Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan yang
diampu oleh Prof. Dr. H.As’ari Djohar , M.Pd.
Oleh :
SURYATI
1101225
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Amanat
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa tujuan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan amanat
pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 itu, mencerdaskan
kehidupan bangsa merupakan faktor pendidikan yang sangat menentukan. Kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa
mendatang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan
bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut hanya dapat
dihasilkan melalui penyelengaraan pendidikan yang bermutu.
Untuk
menunaikan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan wajib belajar 6 tahun dan wajib
belajar 9 tahun. Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar
digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini
mewajibkan setiap warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan)
tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar
(SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (KI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Program wajib belajar 6
tahun pertama kali diadakan tahun 1984 yang mewajibkan setiap warga negara
Indonesia untuk mengikuti pendidikan selama 6 tahun di jenjang pendidikan
dasar. Program wajib belajar yang kedua adalah wajib belajar 9 tahun yang
pertama kali diadakan pada tahun 1994. Program ini mewajibkan setiap warga
negara Indonesia untuk mengikuti pendidikan selama 9 tahun pada jenjang
pendidikan dasar hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah
Tsanawiyah (MTs) (Salim, 2008).
Dengan diwajibkannya pendidikan
selama 9 tahun maka satuan pendidikan SMP merupakan bagian dari jenjang
pendidikan dasar yang menghasilkan jumlah lulusan paling banyak. Lulusan SMP
memberikan sumbangan terhadap masalah di masyarakat dan sekolah, maka perlu
diadakanny pengembangan kurikulum dengan menerapkan pembelajaran tentang
teknologi dan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal.
Pengembangan Kurikulum SMP mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan dalam
mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada tingkat Satuan Pendidikan sebagai salah satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Selain dari itu, penyusunan Kurikulum ini juga
harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan
PP 19/2005. Tujuan pendidikan dasar sebagaimana tercantum di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut :
1. Belajar
untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2. Belajar untuk memahami dan menghayati,
3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
2. Belajar untuk memahami dan menghayati,
3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
4. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
1.2.
Tujuan Penulisan
Makalah
Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahTechnological and Vocational
Curriculum Education Development.Selain itu, tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengembangkan
kurikulum pada mata pelajaran muatan
local berbasis muatan local menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan penulis
serta menambah kajian khasanah ilmu pengetahuan tentang pembuatan dan
pengembangan kurikulum dalam penerapannya di SMP,sehingga siswa SMP sebagai
input untuk melanjutkan ke SMK sudah memiliki pengetahuan mengenai kejuruan
yang diminatinya.
1.3.
Identifikasi masalah
Pengembangan Mata Pelajaran Muatan
Lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi keadaan
dan kebutuhan daerah
2) Menentukan fungsi dan
susunan atau komposisi muatan lokal
3) Mengidentifikasi bahan
kajian muatan lokal
4) Menentukan Mata Pelajaran Muatan
Lokal
5) Mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi
yang ditetapkan oleh BSNP.
BAB II
PENGEMBANGAN
KURIKULUM MUATAN LOKAL DALAM
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
2.1.
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
2.1.1 Muatan Kurikulum
Muatan kurikulum meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas
VII sampai dengan Kelas IX. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan
diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap
satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang
terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat
dan/atau semester. Standar kompetensi
dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat dan
semester disajikan pada lampiran-lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi.
Standar Isi tersebut disusun untuk
mencapai Standar Kompetensi Lulusan minimal pada jenjuang pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Muatan kurikulum meliputi sejumlah
mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas
IX. Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan
landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban
belajar melalui metode dan pendekatan tertentu.
Mata Pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik di SMP
adalah terdiri 5 kelompok mata pelajaran, yaitu :
1. Kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kelompok mata pelajaran estetika.
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kelompok mata pelajaran estetika.
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Kelima kelompok mata pelajaran tersebut terdiri dari 10 mata
pelajaran yang
meliputi :
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia
4. Bahasa Inggris
5. Matematika
6. Ilmu Pengetahuan Alam
7. Ilmu Pengetahuan Sosial
8. Seni Budaya
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
10. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia
4. Bahasa Inggris
5. Matematika
6. Ilmu Pengetahuan Alam
7. Ilmu Pengetahuan Sosial
8. Seni Budaya
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
10. Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau semester. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat
dan semester disajikan pada lampiran-lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Standar Isi tersebut disusun untuk mencapai Standar Kompetensi
Lulusan minimal pada jenjuang pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
2.2. Muatan Lokal
Muatan
Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah,
yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak
terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari
struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan
bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar
penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya
terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan
upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan
lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Muatan lokal merupakan mata
pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.
Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal
setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
dua mata pelajaran muatan lokal.
Lingkup
isi/jenis mauatan local dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian
daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan
tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan.
2.2.1 Ruang Lingkup Muatan Lokal
Keadaan daerah adalah segala sesuatu
yang terdapat didaerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan
alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah
adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat
tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah
yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
1.
Melestarikan dan mengembangkan
kebudayaan daerah
2.
Meningkatkan kemampuan dan
keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah
3.
Meningkatkan penguasaan bahasa
Inggris untuk keperluan seharihari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam
melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
4.
Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
A.
Lingkup isi/jenis muatan lokal,
Lingkup isi/jenis mauatan local dapat berupa: bahasa daerah,
bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar,
serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
B.
Pengembangan Muatan Lokal dalam KTSP
Proses Pengembangan Mata Pelajaran Muatan lokal
pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang
membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan
melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan
pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal
memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku
kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.
2.3. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri
dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu
yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar
Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar
dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL
serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti
ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang
memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan
pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran
amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang
harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu
contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan
berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu
tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun
antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan
berguna untuk orang lain, dan
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
A. Landasan
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan
dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36
ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Standar Kompetensi Lulusan. SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Standar Kompetensi Lulusan. SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini
untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan
dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
Prinsip-Prinsip Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota
untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan
KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum
yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite
sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan
disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta
panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Relevan dengan kebutuhan kehidupan menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Relevan dengan kebutuhan kehidupan menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
BAB III
PEMBAHASAN
MASALAH
3.1. Identifikasi Masalah
a. Mengidentifikasi keadaan dan
kebutuhan daerah.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai
keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh
dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti
Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia
usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau
dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
1) Rencana
pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik
pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan
berkelanjutan (sustainable development);
2) Pengembangan
ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan;
3) Aspirasi
masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta
konservasi alam dan pemberdayaannya.
b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan local
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas
dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat
mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan
sehari-hari;
c. Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji
berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian
sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian
muatan lokal didasarkan pada criteria berikut:
1) Kesesuaian dengan tingkat
perkembangan peserta didik;
2) Kemampuan guru dan
ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3) Tersedianya sarana dan
prasarana
4) Tidak bertentangan dengan
agama dan nilai luhur bangsa
5) Tidak menimbulkan kerawanan
sosial dan keamanan
6) Kelayakan berkaitan dengan
pelaksanaan di sekolah;
7) Lain-lain
yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
d.
Menentukan Mata Pelajaran
Muatan Lokal Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut
dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada
dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki
wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan
pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan
kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas,
potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah,
yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite
sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan
nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan.
e. Mengembangkan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh
BSNP:.
1) Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata
pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah.
Adapun langkahlangkah dalam
mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan Standar
Kompetensi Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada
materi sebagai basis pengetahuan.
b) Pengembangan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini
dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain
yang sesuai.
2) Pengembangan
silabus secara umum mencakup:
a)
Mengembangkan indikator
b)
Mengidentifikasi materi pembelajaran
c) Mengembangkan kegiatan pembelajaran
d)
Pengalokasian waktu
e)
Pengembangan penilaian
f)
Menentukan Sumber Belajar
3.2.
Konsep Dasar Kurikulum Muatan Lokal
3.2.1. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)
A. Pengertian
PBKL dapat diartikan sebagai “usaha sadar dan terencana
melalui penggalian dan pengembangan potensi daerah secara arif dalam suasana
dan proses pendidikan yang terstandar, agar peserta didik aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kompetensi, dalam upaya ikut serta
membangun masyarakat, bangsa dan negara”.
Keunggulan
lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup
aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan
lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi,
kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya
manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007).
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL)
adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah
sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat
unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan lokal
harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber
daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa
Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan
masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi
tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di
wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Penyelenggaraan
PBKL yang terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan adalah mengintegrasikan
kompetensi PBKL kedalam SK-KD atau indikator pencapaian mata pelajaran yang relevan dengan
kompetensi PBKL hasil analisis. Misalnya
tema keunggulan lokal hasil analisis lima komponen potensi eksternal
(SDA,SDM,budaya, geografis, historis) menunjukan bahwa potensi SDA memiliki
keunggulan kompetitif dan komperatif dibandingkan dengan sumber daya lainnya,
sehingga menghasilkan satu tema PBKL yang cocok. Dari tema tersebut kemudian ditentukan
kompetensi-kompetensi PBKL yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Kompetensi-kompetensi tersebut diintegrasikan dalam beberapa mata pelajaran
yang relevan. Demikian
juga, apabila dengan hasil keunggulan komperatifnya lainnnya, maka kegiatan yang sama dilakukan sampai diperoleh kompetensi
PBKL, untuk kemudian diintegrasikan dalam mata pelajaran yang relevan, dimulai
dari pemetaan SK-KD, pengembangan silabus, pengembangan RPP, pengembangan bahan
ajar dan bahan uji, sampai dengan implementasinya dalam proses pembelajaran.
Konsep
pengembangan Keungggulan local di inspirasi dari berbagai potensi yaitu :
1.
Potensi
Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi
yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk
berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan,
sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat
dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan
laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di
provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas
hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang
hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan
lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan
(Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan
pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan
yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi
pusat pertumbuhan (growth pole).
2.
Potensi
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena bi
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena bi
3.
Potensi
Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek
formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang
terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer
(lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang
merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004)
mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di
atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal
dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi
geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach),
(2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks
wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya
perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan
inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan
lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan
tersebut.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu
menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman
tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan
rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin,
anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak
positif angin Gending.
4.
Potensi
Budaya
Budaya adalah sikap,
sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan
sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang
pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya
masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap
menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh
keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali,
Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara
adat perkawinan di berbagai daerah.
5.
Potensi
Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis
merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun
tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika
dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset,
bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini,
diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural
baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan
modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan
lokal.
b. Penentuan tema dan jenis PBKL
1.
Inventarisasi Potensi Keunggulan Lokal
Inventarisasi potensi keunggulan lokal
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh potensi sumber daya
spesifik yang dimiliki suatu daerah yang merupakan bagian dari ruang lingkup
perencanaan pembangunan wilayah tersebut.
Kegiatan inventarisasi dapat dilakukan oleh
Tim PBKL atau tim kerja yang khusus ditugaskan dengan memperhatikan potensi
keunggulan lokal yang ada di daerah kota/kabupaten yang merupakan keunggulan
kompetitif dan kkomparatif. Hasil inventarisasi potensi keunggulan lokal dijadikan
acuan dalam penentuan tema dan jenis PBKL yang akan dilaksanakan
2. Analisis
Kesiapan Internal dan Eksternal Satuan Pendidikan
Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan
adalah menganalisis potensi dan kesiapan
satuan pendidikan baik analisis internal maupun analisis eksternal
satuan pendidikan. Analisis kesiapan satuan pendidikan sesungguhnya
dilaksanakan untuk mengetahui kondisi sekolah dibandingkan dengan kondisi ideal
yang diharuskan, sehingga pada pelaksanaannya sekolah harus dapat menaganalisis
kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang ada.
Untuk keperluan ini, hasil dari analisis
tersebut hanya diperhatikan faktor-faktor potensi dan kesiapan satuan
pendidikan, baik internal maupun eksternal, yang dapat mendukung dalam
pelaksanaan PBKL yang ditentukan.
Sama seperti kegiatan analisis potensi
keunggulan lokal, kegiatan analisis ini juga dapat dilakukan oleh Tim PBKL atau
tim khusus yang ditugaskan, atau melibatkan semua guru dan pegawai (tata
usaha). Untuk lebih jelas tentang bagaimana melakukan analisis tersebut dapat
dibaca pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Analisis Konteks (Dit. PSMA, 2010)
3. Penentuan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal
Berdasarkan pada
hasil inventarisasi dan analisis kesiapan internal dan eksternal yang
dilaksanakan, dapat diperoleh gambaran potensi keunggulan lokal yang ada dan
paling dominan untuk dijadikan sebagai sumber belajar dalam pelaksanaan PBKL.
Penentuan tema dan
jenis keunggulan lokal ini juga harus memperhatikan potensi keunggulan lokal
yang bernilai komparatif dan kompetitif, merupakan hasil kesepakatan semua guru
dan tata usaha, serta didasarkan pada minat dan bakat peserta didik. Hal ini
dapat dilakukan melalui diskusi atau rapat khusus yang membahas tentang hasil
analisis, dapat juga mengundang nara sumber yang berkaitan dengan tema atau
jenis PBKL yang kemungkinan akan dilaksanakan.
Penjaringan minat
dan bakat peserta didik dapat dilaksanakan dengan membagikan angket tentang
tema atau jenis PBKL, kemudian dianalisis untuk mendapatkan tema atau jenis
PBKL yang sesuai.
3.2.2. Keuntungan dan Kelemahan Kurikulum
Muatan Lokal Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL)
a. Keuntungan
1.
Pembelajaran
kontekstual (contekstual teaching and
learning) merupakan suatu proses pendidikan holistik yang bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya.
Mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang secara flesksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan
konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
2.
PBKL
merupakan usaha sadar yang terencana melalui penggalian dan pemanfaatan potensi
daerah setempat secara arif dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki keahlian, pengetahuan, dan
sikap dalam upaya ikut serta membangun bangsa dan negara.
b. Kelemahan
1.
Jumlah
ruang kelas lebih banyak dibanding jumlah rombel
2. Mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi dalam upaya Implementasi PBKL (penyediaan
sarana prasarana, pengembangan SDM, dan modal kerja tetap),
3. Investasi pendidikan yang cukup
besar karena harus membangun sarana dan prasana yang memadai.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan
KTSP dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Beragam dan terpadu
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Menyeluruh dan berkesinambungan
Belajar sepanjang hayat
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Tujuan penyusunan naskah Model
Penyelenggaraan PBKL Terintegrasi Pada Mata Pelajaran ini adalah :
1.
Memberikan
pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendidikan Berbasis
Keunggulan Lokal terintegrasi dalam mata pelajaran .
2.
Memberikan
panduan/contoh bagi sekolah dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan PBKL
Terintegrasi dalam Mata Pelajaran sesuai dengan arah pencapaian Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
3.
Memberikan
panduan/contoh bagi para pembina serta pemangku kepentingan
sekolah lainnya dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan, serta pemberian dukungan untuk keberhasilan dalam
pelaksanaan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) terintegrasi pada mata pelajaran di SMP
4.2. Rekomendasi
Hasil
yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari panduan penentuan
tema, jenis, dan kompetensi keunggulanlokal adalah:
1. Tersedianya acuan dalam menentukan tema, jenis, dan kompetensi
keunggulan lokal oleh satuan
pendidikan.
2. Tersedianya acuan
dalam implementasi pendidikan berbasis keunggulan lokal disatuan pendidikan.
3. Terciptanya kesamaan
pemahaman dalam mengimplementasikan pendidikanberbasis keunggulan local
4. Seluruh
pelaksana program PBKL di sekolah yang meliputi :
a. Kepala Sekolah
b. Tim Pengembang Kurikulum Sekolah
c. Tim PBKL
d. Dewan Pendidik (Dewan Guru)
e. Guru dan atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran
f. Tata Usaha
g. Pengawas Sekolah
h. Komite Sekolah
i.
Nara Sumber
5. Kurikulum ini diharapkan dapat jadi panduan
bagi siswa-siswi SMP yang ingin melajutkan ke jenjang Sekolah Kejuruan
6. Sekolah kejuruan
mendapatkan keuntungan dari adanya kurikulum PBKL karena input (siswa) sudah
ada bekal awal dari SMP, sehingga tidak banyak kesulitan untuk memberikan
wawasaan mengenai sekolah kejuruan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta
Anonim, 2008. Permendiknas No.19 Tahun 2008 tentang Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas.
Jakarta
Anonim, 2010. Buku Pedoman Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL).
Depdiknas. Jakarta.
Curtis
R. Finch and John R. Crunkilton. (1979) Curriculum
Development in Vocational and Technical Education. Boston, London,
Sydney: Allyn and Bacon, Inc.
Ralph
C. Wenrich and J. William Wenrich. Leadership
in administration of vocational and technical
education. Charles E Merrill Publishing Company A Bell & Howell Company
Columbus, Ohio.
http://aksay.multiply.com/journal/item/10/KURIKULUM_KTS
terima kasih informasinya bu, sukses selalu.
BalasHapus