Nama :
Mauren Gitta Miranti S
NIM :
1104398
Mata kuliah :
Kepemimpinan dan Konseling PTK
Dosen :
Prof. Dr. H. Bachtiar Hasan, M. T.
UJIAN TENGAH
SEMESTER 2
1.
MERENCANAKAN
DAN MENGEMBANGKAN SOLUSI PERMASALAHAN DI SMK
SMK merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,
keterampilan dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan kinerja
apabila terjun dalam dunia kerja. Pendidikan SMK meningkatkan kemampuan siswa
untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian, serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja
dan mengembangkan sikap professional, namun dalam mengembangkan SMK terdapat
berbagai macam masalah, yaitu:
a.
Peningkatan
layanan dan penjaminan mutu akademik
Mutu akademik atau mutu
pendidikan memegang peranan penting dalam menghasilkan dan mencetak lulusan SMK
yang bermutu dan memeiliki kompetensi. Ada dua faktor yang dapat
menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau
tidak berhasil.
1)
Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar
kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti
penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana
pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output
(keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi
input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function
(Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan
(sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
2) Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di
tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro
(pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro
(sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan
permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan
akurat oleh birokrasi pusat.
Untuk meningkatkan mutu akademik dan pendidikan, sekolah diharapkan
dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut:
1) Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i)
memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii)
pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
2) Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk
memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini
merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan
harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini
bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan.
Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan
mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan
melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program
prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
3) Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara
nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari
standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa
materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan
lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang
secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap
arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal
yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
a) Pengembangan
kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b) Bagaimana
mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut
kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
sumber daya yang ada.
c) Pengembangan
berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di
sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai
melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup
berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi
lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang
tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun
sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan
mutu pendidikan.
4) Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen
(dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf
sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya).
Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan
kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar
sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks
ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan
terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan
tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula
mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
b.
Peningkatan
relevansi dan daya saing kurikulum
Masalah
krusial lain dari pengembangan SMK adalah kurangnya kerjasama (relevansi)
industry dengan sekolah dan belum sesuainya program keahlian SMK jurusan
teknologi Industri dengan potensi industri di suatu daerah yang menyebakan
program keahlian SMK industri yang ada kurang mendukung potensi industri
didaerah tersebut.
Kerjasama adalah suatu usaha atau kegiatan bersama yang
dilakukan oleh kedua belah pihak dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama
(Depdikbud, 1995). Dari definisi ini terkandung makna bahwa kedua belah pihak
perlu membuat kesaepakatan tentang tujuan maupun kegiatan kerjasama. Terkandung
pula makna bahwa kerjasama akan menyebabkan saling ketergantungan antara pihak
pertama dan pihak kedua dan hubungannya bersifat interakfif. Bagi SMK manfaat menjalin
kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:
1)
Kualitas program-program SMK dapat ditingkatkan atas bantuan
dan kerjasama dengan perguruan tinggi;
2)
Kerjasama dapat meringankan beaya penyelenggaraan dan
pengembangan SMK;
3)
Dengan kerjasama yang baik, SMK akan mampu mengikuti
perkembangan mutakhir pendidikan tinggi, khususnya iptek, sehingga apa yang
diajarkan di SMK tidak ketinggalan dengan perkembangan iptek saat ini;
4)
Kerjasama akan membantu ketercapaian tujuan SMK;
5)
Kerjasama dapat membantu meningkatkan wawasan dan
kemampuan guru tentang: apa yang harus diajarkan, bagaimana cara mengajar yang
lebih efektif dan efisien, bagaimana cara mengadakan penelitian yang berguna
untuk meningkatkan kuialitas siswanya, dan sebagainya.
Sedangkan bagi lembaga pendidikan tinggi, kerjasama
dengan SMK merupakan salah satu kewajiban yaitu melaksanakan pengabdian pada
masyarakat. Disamping itu lembaga pendidikan tinggi dapat mengirimkan
mahasiswanya untuk melaksanakan praktik kerja lapangan atau mengadakan
penelitian, dan sebagai tempat untuk melakukan penelitian dan
mengembangkan metode mengajar bagi dosen, dan sebagainya. Dengan demikian
melalui kerjasama dengan SMK diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan mengajar bagi mahasiswa melalui pengembangan praktik mengajar dan
praktik lapangan di SMK.
Untuk meningkatkan kualitasnya, SMK perlu bekerjasama dengan berbagai pihak
antara lain dunia usaha/industri, perguruan tinggi, dan masyarakat lainnya.
Kerjasama tersebut dilakukan atas dasar saling menguntungkan. Bidang-bidang
kerjasama yang akan dilakukan terlebih dahulu harus diidentifikasi dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi kedua belah pihak agar bermanfaat.
Dalam dunia
SMK terdapat satu model pembelajaran yang dikenal dengan sebutan WBL (Work
Based Learning). Munculnya WBL adalah karena terjadinya ketidak jelasan link
and match antara apa yang dipelajari di SMK dengan apa yang diharapkan di dunia
kerja. Menurut David Boud (2003:48) dalam Isma Widiati (2010:46) hubungan
antara mitra DuDi dengan institusi pendidikan secara khusus untuk membangun dan
membantu pembelajaran. Hubungan ini diperlukan untuk memungkinkan membangun
infrastruktur dalam membangun pembelajaran. WBL dapat terjadi jika pembelajaran
dilakukan ditempat kerja dan pembelajaran dilaksanakan dalam kondisi yang cukup
kondusif. Disamping itu proyek pelaksanaan pembelajaran dijalankan dengan
bentuk kerjasama sesuai dengan apa yang dibutuhkan ditempat kerja, hal ini dikarenakan
WBL memerlukan rancangan pembelajaran secara individual yang dirancangan dalam
beberapa tahun dan pembelajaran diorientasikan agar siswa menjadi siap untuk
memiliki pengalaman belajar keterampilan dan siap untuk bekerja. Oleh karena
itu melalui WBL hubungan dapat terjalin dengan merancang MOU antara institusi
pendidikan dan perusahaan. Perjanjian tersebut berkaitan dengan jumlah siswa
yang akan dilibatkan, lamanya program tersebut akan dijalankan, bagaimana WBL
dapat dilaksanakan sesuai kemampuan perusahaan, dan sebagainya.
c.
Peningkatan
kompetensi guru dan tenaga pendukung akademik
Peningkatan kompetensi guru kejuruan harus selalu
ditingkatkan dan diprioritaskan mengingatbahwa guru juga harus menyiapkan
siswanya untuk memasuki duania kerja. Peningkatan kompetensi guru dapat
dilakukan dengan cara mengikuti work shop, pelatihan-pelatihan, atau mengikuti
pendidikan lagi kejenjang yang lebih tinggi.
d.
Pengembangan
pembelajaran berbasis TIK
Menurut
pemanfaatannya, TIK di dalam pendidikan dapat dikategorisasikan menjadi 4
(empat) kelompok manfaat.
1)
TIK sebagai
Gudang Ilmu Pengetahuan, di kelompok ini TIK dimanfaatkan sebagai sebagai
Referensi Ilmu Pengetahuan Terkini, Manajemen Pengetahuan, Jaringan Pakar
Beragam Bidang Ilmu, Jaringan Antar Institusi Pendidikan, Pusat Pengembangan
Materi Ajar, Wahana Pengembangan Kurikulum, dan Komunitas Perbandingan Standar
Kompetensi.
2)
TIK sebagai
Alat bantu Pembelajaran, di dalam kelompok ini sekurang-kurangnya ada 3 fungsi
TIK yang dapat dimanfaatkan sehari-hari di dalam proses belajar-mengajar, yaitu
(1) TIK sebagai alat bantu guru yang meliputi: Animasi Peristiwa, Alat Uji
Siswa, Sumber Referensi Ajar, Evaluasi Kinerja Siswa, Simulasi Kasus, Alat
Peraga Visual, dan Media Komunikasi Antar Guru. Kemudian (2) TIK sebagai Alat
Bantu Interaksi Guru-Siswa yang meliputi: Komunikasi Guru-Siswa, Kolaborasi
Kelompok Studi, dan Manajemen Kelas Terpadu. Sedangkan (3) TIK sebagai Alat
Bantu Siswa meliputi: Buku Interaktif , Belajar Mandiri, Latihan Soal, Media
Illustrasi, Simulasi Pelajaran, Alat Karya Siswa, dan media Komunikasi Antar
Siswa.
3)
TIK sebagai
Fasilitas Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK dapat dimanfaatkan sebagai:
Perpustakaan Elektronik, Kelas Virtual, Aplikasi Multimedia, Kelas Teater
Multimedia, Kelas Jarak Jauh, Papan Elektronik Sekolah, Alat Ajar
Multi-Intelejensia, Pojok Internet, dan Komunikasi Kolaborasi Kooperasi
(Intranet Sekolah). dan
4)
TIK sebagai
Infrastruktur Pembelajaran, di dalam kelompok ini TIK kita temukan dukungan
teknis dan aplikatif untuk pembelajaran – baik dalam skala menengah maupun luas
– yang meliputi: Ragam Teknologi Kanal Distribusi, Ragam Aplikasi dan Perangkat
Lunak, Bahasa Pemrograman, Sistem Basis Data, Komputer Personal, Alat-Alat
Digital, Sistem Operasi, Sistem Jaringan dan Komunikasi Data, dan Infrastruktur
Teknologi Informasi (Media Transmisi). Berangkat dari optimalisasi pemanfaatan
TIK untuk pembelajaran tersebut kita berharap hal ini akan memberi sumbangsih
besar dalam peningkatan kualitas SDM Indonesia yang cerdas dan kompetitif
melalui pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society).
Masyarakat yang tangguh karena memiliki kecakapan: (1) ICT and media literacy
skills), (2) critical thinking skills, (3) problem-solving skills, (4)
effective communication skills, dan (5) collaborative skills yang diperlukan
untuk mengatasi setiap permasalahan dan tantangan hidupnya.
Di dalam
proses belajar-mengajar tentunya ada subjek dan objek yang berperan secara
aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang belajar, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Guru & Siswa sama-sama dituntut untuk membuat suasana
belajar dan proses transfer of knowledge–nya berjalan menyenangkan serta tidak
membosankan. Oleh karena itu penataan peran Guru & Siswa di dalam kelas
yang mengintegrasikan TIK di dalam pembelajaran perlu dipahami dan dimainkan
dengan sebaik-baiknya. Kini di era pendidikan berbasis TIK, peran Guru tidak
hanya sebagai pengajar semata namun sekaligus menjadi fasilitator, kolaborator,
mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar bagi Siswa. Karenanya Guru dapat
memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami
peristiwa belajar. Dengan peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun
mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak
menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta
berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli. Disisi lain
Siswa juga dapat belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif
dengan siswa lain. Untuk mendukung proses integrasi TIK di dalam
pembelajaran, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa harus memahami 9
(sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran yang terdiri atas
prinsip-prinsip:
1)
Aktif:
memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik
dan bermakna.
2)
Konstruktif:
memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan
keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3)
Kolaboratif:
memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama,
berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama
anggota kelompoknya.
4)
Antusiastik:
memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
5)
Dialogis:
memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan
dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut
baik di dalam maupun luar sekolah.
6)
Kontekstual:
memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna
(real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”.
7)
Reflektif:
memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan
apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri.
(Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
8)
Multisensory:
memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar
(multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
9)
High order
thinking skills training: memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat
tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara
tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer, 2001).
e.
Peningkatan
mutu kenerja manajemen SDM, keuangan fasilitas
Era
reformasi dan dampak persaingan globalisasi mendorong percepatan perubahan
perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja
lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi
birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan. Upaya
Pemerintah Meningkatkan Kinerja adalah sebagai berikut:
1)
Penetapan
Indikator Kerja
Dalam usaha
meningkatkan kinerja aparaturnya, pemerintah (c.q. Menpan) menetapkan program
manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Salah satu peraturan yang dikeluarkan
pemerintah untuk tujuan tersebut adalah Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum
Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah. Yang
dimaksud dengan kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari
visi, misi dan rencana strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
program dan kebijakan yang ditetapkan.
Dalam pasal
3, peraturan Menpan tersebut, setiap instansi pemerintah wajib menetapkan
indikator kinerja utama (Key Performance Indicators). Indikator kinerja utama
yang dimaksud adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran
strategis organisai. Penetapan indikator kinerja utama di lingkungan instansi
pemerintah harus memenuhi karakteristik spesifik, dapat dicapai, relevan,
menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur dan dapat dikuantifikasi dan
diukur (pasal 8). Sebagai contoh, tercapainya pengurangan angka pengangguran 1
juta per tahun dengan memberdayakan 50 investor baik investor dalam negeri
maupun investor asing setiap tahunnya. Dalam pasal 5 dikatakan, indikator
kinerja utama instansi pemerintah harus selaras antar tingkatan unit organisai.
Indikator kinerja utama pada setiap tingkatan unit organisasi meliputi
indikator kinerja keluaran (output) dan hasil (outcome).
Kinerja
pegawai dijabarkan langsung dari misi organisai. Penilaian kinerja dilakukan
secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis dalam
upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi
istrumen utama dalam pemberian reward and punishmenttermasuk untuk promosi
dan rotasi pegawai. Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut menunjang
dan mendukung upaya pengembangan manajemen kepegawaian berbasis kinerja
(berorientasi produk).
2)
Upaya Lain:
Diklat, Disiplin dan Remunerasi
Upaya lain
yang diupayakan pemerintah dalam memperbaiki kinerja aparaturnya adalah
pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai), penegakan disiplin PNS dan sistem
remunerasi di lingkungan kerja instansi pemerintah. Dalam upaya peningkatan
profesionalitas pegawainya, pemerintah menggalakkan pendidikan dan
pelatihan (diklat) pegawai. Diklat dapat berupa diklat prajabatan dan diklat
dalam jabatan antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional dan diklat
teknis. Pemerintah yakin perbaikan kinerja pemerintah dapat terlaksana bila
setiap instansi pemerintah menegakkan disiplin PNS. Disiplin tersebut tidak
terjadi hanya untuk sementara alias hangat-hangat tahi ayam. Penerapan
peraturan disiplin PNS harus tegas dan konsisten. Selain itu diharapkan PNS
wajib menjaga dan mengembangkan etika profesinya. Remunerasi adalah pemberian
imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif,
bonus atau prestasi, pesangon dan/ atau pensiun. Dengan remunerasi diharapkan
adanya sistem penggajian pegawai yang adil dan layak. Besaran gaji pokok
didasarkan pada bobot jabatan. Penggajian PNS juga berdasar pada pola
keseimbangan komposisi antara gaji pokok dengan tunjangan dan keseimbangan
skala gaji terendah dan tertinggi. Dengan remunerasi pula, peningkatan
kesejahteraan pegawai dikaitkan dengan kinerja individu dan kinerja organisasi.
f.
Pengembangan
system karir guru sesuai kebutuhan SMK
Kebutuhan
warga SMK harus diperhatikan termasuk juga kesejahteraan guru dan tenaga tata
usaha. Apabila kesejahteraan guru terjamin, guru dapat memberi perhatian yang
lebih kepada pengajaran. Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru
merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian
terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal,
informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan
kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal
yang berkaitan dengan eksistensi mereka. Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Untuk meningkatkan
mutu siswa, tenaga guru pun harus yang profesional. Tujuannya, untuk
meningkatkan lingkungan hidup dan kaitan dalam ilmu pendidikan. Peningkatan
kualifikasi guru sampai ke jenjang pendidikan S1 hingga S3. Kualifikasi guru
yang diprioritaskan untuk ditingkatkan, terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan sulit dijangkau yang belum mencapai kualifikasi pendidikan S1.
Tujuannya memperkecil kesenjangan mutu guru antardaerah, memenuhi persyaratan
minimal profesionalisme tenaga pendidik dalam program sertifikasi guru. Serta
memperluas pemerataan pendidikan bagi guru.
g.
Peningkatan
kesejahteraan guru dan tenaga pendukung akademik
Kesejahteraan
guru sangat mempengaruhi terhadap disiplin kerjanya, karena tugas guru yang sifatnya
mengulang pekerjaan yang itu–itu saja akan mengakibatkan kejenuhan apalagi
dalam kondisi iklim kinerjanya di sekolah tidak kondusip sudah dipastikan akan
ada dampaknya yang merugikan proses belajar mengajar dan ahirnya akan merugikan
anak didiknya.
Proses
kepatuhan sangat tergantung dari kondisi dinamis dirinya secara mental, sosial
dan emosionalnya. Meskipun pemerintah sudah memperhatikan tentang
kesejahteraan guru tetapi tetapi masih ada guru yang tidak sejahtera hidupnya
terutama dalam bidang ekonominya. Faktor ekonomilah yang sangat menunjang
kesejahteraan hidupnya. Pada prinsipnya mutu pendidikan, secara kompetensi akan
bermuara kepada sang guru karena dialah yang bertatap muka dengan obyek
pendidikan itu sendiri . Dalam kehidupan tentulah banyak hambatan dan rintangan
dalam melaksanakan tugas apalagi gurunya kurang sejahtera ekonominya. Program
Peningkatan Kesejahteraan Guru adalah berbagai kegiatan peningkatan kualitas
pendidikan, kesehatan dan kehidupan guru. Kegiatan ini diadakan dengan
pertimbangan semua pengembangan guru semestinya didasarkan pada kehidupan sehat
dan tenteram. Beberapa program peningkatan kesejahteraan guru antara lain
adalah:
1)
Pemberian
kesempatan pemeriksaan kesehatan
2)
Pemberian
berbagai alat bantu sehubungan dengan kesehatan dan kebutuhan dasar (kacamata,
hearing aids)
3)
Pemberian
bantuan peningkatan pendidikan formal
4)
Pemberian
bantuan kursus atau keterampilan
5)
Pemberian
bantuan cicilan sarana transportasi
6)
Pemberian
bantuan cicilan sarana komunikasi
2.
SOLUSI
PERMASALAHAN DI SMK DAN SISTEM MANAJEMEN SEKOLAH YANG BAIK
a.
Peminat
kurang
Peminat
SMK memiliki nilai yang rendah karena pencitraan SMK yang kurang baik. Selama
ini masyarakat memandang bahwa SMA lebih bagus dari pada SMK. Anggapan ini
berdampak pada minat masyarakat untuk
memasukkan anaknya ke SMK. Padahal tidak semua SMA lebih bagus daripada
SMK. Banyak SMK yang memiliki keunggulan lebih bila dibandingkan dengan SMA. Untuk
mengatasi rendahnya minat masyarakat pada SMK, maka perlu untuk melakukan pencitraan
yang lebih baik dari sebelumnya dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan yang
dimiliki serta rencana pengembangan sekolah yang visioner. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah mengikuti Lomba
Keterampilan Siswa (LKS) SMK. LKS SMK ini dipandang penting dalam upaya
meningkatkan kapasitas siswa SMK agar nantinya lebih siap merebut peluang
kesempatan kerja yang jumlahnya terbatas, sementara peminatnya besar. Serta
yang tidak kalah pentingnya melalui LKS diharapkan dapat meningkatkan citra SMK
dan mepromosikan perkembangan kualitas perfomen kerja yang dimiliki siswa. Adapun hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mempromosikan sekolah adalah sebagai berikut:
1)
Pembelajaran. Pengembangan kurikulum yang bersinergi dengan kebutuhan
dunia industri sangat diperlukan untuk mendukung pembelajaran pendidikan kejuruan.
2)
Organisasi Lembaga. Setiap sekolah atau lembaga harus
memiliki struktur organisasi yang baik, yang terdiri dari kepala sekolah, wakil
kepala sekolah (bidang kesiswaan, bidang kurikulum, bidang humas, dan bidang
perlengkapan sarana dan prasarana). Selain itu juga sekolah atau lembaga harus
mempersiapkan staf pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten di
bidangnya.
3)
Fasilitas Pembelajaran. Sekolah harus memiliki dan
menyiapkan sarana dan prasarana yang lengkap sebagai penunjang pembelajaran. Jumlah
rasio sarana dan prasarana harus didesuaikan dengan jumlah peserta didik.
4)
Hubungan Kerjasama. Sekolah memerlukan adanya
wadah antara dunia industri khususnya kamar dagang indonesia dengan dunia
pendidikan yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama
tersebut diharapkan mampu memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan
program keahlian yang optimal.
b.
Sarana
dan prasarana belum memadai
Sarana
dan prasarana merupakan penunjang yang penting dalam kegiatan belajar mengajar seperti
gedung, alat peraga dan praktek serta laboratorium. Jika standar tersebut belum
terpenuhi, maka para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk
menerapkan ilmu yang telah diperolehnya dari gurunya. Upaya pengembangan
fasilitas, sarana dan prasarana di SMK terutama fasilitas laboraturium praktek
kerja yang memadai dapat
memberikan dampak pada peningkatan kreativitas siswa. Oleh karena itu, pihak
sekolah diharapkan mampu mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri
serta memperluas akses guna memberikan informasi peluang kerja bagi siswa di
SMK.
c.
Kurangnya
guru yang berkompeten di bidangnya
Berdasarkan Undang-undang
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah
guru yang profesional. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para personilnya. Hal ini berarti bahwa pekerjaan tersebut
tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Keahlian diperoleh dari
profesionalisasi yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu
(pendidikan atau latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi
(in-service-training). Namun, banyak guru di SMK yang kurang berkompeten pada
mata pelajaran yang diampunya. Hal ini terjadi karena kurangnya guru yang
berkompeten untuk mengampu pelajaran tertentu. Sehingga kegiatan belajar
mengajar terjadi apa adanya (menggugurkan kewajiban mengajar/ pemenuhan posisi pengajar
saja). Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah tersebut, perlu perekrutan
guru secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan. Intensive training dapat membantu guru-guru yang sudah terlanjur
memegang mata pelajaran yang ia kurang berkompeten pada mata pelajaran tersebut.
d.
Biaya
operasional tidak memadai
Inilah pentingnya menjalain hubungan kerjasama dengan
dunia usaha dan industri yaitu dapat membantu pendanaan operasional sekolah. Sekolah
memerlukan adanya wadah antara dunia industri dengan dunia pendidikan
yang menyediakan program pembelajaran berorientasi kerja. Kerjasama tersebut
diharapkan mampu memberikan bantuan pendanaan dalam melaksanakan program
keahlian yang optimal. Selain itu, dapat menggunakan dana BOS. BOS (Bantuan Operasional Sekolah) adalah hibah Pemerintah
Indonesia yang, sejak tahun 2011, telah dialokasikan ke anggaran pemerintah
daerah dan kemudian diteruskan ke sekolah-sekolah untuk mendukung pengeluaran
operasional pendidikan. Menurut hasil beberapa survei, jumlah BOS tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pendidikan yang sebenarnya. Banyak
Kabupaten/Kota bersedia membiayai kekurangan ini tetapi mereka tidak mengetahui
cara menghitungnya. Analisis Anggaran Pendidikan dan Biaya Satuan Operasional
Sekolah (BOSP), yang difasilitasi oleh DBE1-USAID, mendorong dinas pendidikan
kabupaten dan pemangku kepentingan terkait untuk menganalisis biaya satuan
pendidikan sebagai dasar untuk menentukan alokasi pendidikan secara keseluruhan
per Kabupaten/Kota. Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah
terjadi kekurangan dana terutama ketika dana BOS tidak cukup untuk menutupi
biaya-biaya. Kekurangan dana dapat ditutupi dengan dana APBD kabupaten atau
provinsi atau dengan sumbangan dari masyarakat.
e.
Mutu
lulusan rendah
Untuk menciptakan mutu lulusan yang baik maka SMK atau
lembaga perguruan tinggi perlu memperbanyak praktek kerja di industri, jika
praktek kerja diindustri tidak ada atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan
juga kurang bagus. Peran industri semakin penting karena perkembangan
teori pendidikan dan pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DUDI
sebagai tempat belajar cara kerja yang efektif.
Faktor
lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik
adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk
mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek,
laboratorium atau balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi
sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum
terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan
ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas
praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik
yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik
merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di
pendidikan kejuruan. Pembekalan melalui praktik sangat berguna dalam
mempersiapkan kompetensi peserta didik yang siap bekerja. Berdasarkan
pengertaian tersebut maka agar mutu lulusan, baik itu di SMK atau di perguruan
tinggi teknik berkualitas maka mutu guru atau dosen yang mengajar di
harus berkualitas, professional dan memiliki kompetensi yang bagus, khususnya
untuk dosen yang mengajar mata kuliah kejuruan profesi (MKKP) atau guru bidang
produktif perlu pegalaman praktik di industri. Menurut Kunandar (2007: 55),
kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam
diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi
guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi:
a)
Kompetensi pedagogik;
b)
Kompetensi kepribadian;
c)
Kompetensi profesional dan;
d)
Kompetensi sosial.
Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci
dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Dengan pengalaman di industri seorang pengajar dapat
mendiseminasi pengetahuannya tentang dunia kerja atau dunia industri kepada
mahasiswanya.
f.
Daya
serap industry dan wirausahawan rendah
Daya
serap lulusan SMK terhitung rendah karena kompetensi yang dimiliki siswa kurang
memadai, selain itu karena jumlah industry yang memperkerjakan lulusan SMK
tidak terlalu banyak. Terlepas dari daya serap industry, salah satu luaran SMK
adalah harus dapat berwiraswasta, namun sayangnya tidak banyak juga lulusan SMK
yang dapat berwiraswasta dikarenakan rendahnya kreatifitas yang dimiliki
lulusan SMK.
Sebagai
calon tenaga profesional, siswa atau mahasiswa selain dituntut untuk menguasai
kopetensi-kompetensi yang diberikan, juga dituntut untuk menjadi seorang
individu yang kreatif, sehingga dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik
itu dalam menghasilkan produk atau memberikan pelayanan berupa jasa. Disamping
itu, selain disiapkan untuk menjadi calon tenaga profesional, dalam pendidikan
formalnya seorang siswa atau mahasiswa juga dibekali pengetahuan dan keahlian
untuk berwiraswasta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam berwirswasta
dibutuhkan kreatifitas-kreatifitas, baik dalam pengelolaannya atau dalam
menghasilkan produk dan jasa. Sehingga usaha dapat berjalan dengan lancar.
Namun pada kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang memiliki
kreatifitas-kreatifitas tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis, rendahnya
kreatifitas mahasiswa dikarenakan:
1)
Mahasiswa
kurang atau bahkan tidak memiliki keinginan untuk berfikir yang
memungkinkan mereka dapat bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh.
2)
Tidak
disiplinnya mahasiswa dalam menanage segala sesuatunya.
3)
Masih
melekatnya sifat ketergantungan atau tidak mandiri, dan saling mengandalkan
antar yang satu dengan yang lainnya.
4)
Mahasiswa
tidak memiliki imajinasi dan fantasi, sehingga pemikiran hanya berada pada
jalur realita saja.
5)
Mahasiswa
merasa rendah diri dan minder, sehingga mereka tidak bangga atas karyanya.
6)
Mahasiswa
tidak dapat out of the box dan cenderung androgini psikologis, mereka cenderung
berjalan pada konteks ”teks book” dan realita.
7)
Adanya
ketakutan terhadap dosen apabila mereka ”out of the box” atau menunjukan
kecendrungan androgini psikologis dalam menghasilkan inovasi.
8)
Kurangnya
dukungan penuh dari dosen, berupa apresiasi, dukungan moril atau berupa
bimbingan.
9)
Kurangnya
bimbingan dosen terkiat pembekalan menjadi seorang wirausaha.
Langkah-langkah dalam membekali
Mahasiswa untuk menjadi seorang wiraswasta:
1)
Dosen
memberikan basic theory mengenai pengatahuan berwiraswasta, dalam hal ini
mahasiswa sudah dibekali dengan mata kuliah Kewirausahaan dan Managemen Bisnis.
Selanjutnya mahasiswa disiapkan untuk memecahkan masalah yang ada dengan cara
mengumpulkan informasi, mempelajari pola berfikir dari orang lain, dan
mengadakan tanya jawab atau brain stoarming dengan teman dan dosen.
2)
Dalam proses
pembelajaran tersebut mahasiswa tidak hanya belajar by text book saja, tetapi
mahasiswa juga belajar berdasarkan pengalaman dalam berwiraswasta. Sebagai
contoh:
Di Prodi Pendidikan Tata Boga,
mahasiswa selama satu smester telah dibekali mata kuliah Kewirausahaan, dimana
mahasiswa diarahkan untuk dapat membuat business plan dan membuat bisnis kecil.
Kemudian dalam Mata Kuliah Management Bisnis Patiseri, mahasiswa diberikan
teori-teori kewirausahaan yang mengarah pada bisnis atau proyek bersekala
besar, dengan teori bisnis yang lebih mendalam pula.
Implementasi dari mata kuliah
tersebut, diaplikasikan dalam mata kuliah Praktek Usaha Boga, dimana mahasiswa
secara berkelompok diberikan tugas untuk mengelola cafe. Dalam pelaksanaannya
mahasiswa diberikan modal usaha oleh dosen, dan diharapkan modal tersebut dapat
berputar sehingga menghasilkan keuntungan.
Mata kuliah Management Bisnis
Patiseri diaplikasikan oleh mahasiswa dalam mata kuliah Bisnis Patiseri. Dalam
pelaksanaannya mahasiswa secara berkelompok dituntut untuk membuat usaha pastry,
dimana mahasiswa diwajibkan untuk membuat proposal business plan lalu setelah
pemdapatkan ACC, dosen akan memberikan modal untu mendirikan bisnis tersebut.
Pengaplikasian kewirausahaan
berlangsung selama satu semester, artinya pembelajaran dilakukan diluar bangku
perkuliahan. Namun, dosen tetap memantau proses pelaksanaannya, dan mahasiswa
diberikan kepercayaan untuk mengelolanya
3)
Dosen
memberikan arahan, motifasi dan apresiasi kepada mahasiswa, sehingga
kepercayaan diri mahasiswa akan tumbuh.
4)
Tanamkan
sifat berani menghadapi resiko dan penuh perhitungan dengan memberikan
kepercayaan penuh untuk mahasiswa.
5)
Dengan
adanya aplikasi berwirausaha, diharapkan mahasiswa dapat meneruskan usahanya
diluar konteks pembelajaran.
g.
System manajemen yang digunakan
System
manajemen yang akan digunakan adalah system Management Berbasis Sekolah (MBS),
yaitu model
pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah atau
madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar
pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan
Kota. Pada
prinsipnya MBS bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai
kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara keseluruhan. MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan
teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. MBS, yang ditandai dengan otonomi
sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. peningkatan efisiensi, antara lain,
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara
lain, melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan
sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah.
peningkatn pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi
masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok
tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar