Rabu, 25 Januari 2012

FILSAFAT: Kebenaran Indrawi


Nanda Harianto
nandaharianto@gmail.com


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, mengembangkan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Problematik mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu tumbuh dan berkembangnya ilmu filsafat. Filsafat merupakan titik awal lahirnya ilmu, dengan mempelajari filsafat makan seseorang akan mampu berfikir lebih mendalam tentang suatu hal sehingga mampu menangkap makna dan kebenaran dari hal yang direnungkannya itu. Berdasarkan tingkatannya, Kebenaran dapat dibedakan menjadi empat lapis; kebenaran indrawi, kebenaran ilmiah, kebenaran filsafat, kebenaran religi. Pada makalah ini akan dibahas kebenaran indrawi, bagaimana panca indra yang dimiliki manusia dapat mencari kebenaran, serta bagaimana panca indra dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan.


B.      RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini dapat dirumuskan masalah sebagai beikut;
1.      Bagaimana mencari kebenaran dengan menggunakan panca indra?
2.      Bagaiman panca indra digunakan untuk memperoleh pengetahuan?

C.      TUJUAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu, makalah ini juga dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana panca indra dapat digunakan untuk mencari kebenaran, bagaimana panca indra dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan.

D.     SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun atas empat bab;
1.      Bab I Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, sistemetika penulisan.
2.      Bab II Landasan Teori, bab ini berisi mengenai materi yang menunjang dalam menjawab permasalah pada latar belakang yang dirumuskan dalam rumusan masalah.
3.      Bab III Pembahasan, bab ini berisi mengenai pembahasan masalah dengan ditunjang materi serta pandangan penulis.
4.      Bab IV Penutup, bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dari kajian materi ini.


BAB II
LANDASAN TEORI

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan objek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia, manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus hakikat kebenaran.
A.      PENGERTIAN KEBENARAN
Kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): keadaan (hal dsb) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya; sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar) ada; kelurusan hati; kejujuran. Berdasarkan tingkatannya kebenaran dapat dibagi menjadi empat:
1.      Kebenaran inderawi adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia
2.      Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh melalui kegiatan yang sistematik, logis, dan etis
3.      Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang diperoleh melalui renungan mendalam untuk mengolah kebenaran itu lebih tinggi nilainya
4.      Kebenaran religi adalah kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkatan kebenaran ini berbeda-beda, sifat dan kualitasnya, bahkan proses dan cara terjadinya, disamping potensi subjek yang menyadarinya. Potensi subjek yang dimaksud ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu, misalnya tingkat kebenaran indra, potensi subjek yang menangkapnya adalah indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakan sejalan dengan kematangan kepribadiaanya. Ukuran kebenarannya berdasarkan berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran, apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan suatu ukuran kriteria kebenaran. Dalam memperoleh kebenaran terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Bagi yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunyacara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Bagi golongan ini, pengetahuan itu bukan didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, namun melalui pengalaman yang konkrit.

2.      Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio, upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir,sehingga dengan kemampuannya tersebut manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.

3.      Pendekatan Intuitif
Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalkan Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah yg dihadapi.

4.      Pendekatan Religius
Kita sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya untuk memperoleh kebenaran denganjalan seperti ini disebut sebagai pendekatan religious.

5.      Pendekatan Otoritas
Yang dimaksud dengan pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki kelebihan tertentu disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.

B.      PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya, misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan  adalah  hasil  olah  pikir  manusia  dalam  merespons  berbagai fakta atau gejala atau fenomena  yang  dihadapinya  yang  disusun  secara  sistematis sehingga menghasilkan  konsep  yang  bermanfaat  bagi  penyelesaian  suatu pekerjaan.
Berdasarkan terjadinya pengetahuan, pengetahuan dapat dibagi menjadi dua, pengetahuan apriori atau aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Terdapat enam alat untuk memperoleh pengetahuan (Surajiyo, 2009: 55):
a.      Pengalaman indra
b.      Nalar
c.       Otoritas
d.      Intuisi
e.      Wahyu
f.        Keyakinan
Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada keidaknormalan dalam alat itu.
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya.
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus maupun untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan.
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu.
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan sangat sukar untuk dibedakan dengan jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakan adalah kepercayaan.

C.      TEORI-TEORI KEBENARAN
Terdapat beberapa teori kebenaran sebagai berikut (Jujun, 1984 : 55):
1.      Teori koherensi
2.      Teori korespondensi
3.      Teori pragmatis
Teori koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan – pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita menganggap benar bajwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Polan adalah seorang manusia dan si Polan akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama. Matematikan adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar yakni aksioma, dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu teorema, di atas teorema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Teori korespondensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970). Bagi penganut teori korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memeng menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa “ Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu adalah tidak benar, sebab tidak terdapat objek dengan pernyataan tersebut, dalam hal ini maka secara faktual “Ibu Kota Republik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta.”
Kedua teori kebenaran ini yakni teori koherensi dan teori korespondensi, kedua-duanya dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif mempergunakan teori koherensi, sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta – fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914), menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifa fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Sekiranya ada orang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X tersebut dianggap benar, sebab teori X ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.

D.     INDERA
Indera atau indria merupakan alat penghubung/kontak antara jiwa dalam wujud kesadaran rohani diri dengan material lingkungan, dalam ajaran Hindu indria ada sebelas macam dan disebut sebagai eka dasa indriya. Lima macam indera berfungsi sebagai alat sensor dalam bahasa Sansekertanya disebut panca budi indriya dan dalam bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai panca indera yaitu: alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), dan alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba). Lima jenis lagi disebut panca budi indria sebagai alat gerak yaitu tangan untuk mengambil, kaki untuk berjalan, anus untuk membuang air, mulut sampai hidung untuk bicara-bernapas-makan, alat kelamin untuk menikmati hubungan kelamin. Indria yang kesebelas merupakan indera utama yang mengontrol jalannya kesepuluh indera yang lain. Indera kesebelas ini adalah pikiran sebagai kendali segala aktivitas diri (wikipedia).


BAB III
PEMBAHASAN
Kebenaran indrawi merupakan kebenaran yang yang paling sederhana, karena kebenaran ini hanya melibatkan panca indra dalam mencari kebenarannya, pada  umumnya  manusia  dalam  menilai  sekelilingnya  berdasarkan  informasi inderawi  seperti  api,  panas,  batu,  senjata,  pohon  dan lain-lain. Kebenaran  yang  diperoleh cenderung bersifat kebenaran inderawi. Kebenaran ini dapat dilakukan oleh semua orang. Kebenaran  inderawi  terkadang  menyesatkan seperti  Gunung  berwarna  biru, bintang di langit kecil, tiang telepon bergerak ketika kita naik Kereta Api Cepat., misal berdasarkan gambar 1
Gambar 1. Pensil dimasukan dalam gelas berisi air
Gambar 1 memperlihatkan pensil yang dimasukan ke dalam gelas, hasil yang terlihat adalah pensil itu akan terlihat patah dilihat dari samping, jika langsung menggunakan kebenaran indra tanpa mengkaji terlebih dahulu, maka akan didapatkan kebenaran berupa air yang dimasukan ke gelas akan membengkokan pensil, padahal yang sebenarnya adalah pensil itu tidak bengkok.
Kebenaran inderawi kadang menyesatkan, untuk mengatasi hal ini diperlukan penalaran atau berpikir untuk menguji kembali fakta-fakta inderawi, sehingga kebenaran yang didapatkan dari panca indra itu dapat digunakan sebagai kebenaran. Fakta-fakta indra juga dapat menimbulkan pengetahuan, berdasarkan cara memperoleh pengetahuan, indra dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan, berupa pengalaman indra, seperti yang ditunjukan pada gambar 1, dari gambar tersebut dapat diketahui pensil terlihat bengkok, sehingga orang akan mengkaji dan mencari kebenaran yang menyebabkan pensil itu terlihat bengkok, disana akan terlahir pengetahuan yang menyebabkan pensil tersebut bengkok, berupa kerapatan benda, pengetahuan berdasarkan pengalaman ini disebut pengetahuan aposteriori.


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.      KESIMPULAN
1.      Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dengan objek, di mana persesuaian itu dapat dikaji dan ditentukan ketepatannya dengan menggunakan indera yang dimiliki manusia.
2.      Kebenaran inderawi adalah kebenaran yang paling sederhana, kebenaran yang diperoleh melalui panca indra kita dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
3.      Kebenaran inderawi kadang menyesatkan, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan penalaran atau berpikir untuk menguji kembali fakta-fakta inderawi.
4.      Fakta-fakta indra dapat menimbulkan pengetahuan, dengan cara mengkaji fakta-fakta yang diperoleh dari kebenaran inderawi.
5.      Pengetahuan yang didapat dari pengalaman indera atau pengamatan empiris adalah pengetahuan aposteriori.

B.      REKOMENDASI
1.      Bagi yang akan membahas kebenaran inderawi dibutuhkan kajian teoritis yang lebih luas, sehingga mendapat kejelasan dari kebenaran inderawi ini.
2.      Bagi berbagai pihak kebenaran akan sesuatu hendaklah tidak dilihat hanya dari kebenaran inderawi saja, karena kebenaran ini kadang menyesatkan, dibutuhkan pemikiran untuk menguji fakta-fakta inderawi, karena yang terlihat tidak selalu seperti yang terlihat.


DAFTAR PUSTAKA
_________. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://kamusbahasaindonesia.org/kebenaran. (15 November 2011).
Anwar, Syaful. (2011). Riset Untuk Widyaiswara dan Penjabat Publik. [Online]. Tersedia: http://www.bppk.depkeu.go.id/ webbc/images/stories/file/2011/artikel/ Riset% 20 Untuk%20Widyaiswara%20d.pdf. (15 November 2011).
Gahral, Donny. (2011). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: Koekoesan.
Surajiyo, Drs. (2009). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. (1984). Ilmu Dalam Prespektif. Jakarta: Gramedia.


1 komentar: