Rabu, 25 Januari 2012

SMK dan Permasalahannya


Ujian Akhir Semester
S2 PTK 2011/2012


1.      Link and Match. Konsep “Link and Match” pada pendidikan kejuruan (SMK) menuntut praktik industri yang memadai bagi siswa-siswa SMK. Namun dilain  pihak peluang praktik industri juga sangat terbatas. Dalam situasi yang demikian dikhawatirkan sulit bagi lulusan SMK memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.
Pertanyaan:
  1. Kemukakan pengertian dan makna dari konsep Link and Match pada SMK.
  2. Kemukakan hal-hal apa yang dapat dilakukan  untuk dapat menerapkan konsep link and match pada SMK selain praktik ke industri.
 Jawab:
Konsep “link and match” pada dasarnya adalah konsep “supplay-demand” dalam arti luas, yaitu dunia pendidikan sebagai penyiapan  SDM, dan individu, masyarakat, serta dunia kerja sebagai pihak yang membutuhkan. Ada empat aspek kebutuhan yang perlu diantisipasi oleh pendidikan, yaitu
1)      Kebutuhan pribdai atau individu,
2)      Kebutuhan keluarga,
3)      Kebutuhan masyarakt atau negara,
4)      Kebutuhan dunia kerja atau dunia usaha.

Diantara kebutuhan tersebut, kebutuhan atau tuntutan dunia kerja atau industri, dirasakan amat mendesak, maka prioritas “link and match” diberikan pada pemenuhan kebutuhan dunia kerja (Wardiman J., 1994:15-16).
Penerapan kebijaksanaan link and match pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal ini sebagai usaha untuk mencari titik temu antara dunia pendidikan sebagai produsen dan dunia kerja atau industri sebagai konsumen. Menurut Sanjay a(2009:33), tujuan gerakan link and match adalah “untuk mendekatkan pemasok (supplier) dengan mutu sumber daya manusia, terutama yang berhuhungan dengan kualitas ketenagakerjaan”. Sedangkan konsep  dasar penerapan pendidikan sistem ganda itu sendiri adalah penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan secara sistematis dalam kegiatan pendidikan di sekolah dengan kegiatan pendidikan (praktek) di dunia industri. Sebagai realisasi dari kebijakan tersebut, maka dicanangkan konsep pendidikan sistem ganda (PSG atau Dual Base System).
Untuk menciptakan “link and match” antara pendidikan dan dunia kerja atau industri, diperlukan usaha-usaha secara reciprocal antara kedua pihak. Dunia kerja atau idustri dituntut untuk lebih membuka diri terhadap pendidikan, baik dalam arti sikap maupun tindakan nyata, termasuk menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di pihak lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap perencanaan sampai implementasi dan evaluasinya sehingga kebijakan “link and match” mempunyai arti yang maksimal, sesuai dengan tujuannya.Adapun strategi dasar implementasi untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam “link and match” adalah :
1)      Menggiatkan kunjungan lapangan dan praktek lapangan sebagai bagian integral kurikulum
2)      Meningkatkan program magang di dunia usaha/industri
3)      Meningkatkan jumlah dan mutu sarana, prasarana, dan tenaga
4)      Meningkatkan daya tarik SMK sebagai pilihan yang mempunyai prospek yang baik untuk masa depan.


2.    Vokasionalisasi Pendidikan. Pentingnya peningkatan pendidikan kejuruan (vokasionalisasi pendidikan) telah mendapat pengakuan dari pemerintah. Upaya peningkatan jumlah SMK dibanding jumlah SMU  merupakan bukti dari pengakuan tersebut..Konsep vokasionalisasi pendidikan  di Indonesia ditempuh dengan menambah populasi SMK secara signifikan di berbagai daerah. Banyak laporan tentang kekurang siapan dalam  pembukaan SMK baru. 
Pertanyaan:
  1. Sebutkan faktor-faktor yang harus dipersiapkan sebelum  sebuah SMK baru menerima siswa baru.  
  2. Sebutkan upaya yang harus dilakukan kepala SMK untuk membenahi SMK baru tanpa  persiapan yang memadai, namun telah menerima siswa.
 Jawab:
Faktor yang harus dipersiapkan sebelum sebuah SMK atau lembaga perguruan tinggi membuka penerimaan mahasiswa baru adalah:
1)      Pembelajaran
Menyiapkan Kurikulum atau standar kompetensi. Untuk mendukung pembelajaran pendidikan kejuruan diperlukan pengembangan  kurikulum yang bersinergi dengan kebutuhan dunia industri. Kurikulum di SMK menggunakan berbagai pendekatan, seperti:
a)      Pendekatan akademik,
b)      Pendekatan kecakapan hidup (life skills),
c)      Pendekatan kurikulum berbasis kompetensi (competency – based curriculum),
d)     Pendekatan kurikulum berbasis luas dan mendasar (broad based curriculum),
e)      Pendekatan kurikulum berbasis produksi (production based curriculum).
2)      Organisasi Lembaga
Setiap sekolah atau lembaga harus memiliki struktur organisasi, yang terdiri dari kepala sekolah atau ketua jurusan, ketua program studi, wakil kepala sekolah (bidang kemahasiswaan, bidang kurikulum, bidang, dll). Selain itu juga sekolah atau lembaga harus mempersiapkan staf pendidik dan tenaga kependidikan (guru, dosen, atau instruktur)
3)      Fasilitas Pembelajaran
Sekolah atau lembaga harus memiliki dan menyiapkan sarana dan prasarana yang lengkap sebagai penunjang pembelajaran, jumlah rasio sarana dan prasarana harus didesuaikan dengan jumlah peserta didik.
4)      Hubungan Kerjasama
Sekolah atau lembaga memerlukan adanya wadah antara dunia industri khususnya kamar dagang indonesia dengan dunia pendidikan yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Oleh karena itu lembaga pendidikan perlu menjalin hubungan dengan industri.
5)      Pendanaan atau pembiayaan
Sudah merupkan rahasia umum bahwa pelaksanaan pembelajaran kejuruan memerlukan pembiayaan yang sangat besar. Adanya keengganan dari pihak industri atau dunia kerja untuk memberikan pembiayaan kepada peserta didik  menyebabkan sulitnya melaksanakan program kejuruan, oleh karena itu lembaga perlu menyiapkan pendanaan atau pembiayaan.
6)      Promosi
Sebelum melaksanakan penerimaan mahasiswa baru, lembaga harus melakukan promosi terlebih dahulu, sehingga calon peserta didik akan tertarik dan masuk kedalam lembaga tersebut.

b.      Upaya  kepala SMK  dalam  membenahi  SMK baru tanpa  persiapan yang memadai:
1)      Melakukan sosialisasi untuk membangun komitmen seluruh warga sekolah.
2)      Menumbuhkan kesadaran warga sekolah untuk melakukan perubahan.
3)      Memberikan teladan, dan memberikan motivasi terhadap warga sekolah.
4)      Melakukan peninjauan visi dan misi sekolah.
5)      Membenahi kurikulum dan model pembelajaran.
6)      Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
7)      Membenahi management.
8)      Memperbaiki sarana dan prasarana.
9)      Menjalin kerja sama dengan DU/DI, dan memanage  pendanaan sekolah.
10)  Mendorong agar warga sekolah mau mengembangkan diri melalui kegiatan seminar, training, pelatihan, diklat, dan meningkatkan kualifikasi pendidikan.


3.   Kemampuan berwiraswasta. Lulusan SMK diharapkan disamping dapat bekerja (employed) juga diharapkan mampu bekerja sendiri (self-employed). Ditengah situasi kriris ekonomi sekarang ini lulusan SMK kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan tempat bekerja yang sesuai. Oleh karena itu lulusan SMK diharapkan pula mempunyai kemampuan berwiraswasta agar mampu membuka pekerjaan sendiri..
Pertanyaan:
a. Menurut pendapat sdr. apa yang menjadi permasalahan yang mengakibatkan  kreatifitas  lulusan SMK berwiraswasta rendah.
b. Uraikan pendapat sdr. langkah-langkah apa yang perlu ditempuh SMK agar lulusannya memiliki kemampuan berwiraswasta yang memadai.   

Jawab:
Sebagai calon tenaga profesional, siswa atau mahasiswa selain dituntut untuk menguasai kopetensi-kompetensi yang diberikan, juga dituntut untuk menjadi seorang individu yang kreatif, sehingga dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik itu dalam menghasilkan produk atau memberikan pelayanan berupa jasa.
Disamping itu, selain disiapkan untuk menjadi calon tenaga profesional, dalam pendidikan formalnya seorang siswa atau mahasiswa juga dibekali pengetahuan dan keahlian untuk berwiraswasta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam berwirswasta dibutuhkan kreatifitas-kreatifitas, baik dalam pengelolaannya atau dalam menghasilkan produk dan jasa. Sehingga usaha dapat berjalan dengan lancar. Namun pada kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang memiliki kreatifitas-kreatifitas tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis, rendahnya kreatifitas  mahasiswa dikarenakan:
1)      Mahasiswa kurang atau bahkan tidak memiliki keinginan  untuk berfikir yang memungkinkan mereka dapat bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh.
2)      Tidak disiplinnya mahasiswa dalam menanage segala sesuatunya.
3)      Masih melekatnya sifat ketergantungan atau tidak mandiri, dan saling mengandalkan antar yang satu dengan yang lainnya.
4)      Mahasiswa tidak memiliki imajinasi dan fantasi, sehingga pemikiran hanya berada pada jalur realita saja.
5)      Mahasiswa merasa rendah diri dan minder, sehingga mereka tidak bangga atas karyanya.
6)      Mahasiswa tidak dapat out of the box dan cenderung androgini psikologis, mereka cenderung berjalan pada konteks ”teks book” dan realita.
7)      Adanya ketakutan terhadap dosen apabila mereka ”out of the box” atau menunjukan kecendrungan androgini psikologis dalam menghasilkan inovasi.
8)      Kurangnya dukungan penuh dari dosen, berupa apresiasi, dukungan moril atau berupa bimbingan.
9)      Kurangnya bimbingan dosen terkiat pembekalan menjadi seorang wirausaha.

Langkah-langkah dalam membekali Mahasiswa untuk menjadi seorang wiraswasta:
1)      Dosen memberikan basic theory mengenai pengatahuan berwiraswasta, dalam hal ini mahasiswa sudah dibekali dengan mata kuliah Kewirausahaan dan Managemen Bisnis. Selanjutnya mahasiswa disiapkan untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan informasi, mempelajari pola berfikir dari orang lain, dan mengadakan tanya jawab atau brain stoarming dengan teman dan dosen.
2)      Dalam proses pembelajaran tersebut mahasiswa tidak hanya belajar by text book saja, tetapi mahasiswa juga belajar berdasarkan pengalaman dalam berwiraswasta. Sebagai contoh:
Di Prodi Pendidikan Tata Boga, mahasiswa selama satu smester telah dibekali mata kuliah Kewirausahaan, dimana mahasiswa diarahkan untuk dapat membuat business plan dan membuat bisnis kecil. Kemudian dalam Mata Kuliah Management Bisnis Patiseri, mahasiswa diberikan teori-teori kewirausahaan yang mengarah pada bisnis atau proyek bersekala besar, dengan teori bisnis yang lebih mendalam pula.
Implementasi dari mata kuliah tersebut, diaplikasikan dalam mata kuliah Praktek Usaha Boga, dimana mahasiswa secara berkelompok diberikan tugas untuk mengelola cafe. Dalam pelaksanaannya mahasiswa diberikan modal usaha oleh dosen, dan diharapkan modal tersebut dapat berputar sehingga menghasilkan keuntungan.
Mata kuliah Management Bisnis Patiseri diaplikasikan oleh mahasiswa dalam mata kuliah Bisnis Patiseri. Dalam pelaksanaannya mahasiswa secara berkelompok dituntut untuk membuat usaha pastry, dimana mahasiswa diwajibkan untuk membuat proposal business plan lalu setelah pemdapatkan ACC, dosen akan memberikan modal untu mendirikan bisnis tersebut.
Pengaplikasian kewirausahaan berlangsung selama satu semester, artinya pembelajaran dilakukan diluar bangku perkuliahan. Namun, dosen tetap memantau proses pelaksanaannya, dan mahasiswa diberikan kepercayaan untuk mengelolanya
3)      Dosen memberikan arahan, motifasi dan apresiasi kepada mahasiswa, sehingga kepercayaan diri mahasiswa akan tumbuh.
4) Tanamkan sifat berani menghadapi resiko dan penuh perhitungan dengan memberikan kepercayaan penuh untuk mahasiswa.
5)   Dengan adanya aplikasi berwirausaha, diharapkan mahasiswa dapat meneruskan usahanya diluar konteks pembelajaran.


4.      Rendahnya mutu lulusan  di SMK. Permasalahan yang menyebabkannya antara lain: a. Guru kurang pengalaman praktik di industri; b.Sekolah kekurangan fasilitas praktik; c. Jumlah siswa yang melebihi kapasitas; d..Terbatas tempat praktik di industri. e. Iklim pembelajaran di sekolah kurang  berorientasi kerja.
Pertanyaan:
a. Coba jelaskan satu persatu bagaimana ke 5 (lima)  aspek (a sd e) di atas ikut mempengaruhi mutu   lulusan SMK.
b. Jelaskan bagaimana upaya memperbaiki masalah iklim pembelajaran di sekolah kurang berorientasi kerja.

Jawab:
Aspek rendahnya mutu lulusan SMK
1)      Guru kurang berpengalaman praktik di industri
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut  keahlian dari para personilnya, artinya, pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan atau latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi  (in-service-training).
Berdasarkan pengertaian tersebut maka agar mutu lulusan, baik itu di SMK atau di perguruan tinggi teknik  berkualitas maka mutu guru atau dosen yang mengajar di harus berkualitas, professional dan memiliki kompetensi yang bagus, khususnya untuk dosen yang mengajar mata kuliah kejuruan profesi (MKKP) atau guru bidang produktif perlu pegalaman praktik di industri. Menurut Kunandar (2007: 55), kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi:
a)      Kompetensi pedagogik;
b)      Kompetensi kepribadian;
c)      Kompetensi profesional dan;
d)     Kompetensi sosial.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dengan pengalaman di industri seorang pengajar dapat mendiseminasi pengetahuannya tentang dunia kerja atau dunia industri kepada mahasiswanya.
2)      Jumlah siswa yang melebihi kapasitas
Jumlah peserta didik dalam kelas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Menurut Robinson, Wittebold, dan Slavin (1989) interaksi antara guru dengan siswa pada kelas kecil lebih intensif.  Dalam penelitian tersebut diterapkan jumlah kapasitas siswa  dan tempat praktek harus disesuaikan, artinya setiap peralatan untuk praktek harus berjumlah sama dengan kapasitas siswa, atau paling tidak untuk jumlah alat-alat besar disesuaikan dengan jumlah peserta didik, sehingga setiap peserta didik memiliki kompetensi yang sama dalam hal  praktek dan teori dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu lulusan.
3)      Terbatasnya tempat praktik industri
Selama ini, industri dimanfaatkan oleh sekolah sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi produksi.  Mahasiswa  terkadang melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan dengan secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain itu mahasiswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan mahasiswa pada dunia wirausaha. Mahasiswa  terkadang  menggunakan industri sebagai objek wisata-belajar dengan sekedar mengamati dan melihat-lihat dari kejauhan proses produksi di industri. Mereka juga kadang-kadang mendapatkan informasi dari pengelola industri tentang organisasi dan para pengelolanya.
Mutu lulusan SMK ditentukan oleh standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI).  Dengan adanya SKKNI ini memudahkan pemerintah mengembangkan program pembinaan SDM, membantu proses perekrutan oleh perusahaan, dan sebagai acuan untuk merumuskan sistem pengujian dan sertifikasi. Berdasarkan SKKNI ini mutu lulusan SMK diharapkan trampil dibidang kejuruan.
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga perguruan tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek kerja diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang bagus. Peran industri semakin penting  karena perkembangan teori pendidikan dan pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DUDI sebagai tempat belajar cara kerja yang efektif.

4)      Sekolah kekurangan fasilitas praktik
Faktor lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek, laboratorium atau balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di pendidikan kejuruan. Pembekalan melalui praktik sangat berguna dalam mempersiapkan kompetensi peserta didik yang siap bekerja. Praktik dalam kegiatan belajar mengajar baik itu di SMK atau di perguruan tinggi teknik dan kejuruan dilakukan dalam lingkungan sekolah atau lingkungan kampus sendiri, yaitu dalam ruang praktik atau laboratorium., pada unit-unit produksi yang dimiliki, juga dilakukan dalam dunia industri melalui praktik kerja industri.
Untuk itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK terutama fasilitas laboraturium praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak sekolah dapat mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas akses dan kemudahan bagi siswa SMK.

5)      Iklim pembelajaran disekolah kurang berorientasi kerja
Seorang mahasiswa pasti tumbuh dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Lingkungan perguruan tinggi pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan fisik berupa berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pencapaian tujuan dan lingkungan non fisik berupa basic value atau nilai dasar yang dikembangkan pada suatu lembaga. Lingkungan kedua ini lazim disebut sebagai budaya lembaga. 
Iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap dosen, hubungan yang harmonis antara mahasiswa  dengan dosen dan antara para mahasiswa  itu sendiri. Iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktifitas serta kreativitas peserta didik. Karena pengembangan KTSP menggunakan pendekatan kompetensi, dan berlandaskan aktivitas serta kemampuan berfikir peserta didik (student activity and thinking skill), pengembangan KTSP memerlukan ruangan yang fleksibel, serta mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Luas ruangan dengan jumlah peserta didik juga perlu diperhatikan, bila pembelajaran dilakukan diruang tertutup; sedang ditempat terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari lingkungan sekitar. Sarana dan media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata sedemikian rupa, demikian halnya dengan penerangan jangan sampai mengganggu pandangan peserta didik.
Dikatakan nilai-nilai yang menjadi muatan program belum membudaya. Atau budaya kerja pegawai (mental) yang ada dianggap sulit berubah. Jika ada nilai baru yang penerapannya memerlukan perubahan dan perubahan itu oleh penguasa dianggap dapat merugikan kepentingannya, maka yang dijadikan dasar penolakan terhadap nilai baru itu adalah budaya, dan lain sebagainya. Demikian halnya, dalam suatu lembaga pendidikan, banyak program yang kurang terlaksana dengan baik karena belum adanya budaya yang kondusif. Cita-cita lembaga pendidikan untuk mewujudkan civitasnya sebagai masyarakat pembaca (learning society) kurang berhasil karena belum adanya budaya gemar membaca di kalangan sivitasnya.
b.      Untuk memperbaiki iklim pembelajaran yang berorientasi kerja dapat dilakukan dengan cara :
1) Penyesuaian Kurikulum atau Standar Kompetensi di sekolah dengan dunia kerja secara berkelanjutan,
2)      Pengadaan staf pendidik dan tenaga kependidikan yang  kompeten,
3)      Memiliki sarana dan prasarana yang memadai,
4)      Menerapkan konsep situated learning,
5)      Mempunyai hubungan dengan dunia industry
6)      Memiliki lembaga penyedia work based learning (WBL)
7)      Mengadakan assessment dan evaluasi,
8)      Menumbuhkan jiwa kewirausahaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar