DIVERSIVIKASI
PANGAN:
PEMBUATAN DAN
PEMANFAATAN TEPUNG BIJI SAGA POHON BERBASIS LOKAL
Diajukan guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang diampu oleh Prof. Dr. Soemarto, M. SIE.
Disusun oleh:
Mauren Gitta
Miranti S 1104398
Suryati
Program Studi
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Sekolah Pasca
Sarjana
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2012
A.
LATARBELAKANG
PENULISAN
Keinginan konsumen terhadap produk
pangan yang diwujudkan dalam mutu produk tidak hanya mencakup nutrisi, tetapi
juga keamanan, kemudahan pemakaian, dan inovatif. Dewasa ini pangan tidak lagi
sekedar memenuhi kebutuhan biologis, dengan adanya pergeseran paradigma
tersebut, maka tuntutan konsumen menjadi semakin penting dan menentukan
perkembangan teknologi (arah dan jenisnya) serta inovasi makanan yang tersedia
di pasar (Wirakartakusumah,1997). Masyarakat cenderung tertarik pada produk
pangan yang praktis dalam penyajiaannya, dan terkesan lebih modern, seperti
produk mie, roti, makanan ringan, baby foods dan sebagainya. Perubahan pola
konsumsi makanan (food habit) ini menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan
berbasis tepung-tepungan meningkat pesat, salah satunya yang paling besar
konsumsinya adalah tepung terigu.
Kebutuhan tepung secara nasional terus
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari tahun 1995 sampai dengan
2004, konsumsi terigu nasional untuk berbagai industri terus mengalami
pertumbuhan, kecuali pada tahun 1998 yang pertumbuhannya negatif, karena krisis
ekonomi. Selama kurun tersebut pertumbuhan rata-rata sebesar 5.84% per tahun,
dan bahkan mencapai sekitar 7.00% pada lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan
tersebut, konsumsi tepung terigu nasional mencapai lebih 1,7 juta ton per tahun
pada tahun 2004.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu
Indonesia (Aptindo) memperkirakan konsumsi tepung terigu naik 6 persen
dibanding tahun 2010 (Investor Daily, Kamis 27 Oktober 2011). Menurut Ratna
Sari Loppies (Direktur Eksekutif Aptindo) konsumsi tepung terigu nasional
mencapai 3.468.640 ton atau naik 5,81 persen dibanding periode yang sama tahun
2010 sebesar 3.267.000 ton. Kenaikan konsumsi terigu 2011 ini lebih rendah
dibanding persentase tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 10 persen,
sebagai akibat pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 241
yang menurunkan bea masuk impor terhadap produk pangan berbahan terigu dari 10
persen menjadi 5 persen. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 241 tahun 2010
tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas
Barang Impor membuat beban industri dalam negeri terus bertambah. Tingkat
konsumsi terigu per kapita secara nasional saat ini naik dari 17,1 kilogram per
tahun menjadi 18 kilogram per kapita per tahun (Ratna Sari Loppies, 2010). Menurut
Fransiscus Welirang (Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk) setiap tahun,
rata-rata kebutuhan tepung terigu nasional mencapai 3,9 juta ton.Volume impor
tepung terigu Indonesia tahun 2010 mencapai 750 ribu ton dan sebanyak 600 ribu
ton dipenuhi dari Turki.
Intervensi dalam komoditi tepung terigu
mengundang pertanyaan besar, baik dilihat dari kajian teori ekonomi maupun
ekonomi politik. Konsumen dirugikan karena perbedaan harga tepung terigu di
pasar internasional dan domestik makin besar. Menurut Sjahrir (1995), meskipun
harga gandum di pasar internasional cenderung mengalami penurunan, harga tepung
terigu di dalam negeri cenderung meningkat, sehingga konsumen di dalam negeri
yang paling menderita dalam kasus tepung terigu ini. Sjahrir (2008)
mengungkapkan bahwa rantai produksi tepung terigu cukup panjang, tidak hanya
konsumen akhir dari tepung terigu yang dirugikan, tetapi beberapa produsen
komoditi perantara mendapat kerugian juga.
Peningkatan pangsa pasar terigu impor
membuat produsen terigu lokal resah. Meski selama tahun lalu industri terigu
nasional tumbuh sampai 10,5 persen, namun pertumbuhan ini lebih banyak
dinikmati oleh terigu impor. Volume penyerapan terigu nasional selama 2010
lebih dari 4,3 juta metrik ton, sedangkan terigu impor sebesar 762.515 metrik
ton. Peningkatan pangsa impor, menurut Ratna dipicu oleh buruknya perlindungan
pemerintah untuk industri di dalam negeri (Tempo Interaktif, 15 Maret 2012). Menurut
Ratna Sari Loppies (APTINDO, 11 April 2012) Harga terigu nasional dipengaruhi
oleh dua faktor. Pertama, harga gandum internasional, dan kedua, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Konsumsi terigu nasional saat ini
mencapai 4,1 juta ton per tahun. Dari angka tersebut, 10-15 persen didatangkan
melalui impor.
Peningkatan kebutuhan akan terigu ini
selain dipicu oleh perubahan pola konsumsi masyarakat, juga dipicu oleh
menjamurnya usaha pengolahan makanan, terutama pasca krisis ekonomi 1998. Kebutuhan
modal kerja yang tidak terlalu besar, ditambah dengan tingginya permintaan akan
produk makanan olahan membuat usaha pengolahan makanan, khususnya usaha kecil
dan yang bersifat cepat saji semakin menjamur.Sementara itu permintaan yang
semakin meningkat ini ternyata tidak diimbangi oleh ketersediaan bahan baku
yang memadai. Jenis tepung terigu yang selama ini beredar di pasaran sebagian
besar adalah berbahan baku gandum. Padahal, gandum adalah jenis tanaman
sub-tropik, yang tidak terlalu sesuai dengan iklim dan kondisi geografis di
Indonesia. Meskipun sudah seringkali diupayakan, namun sampai sekarang belum
ada upaya budidaya gandum yang bisa berkembang secara ekonomis. Hal ini membuat
ketergantungan industri tepung nasional terhadap bahan baku impor sangat besar.
Akibatnya ketika harga gandum di pasar impor meningkat tajam akibatnya
tingginya permintaan pasar dunia akan produk pangan biji-bijian, membuat harga
tepung didalam negeri juga meningkat tajam. Tabel 3.3. menunjukkan peningkatan
harga terigu sebesar 60% selama kurun 2006-2007, dan diperkirakan masih akan
berlanjut sampai akhir 2008.
Situasi ini mengakibatkan berbagai
dampak negatif terhadap industri makanan didalam negeri. Banyak industri
pengolahan makanan besar yang harus menunda rencana pengembangan usaha, bahkan
membatalkan rencana investasi. Sementara industri yang lebih kecil skalanya
banyak yang nasibnya lebih tidak beruntung, sehingga mereka harus menutup
usahanya karena tidak mampu mensiasati kenaikan biaya produksi ini.
Salah satu tanaman alternatif yang dapat
mengatasi permasalahan tersebut adalah tanaman Saga pohon ( Adenanthera pavonina). Tanaman tersebut
merupakan pohon tahunan asli Asia Tenggara, India, dan Cina Selatan (Ria
tan,2001). Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein serta memiliki
ongkos produksi yang murah. Hal tersebut karena penanaman Saga
pohon tidak memerlukan lahan khusus karena bisa tumbuh di lahan
kritis, tidak perlu pupuk atau perawatan
intensif. Kandungan protein yangterdapat pada biji Saga pohon
tersebut juga lebih besar bila dibandingkan dengankedelai dan beberapa tanaman
komersil lainnya. Di Indonesia, Saga pohon belum banyak dimanfaatkan atau pun
dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut biasa
digunakan sebagai pelindung atau peneduh, karena pohonnya tinggi,
daunnya rimbun, dan batangnyakeras atau kuat (Balai Informasi
Pertanian, 1985).
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Masih
kurangnya pemanfaatan biji saga pohon.
2.
Tingginya
konsumsi tepung terigu impor di Indonesia.
3.
Penyediaan
pangan kaya protein nabati masih rendah.
4.
Sedikitnya
pemanfaatan biji saga sebagai makanan.
5.
Biji
saga pohon memiliki protein tertinggi.
C.
MAKSUD DAN
TUJUAN
Adapun
maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Meningkatkan
nilai guna biji saga pohon yang tidak memiliki nilai jual.
2.
Mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu impor.
3.
Melaksanakan
diversifikasi pangan dan mencari bahan makanan lokal.
4.
Membuat
makanan untuk anak-anak pencerita autis.
D.
LANDASAN
TEORITIS
1.
Gambaran Umum
Biji Saga Pohon
Saga pohon (Adenanthera
pavonina) adalah pohon yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan
bijinya kecil berwarna merah. Terdapat dua macam biji saga, yaitu saga pohon
dan saga rambat. Saga pohon ( Adenanthera pavonina) berbeda dengan
Saga rambat ( Abrus precatorius)
yang mengandung racun. Saga pohon memiliki biji yang lebih
besar berwarna merah terang, dengan batang pohon yang tinggi, dan
daun yang lebihlebar daripada Saga rambat. Saga rambat memiliki biji
kecil berwarna merahhitam dan batang yang tumbuh merambat.
Saga pohon mampu memproduksi biji kaya
protein serta memiliki ongkos produksi yang murah. Hal ini
karena penanaman Saga pohon tidak memerlukan lahan khusus karena
dapat tumbuh di lahan kritis, tidak perlu pupuk atau perawatan intensif. Biji saga pohon (Adenantera
pavonina L) merupakan tanaman asal daerah tropis dan hampir ditemukan semua
pulau di Indonesia, disamping itu saga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai
makanan kecil atau dicampur nasi.
Di Indonesia, Saga pohon belum banyak
dimanfaatkan atau pun dibudidayakan secara komersial. Tanaman tersebut
biasa digunakan sebagai pelindung atau peneduh, karena pohonnya
tinggi, daunnya rimbun, dan batangnyakeras atau kuat (Balai Informasi
Pertanian, 1985). Di Indramayu biji
saga dipakai sebagai penimbang emas karena beratnya yang selalu konstan.
Daunnya dapat dimakan dan mengandung alkaloid yang berkhasiat bagi penyembuhan
reumatik. Bijinya mengandung asam lemak sehingga dapat menjadi sumber energi
alternatif (biodiesel). Kayunya keras sehingga banyak dipakai sebagai bahan
bangunan serta mebel. Kandungan protein yang terdapat pada
biji Saga pohon tersebut juga lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai dan
beberapa tanaman komersil lainnya. Berikut adalah perbandingan komposisi saga
dengan kacang-kacangan lainnya:
Tabel 1. Komposisi Nutrisi Saga, Kedelai, Kacang
Hijau, Kacang Tanah, dan Kecipir
No.
|
Biji
|
Protein
(%)
|
Lemak
(%)
|
Karbohidrat
(%)
|
Air
(%)
|
1
|
Saga
Pohon
|
48,2
|
22,6
|
10,0
|
9,1
|
2
|
Kedelei
|
34,9
|
14,1
|
34,8
|
8,0
|
3
|
Kacang
Hijau
|
22,2
|
1,2
|
62,9
|
10,0
|
4
|
Kacang
Tanah
|
25,3
|
42,8
|
21,1
|
4,0
|
5
|
Kecipir
|
32,8
|
17,0
|
36,5
|
10,0
|
Sumber : Balai
Informasi Pertanian Ciawi, 1985
Biji saga mengandung saponin pada kulit
bijinya yang berwarna merah. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak
ditemukan dalam tumbuhan. Sumber utama
saponin adalah biji-bijian, selain pada biji saga juga terdapat pada kedelai.
Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol
menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi, seharinya
dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg. Di daerah Sumatera Utara, biji
pohon saga belum diolah, dan banyak terbuang percuma. Pada biji pohon saga
terkandung sejumlah protein (2,44 g/100g), lemak (17,99/100gr), dan mineral,
diambil dari perbandingan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan pokok,
mengandung gula rendah (8,2g/100g), tajin (41,95g/100g), dan zat penyusun
lainnya adalah karbohidrat (sumber: Pasific Island Ecosistems at Risk, 2009). Kandungan anti
nutrisi yaitu methionin dan cystine yang merupakan jenis asam amino yang
terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan tingkat total asam yang
mengandung lemak, yaitu asam linoceic
dan oleic mengandung 70,7 % (Anggraini,
2009).
Kandungan anti nutrisi
yaitu methionine dan cystine, yang merupakan jenis asam amino
yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam yang mengandung
lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %. Jumlah
asam lemak bebas yang terkandung pada Saga pohon relative tinggi terutama
peroksida dan saponification yang terkandung senilai 29,6 mEqkg dan 164,1
mgKOHg, hal ini menunjukkan suatu kemiripan kandungan minyak pada makanan.
Dapat disimpulkan bahwa biji Saga pohon menghadirkan suatu sumber potensi
minyak dan protein yang bisa mengurangi kekurangan sumber protein nabati.
(Sumber: PasificIsland Ecosistems at Risk).
2.
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan utama
dalam pembuatan roti yang dihasilkan dari pengolahan biji gandum. Dalam pembuatannya,
tepung terigu yang diolah dari biji gandum melalui proses penggilingan kemudian
berhasil dikembangkan menjadi beragam makanan. Seperti cake, cookies, roti dan
mie.Gandum termasuk didalam kelompok tanaman rumput-rumutaan enis Gramineae
dan masuk sesies Triticum. Gandum terditi dari tiga bagian, yaitu:
a.
Endosperm ( Daging
biji gandum yang berwarna putih)85%
Bagian
dalam dari Endosperm memiliki mutu yang lebih baik dan lebih putih dari pada
lapisan yang lebih luar. Endosperm dikelilingi oleh lapisan seperti sarang
lebah yang disebut aleuron. Aleuronini mengandung enzim Alpha &
Beta Amylase yang memecahkan pati menjadi gula.
b.
Bran (kulit
luar/pelindung)13%
Kulit gandum
yang merupakan pelindung yang menstabil kan biji.
c.
Grem
atau Embrio 2%
Embrio/Benih
untuk reproduksi tanaman baru.
Sampai saat ini tepung
terigu merupakan produk impor yang didatangkan dari negara-negara subtropis
seperti Amerika dan Australia. Biasanya terigu datangkannya masih berupa
butiran biji gandum. Melalui proses pencucian, pengupasan sekam, penggilingan
dan pemutihan (bleaching) maka jadilah tepung terigu seperti yang kita kenal.
Di dalam proses pembuatan tepung terigu akan dihasilkan beragam tepung turunan.
Seperti pada tahap penggilingan, sekam dan lembaga dipisahkan menjadi flake
flour, bagian endosperma dihaluskan menjadi tepung terigu dan partikel
endosperma yang berbentuk granular kasar dikenal dengan tepung semolina. Di pasaran
banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik
dan fungsi berlainan, berikut jenis-jenis tepung terigu yang banyak digunakan
untuk membuat produk makanan:
a.
Hard Wheat (Terigu Protein
Tinggi).
Dipasaran lebih dikenal dengan terigu
Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan
proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah
dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah
digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok
untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah
difermentasikan.
b.
Medium Wheat (Terigu Protein
Sedang).
Jenis terigu medium wheat mengandung
10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau
tepung serba guna, di pasaran lebih dikenal dengan sebutan tepung Segitiga
Biru. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga
karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk
membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat,
bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin.
c.
Soft Wheat (Terigu Protein
Rendah).
Tepung ini dibuat dari gandum lunak
dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang
rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis,
lengket dan daya pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering,
biscuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran
tepung ini lebih dikenal dengan nama terigu Cap Kunci.
d.
Self Raising
Flour.
Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan
bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil
dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar
didapat, tambahkan satu sendok teh baking powder ke dalam sekilo tepung sebagai
gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue
kering.
e.
Enriched Flour.
Adalah tepung terigu yang disubstitusi
dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi
terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal. Cocok untuk kue kering dan
bolu.
f.
Whole Meal Flour.
Tepung ini biasanya dibuat dari biji
gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih
gelap/cream. Terigu whole meal sangat cocok untuk makanan kesehatan dan menu
diet karena kandungan serat(fiber) dan proteinya sangat tinggi.
Di dalam tepung terigu terdapat Gluten , yang secara khas
membedakan tepung terigu dengan tepung tepung lainnya. Gluten adalah suatu
senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan
dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan
kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak
mudah robek.
Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung
terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu
tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan
suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya. Dalam pembuatan makanan,
hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu.
Tepung terigu berprotein 12 %-14 % ideal
untuk pembuatan roti dan mie, 10.5 %-11.5 % untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gunakan yang berprotein 8%-9%.
Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan.
Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water
absorption, development time, stability, dan lain-lain. Kandungan tepung
terigu tergantung dari jenis tepung yang digunakan, namun kadar rata-rata
tepung terigu adalah mengandung protein ±13%, Air ±13%, Pati ±72%, gula ±1%, lemak
±0,5%, Abu ±0,5%. Protein yang terkandung terdiri dari protein yang larut dalam
air(±15%) yaitu Albumin & Globulin dan yang tidak larut dalam air atau protein
pembentuk gluten (±85%) yaitu Gliadin & Gluetin.
E.
ANALISIS DAN
ASUMSI
1.
Pembuatan Tepung
Saga Pohon Berbasis Lokal
Berdasarkan
hasil penelitian terdahulu, saga pohon kaya akan protein yaitu 48,2 % (Balai
Informasi Pertanian Ciawi, 1985) dan berpotensi sebagai bahan baku untuk
pembuatan terigu. Seperti pembuatan tepung gandum, tepung saga pohon memiliki
tahapan yang sama, yaitu :
a.
Cleaning
Merupakan
proses pembersihan serta pengkondisian bahan baku agar memiliki sifat dan
persyaratan sesuai dengan yang dikehendaki. Di dalam proses cleaning bahan baku
berupa biji saga pohon dibersihkan dan dipisahkan dari material-material yang
tidak diinginkan yang dapat merusak mesin produksi serta kualitas tepung yang
dihasilkan.
b.
Tempering
Selanjutnya
bahan baku yang telah bersih masuk ke dalam proses tempering. Pada tahap ini biji
saga pohon akan disemprot dengan air agar bersih, kemudian dijemur
dibawah matahari agar kering.
c.
Pengupasan
Kulit
Biji
saga pohon harus dikupas kulit atau cangkangnya yang berwarna merah, dalam hal
ini pengupasan dapat menggunakan mesing pengupas cangkang kopi. Pengupasan
kulit juga dapat dilakukan dengan perebusan biji saga pohon hingga cangkang
mengelupas dengan sendirinya. Kemudian disaring dan dipisahkan sampah cangkang
dan inti biji saga pohonnya secara manual. Jika pengupasan cangkakng dilakukan
dengan cara ini, inti biji saga harus dijemur sampai bener-benar kering
terlebih dahulu sebelum melalui proses milling.
d.
Milling
Tahap
berikutnya adalah proses milling yaitu proses penggilingan mekanik yang
menjadikan biji saga pohon menjadi tepung. Pada tahap ini, biji sag apohon akan
melewati beberapa proses yang berulang-ulang seperti proses penggilingan
(rolling) dan pengayakan (shifting).
2.
Pemanfaatan
Tepung Biji Saga Pohon dalam Pembuatan Cookies
Tepung
biji saga dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan kue kering (cookies). Berdasarkan
penelitian terdahulu, tepung kedelei dan tepung kacang hijau termasuk tepung
gluten free (dapurku.clogspot.com, 2011) dan berdasarkan sifatnya biji saga
pohon memiliki satu rumpun dengan kacang kedelai dan kacang hijau yang berjenis
kacang-kacangan, oleh karena itu diduga tepung biji saga pohon juga termasuk
kedalam jenis tepung gluten free. Penggunaan terigu yang berjenis gluten free
cocok untuk membuat kue kering. Menurut Prof. DR.Made Astawan (dosen Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi IPB):
“…penggunaan
terigu tipe kuat (mengandung
protein tinggi) lebih
disukai karena kemampuan gluten (jenis protein pada tepung terigu). Semakin
kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan
roti. Mengembangnya volume adonan mengakibatkan roti yang telah dioven akan
menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam
roti”.
Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tepung terigu berprotein
tinggi memiliki gluten yang tinggi pula, sehingg cocok untuk produk pastry yang
memerlukan pengembangan adonan (fermentasi) atau pengembangan adonan saat
pemanggangan. Gluten adalah protein bersifat lengket dan elastis yang
terkandung di dalam beberapa jenis serealia, terutama gandum. Karena itu,
gluten terkandung dalam roti, biskuit, pasta, sereal untuk sarapan (breakfast
cereal), mie dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Dalam
proses pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan
menjadi elastis sehingga mudah dibentuk, sedangkan beras dan jagung tidak
mengandung gluten (Ena Lubis, 2009).
Terigu
yang berprotein rendah sangat cocok digunakan untuk membuat kue kering. Menurut
Maria (2008) tepung berprotein rendah memiliki daya serap terhadap air yang
rendah, karena hanya memiliki sedikit gluten sehingga sulit ketika diuleni,
tidak elastis, lengket dan susah untuk mengembang dan tepung ini cocok untuk
kue kering, biskuit, pastel dan kue yang tidak perlu fermentasi. Jika melihat
sifatnya, tepung biji saga pohon yang tergolong gluten free (tidak memiliki
gluten) juga memiliki daya serap terhadap air yang rendah, sehingga lebih cocok
digunakan untuk membuat cookies yang tidak memerlukan fermentasi (pengembangan
adonan).
3.
Pemanfaatan
Tepung Biji Saga Pohon Sebagai Makanan Alternatif Anak Penderita Autis
Autisme
menurut Dr. Melly Budiman,Sp.KJ (Autis Info, 2009) merupakan gangguan
perkembangan yang kompleks dan berat pada anak. Gejalanya bersifat individual
dan tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Secara garis besar gejala ini
merupakan gangguan komunikasi, berinteraksi, dan gangguan perilaku. Ada juga
yang berpendapat bahwa autisme mempunyai gangguan metabolisme yaitu kekurangan
enzim yang berkaitan dengan pencernaan gluten dan casein. Karena metabolisme
tidak sempurna, maka proses pencernaan protein bukan menghasilkan asam amino,
tapi malah menjadi zat racun semacam opioid yang jika masuk ke otak akan memicu
agresivitas.
Menurut
Dr. Sri Achadi Nugraheni penyandang autisme dewasa ini cenderung meningkat.
Penelitian terakhir dari Autism Reseach Centre of Cambridge University
menyebutkan ada 58 anak autis per 10.000 kelahiran. Menurutnya 10 tahun lalu
hanya ada sekitar 2-4 anak autis per 10.000 kelahiran, sehingga di Indonesia
diperkirakan lahir 6.900 anak autis per tahun, penyandang autis kemungkinan
dapat diatasi dengan makanan atau minuman tertentu, sebab makanan dan minuman
memiliki pengaruh cukup besar bagi kehidupan. Ada penelitian yang menyatakan
bahwa diet terhadap makanan dan minuman yang
mengandung gluten (protein dari gandum) dan casein (protein
dari susu) berpengaruh besar terhadap autisme.
Menurut
Tuti Soenardi, dan Susirah Soetardjo (2009) berbagai diet sering
direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua
mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan
minuman yang mengandung gluten dan kasein. Gluten adalah protein yang secara
alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat,
dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan
tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat,
mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu
timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena
makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Makanan
yang dihindari oleh anak penderita autis adalah :
a.
Makanan
yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu,
havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering,
pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
b.
Produk-produk
lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya,
serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan
campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada
kemasannya.
c.
Makanan
sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega,
yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
d.
Daging,
ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget,
hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak
dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe
menggunakan fermentasi ragi.
e.
Buah
dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Berdasarkan
data tersebut salah satu makanan alternatif yang dapat mengatasi permasalahan
tersebut adalah tanaman Saga pohon ( Adenanthera pavonina) yang dapat
dijadikan tepung terigu. Tepung tersebut dapat dijadikan berbagai olahan
makanan seperti cake, cookies (kue kering), pastel, biscuit, dan lainnya. Tepung
biji saga merupakan jenis terigu gluten free, yang artinya aman untuk
dikonsumsi oleh anak penderita autis. Dengan memanfaatkan tepung biji saga
pohon khasanah makanan untuk anak penderita autis akan lebih berfariasi.
F.
PENUTUP
Saga pohon (Adenanthera
pavonina) adalah pohon yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan
bijinya kecil berwarna merah. Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein yang
lebih besar dari protein yang dihasilkan oleh kedelei. Biji saga pohon (Adenantera
pavonina L) merupakan tanaman asal daerah tropis dan hampir ditemukan semua
pulau di Indonesia. Belum banyak pemanfaatan biji saga pohon sebagai makanan.
Dalam makalah ini penyususn mencoba membuat tepung biji saga pohon yang
hasilnya akan dimanfaatkan untuk membuat cookies atau kue kering. Berdasarkan
hasil penelitihan terdahulu dan berdasarkan sifatnya, tepung biji saga
tergolong jenis tepung gluten free yang dapat dimanfaatkan atau dbaik
dikonsumsi oleh anak penderita autis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar