi sangat tergantung pada perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan vokasi harus adaptif dan fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Pendidikan jenis ini akan terus berkembang di masa depan dimana peran SDM berkualitas semakin tinggi. Globalisasi juga akan sangat berperan karena penyediaan tenaga kerja berkualitas akan terjadi tanpa mengenal batas geografis. Berikut analisis perjalanan pendidikan vokasi dan relasinya dengan pendidikan teknologi dan kejuruan.

Mengukur Keberhasilan Pendidikan Vokasi


Sebagai insan pendidikan, kita harus selalu bertanya ke diri kita sendiri, sudahkah yang kita lakukan itu "berhasil"? Ini pertanyaan sangat penting agar kita tidak sekedar "terus bekerja" dan mengabaikan dampak apa yang kita kerjakan bagi masyarakat. Demikian juga dalam pendidikan vokasi atau di Indonesia sering diterjemahkan sebagai pendidikan kejuruan dan teknik. Berikut sedikit referensi yang saya kutip dari buku Foundations of Vocational Education yang ditulis oleh John Thompson (1973). Walau sangat "Amerika" namun dalam banyak hal konsep yang ditawarkan bersifat universal. Thompson beranggapan bahwa pendidikan vokasi harus diukur dari keberhasilan dan efisiensi ekonomi yang dihasilkan. Pendidikan vokasi adalah anak dari pembangunan ekonomi suatu bangsa. Pendidikan vokasi diselenggarakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karenanya keberhasilan pendidikan vokasi harus dilihat dari sisi ekonomi. Efisienkah? Konsep pemikiran berbasis ekonomi ini telah dipakai sejak lama.

Definisi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


Pendidikan teknologi dan vokasi (bisa juga diterjemahkan pendidikan teknologi dan kejuruan atau disingkat PTK) atau dalam istilah berbahasa Inggris technical and vocational education, menurut UNESCO Convention on Technical and Vocational Education, bermakna "... merujuk pada segala bentuk dan jenjang dalam proses pendidikan yang melibatkan pengetahuan umum, studi teknologi dan sains terkait, serta penguasaan ketrampilan praktik, pengetahuan, perilaku dan pengertian terkait pekerjaan dalam berbagai sektor ekonomi dan kehidupan sosial". PTK dapat disediakan oleh "... institusi pendidikan atau melalui program kerjasama yang diselenggarakan bersama oleh institusi pendidikan di satu pihak dengan berbagai pihak yang terkait dunia kerja dari industri, pertanian, komersial, dll". Jadi PTK adalah suatu bidang yang sangat luas karena bisa melibatkan berbagai pihak mulai dari institusi pendidikan (dan pelatihan), bisa yang berstatus negeri atau swasta, bisa berada dibawah kementrian/dinas pendidikan atau instansi teknis lain, bisa pula diselenggarakan oleh satu pihak atau kerjasama dua atau lebih pihak, bisa pula berbentuk pendidikan durasi panjang atau pelatihan durasi pendek. 

Model Penyelenggaraan Unit Produksi SMK

Oleh Dr. Tawardjono Usman.



Unit produksi merupakan program pemerintah dalam upaya untuk memajukan SMK, jika sekolah telah berhasil melaksanakan unit produksi dengan baik, maka selanjutnya dapat mengarah menjadi teaching factory, yaitu sebuah program yang mengintegrasikan pembelajaran dengan proses produksi, sehingga siswa memiliki pengalaman langsung bekerja di industri dan diharapkan jiwa wirausaha mereka juga dapat berkembang. 


Hasil penelitian diantaranya, dari 7 SMKN yang mempunyai program studi Otomotif dan menyelenggarakan unit produksi dengan baik, ternyata hanya 1 SMK yang terbukti berhasil dalam pengelolaan unit produksi dan berhasil menjadi teaching factory yaitu SMKN 2 Pengasih Kulon Progo. Selain itu ditemukan bahwa perencanaan unit produksi SMK bidang Otomotif di DIY belum dilaksanakan secara optimal. Pelaksanaannya pun belum sesuai dengan harapan karena minimnya prosedur operasional baku. Dalam pengawasannya juga masih bersifat insidental, sehingga perkembangan unit produksi dapat dikatakan masih jalan di tempat. Dukungan dari pemerintah, motivasi belajar siswa yang tinggi serta tanggapan masyarakat yang positif terhadap adanya unit produksi di SMK merupakan beberapa faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan manajemen unit produksi di SMK. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan unit produksi diantaranya belum sinkronnya penanganan manajemen unit produksi antara Dinas Pendidikan dengan sekolah, sulitnya mensinkronkan jadwal teori di kelas dengan jadwal praktek di bengkel, kurangnya SDM yang berkualitas dan profesional yang menangani unit produksi, dan kurangnya penghargaan kepada guru pelaksana unit produksi.