Ujian Akhir
Semester
S2 PTK 2011/2012
1. Link and Match.
Konsep “Link and Match” pada pendidikan kejuruan (SMK) menuntut
praktik industri yang memadai bagi siswa-siswa SMK. Namun dilain pihak peluang
praktik industri juga sangat terbatas. Dalam situasi yang demikian
dikhawatirkan sulit bagi lulusan SMK memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan
lapangan kerja.
- Kemukakan pengertian dan makna dari
konsep Link and Match pada SMK.
- Kemukakan hal-hal apa yang dapat
dilakukan untuk dapat menerapkan
konsep link and match pada SMK
selain praktik ke industri.
Konsep “link and match” pada dasarnya adalah konsep “supplay-demand” dalam arti luas, yaitu dunia pendidikan sebagai
penyiapan SDM, dan individu, masyarakat, serta dunia kerja sebagai
pihak yang membutuhkan. Ada empat aspek kebutuhan yang perlu diantisipasi oleh
pendidikan, yaitu
1) Kebutuhan pribdai atau individu,
2) Kebutuhan keluarga,
3) Kebutuhan masyarakt atau negara,
4) Kebutuhan dunia kerja atau dunia
usaha.
Diantara
kebutuhan tersebut, kebutuhan atau tuntutan dunia kerja atau industri,
dirasakan amat mendesak, maka prioritas “link
and match” diberikan pada pemenuhan kebutuhan dunia kerja (Wardiman J.,
1994:15-16).
Penerapan
kebijaksanaan link and match pada
hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
lapangan kerja. Hal ini sebagai usaha untuk mencari titik temu antara dunia
pendidikan sebagai produsen dan dunia kerja atau industri sebagai konsumen.
Menurut Sanjay a(2009:33), tujuan gerakan link and match adalah “untuk mendekatkan pemasok (supplier) dengan mutu sumber daya
manusia, terutama yang berhuhungan dengan kualitas ketenagakerjaan”. Sedangkan
konsep dasar penerapan pendidikan sistem
ganda itu sendiri adalah penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan
secara sistematis dalam kegiatan pendidikan di sekolah dengan kegiatan
pendidikan (praktek) di dunia industri. Sebagai realisasi dari kebijakan
tersebut, maka dicanangkan konsep pendidikan sistem ganda (PSG atau Dual Base
System).
Untuk
menciptakan “link and match” antara
pendidikan dan dunia kerja atau industri, diperlukan usaha-usaha secara
reciprocal antara kedua pihak. Dunia kerja atau idustri dituntut untuk lebih
membuka diri terhadap pendidikan, baik dalam arti sikap maupun tindakan nyata,
termasuk menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di
pihak lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap
perencanaan sampai implementasi dan evaluasinya sehingga kebijakan “link and match” mempunyai arti yang
maksimal, sesuai dengan tujuannya.Adapun strategi dasar implementasi
untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam “link and match” adalah :
1) Menggiatkan kunjungan lapangan dan
praktek lapangan sebagai bagian integral kurikulum
2) Meningkatkan program magang di dunia
usaha/industri
3) Meningkatkan jumlah dan mutu sarana,
prasarana, dan tenaga
4) Meningkatkan daya tarik SMK sebagai
pilihan yang mempunyai prospek yang baik untuk masa depan.
2. Vokasionalisasi
Pendidikan. Pentingnya peningkatan pendidikan kejuruan
(vokasionalisasi pendidikan) telah mendapat pengakuan dari pemerintah. Upaya
peningkatan jumlah SMK dibanding jumlah SMU
merupakan bukti dari pengakuan tersebut..Konsep vokasionalisasi
pendidikan di Indonesia ditempuh dengan
menambah populasi SMK secara signifikan di berbagai daerah. Banyak laporan
tentang kekurang siapan dalam pembukaan
SMK baru.
Pertanyaan:
- Sebutkan faktor-faktor yang harus
dipersiapkan sebelum sebuah SMK
baru menerima siswa baru.
- Sebutkan upaya yang harus dilakukan
kepala SMK untuk membenahi SMK baru tanpa
persiapan yang memadai, namun telah menerima siswa.
Faktor yang harus dipersiapkan sebelum sebuah SMK
atau lembaga perguruan tinggi membuka penerimaan mahasiswa baru adalah:
1)
Pembelajaran
Menyiapkan
Kurikulum atau standar kompetensi. Untuk mendukung pembelajaran pendidikan kejuruan
diperlukan pengembangan kurikulum yang bersinergi dengan kebutuhan dunia
industri. Kurikulum di SMK menggunakan berbagai pendekatan, seperti:
a) Pendekatan akademik,
b) Pendekatan kecakapan
hidup (life skills),
c) Pendekatan kurikulum
berbasis kompetensi (competency – based curriculum),
d) Pendekatan kurikulum
berbasis luas dan mendasar (broad based curriculum),
e)
Pendekatan kurikulum berbasis produksi (production based
curriculum).
2)
Organisasi Lembaga
Setiap sekolah
atau lembaga harus memiliki struktur organisasi, yang terdiri dari kepala
sekolah atau ketua jurusan, ketua program studi, wakil kepala sekolah (bidang
kemahasiswaan, bidang kurikulum, bidang, dll). Selain itu juga sekolah atau
lembaga harus mempersiapkan staf pendidik dan tenaga kependidikan (guru, dosen,
atau instruktur)
3)
Fasilitas Pembelajaran
Sekolah atau
lembaga harus memiliki dan menyiapkan sarana dan prasarana yang lengkap sebagai
penunjang pembelajaran, jumlah rasio sarana dan prasarana harus didesuaikan
dengan jumlah peserta didik.
4)
Hubungan Kerjasama
Sekolah atau
lembaga memerlukan adanya wadah antara dunia industri khususnya kamar dagang
indonesia dengan dunia pendidikan yang menyediakan program pembelajaran
berorientasi kerja. Oleh karena itu lembaga pendidikan perlu menjalin
hubungan dengan industri.
5)
Pendanaan atau pembiayaan
Sudah merupkan
rahasia umum bahwa pelaksanaan pembelajaran kejuruan memerlukan pembiayaan yang
sangat besar. Adanya keengganan dari pihak industri atau dunia kerja untuk
memberikan pembiayaan kepada peserta didik menyebabkan sulitnya melaksanakan program kejuruan,
oleh karena itu lembaga perlu menyiapkan pendanaan atau pembiayaan.
6)
Promosi
Sebelum melaksanakan
penerimaan mahasiswa baru, lembaga harus melakukan promosi terlebih dahulu,
sehingga calon peserta didik akan tertarik dan masuk kedalam lembaga tersebut.
b.
Upaya kepala
SMK dalam membenahi SMK baru tanpa
persiapan yang memadai:
1)
Melakukan sosialisasi untuk membangun komitmen
seluruh warga sekolah.
2)
Menumbuhkan kesadaran warga sekolah untuk melakukan
perubahan.
3)
Memberikan teladan, dan memberikan motivasi
terhadap warga sekolah.
4)
Melakukan peninjauan visi dan misi sekolah.
5)
Membenahi kurikulum dan model pembelajaran.
6)
Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
7)
Membenahi management.
8)
Memperbaiki sarana dan prasarana.
9)
Menjalin kerja sama dengan DU/DI, dan memanage pendanaan sekolah.
10) Mendorong
agar warga sekolah mau mengembangkan diri melalui kegiatan seminar, training,
pelatihan, diklat, dan meningkatkan kualifikasi pendidikan.
3. Kemampuan
berwiraswasta. Lulusan SMK diharapkan disamping dapat bekerja (employed) juga diharapkan mampu bekerja
sendiri (self-employed). Ditengah
situasi kriris ekonomi sekarang ini lulusan SMK kemungkinan akan mengalami
kesulitan untuk mendapatkan tempat bekerja yang sesuai. Oleh karena itu lulusan
SMK diharapkan pula mempunyai kemampuan berwiraswasta agar mampu membuka
pekerjaan sendiri..
Pertanyaan:
a. Menurut pendapat sdr. apa yang menjadi permasalahan
yang mengakibatkan kreatifitas lulusan SMK berwiraswasta rendah.
b. Uraikan pendapat sdr. langkah-langkah apa yang
perlu ditempuh SMK agar lulusannya memiliki kemampuan berwiraswasta yang
memadai.
Jawab:
Sebagai calon tenaga profesional, siswa atau
mahasiswa selain dituntut untuk menguasai kopetensi-kompetensi yang diberikan,
juga dituntut untuk menjadi seorang individu yang kreatif, sehingga dapat
menghasilkan inovasi-inovasi baru, baik itu dalam menghasilkan produk atau memberikan
pelayanan berupa jasa.
Disamping itu, selain disiapkan untuk menjadi calon
tenaga profesional, dalam pendidikan formalnya seorang siswa atau mahasiswa
juga dibekali pengetahuan dan keahlian untuk berwiraswasta. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa dalam berwirswasta dibutuhkan kreatifitas-kreatifitas, baik
dalam pengelolaannya atau dalam menghasilkan produk dan jasa. Sehingga usaha
dapat berjalan dengan lancar. Namun pada kenyataannya tidak banyak mahasiswa
yang memiliki kreatifitas-kreatifitas tersebut. Berdasarkan pengalaman penulis,
rendahnya kreatifitas mahasiswa
dikarenakan:
1)
Mahasiswa kurang atau bahkan tidak memiliki
keinginan untuk berfikir yang
memungkinkan mereka dapat bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh.
2)
Tidak disiplinnya mahasiswa dalam menanage segala
sesuatunya.
3)
Masih melekatnya sifat ketergantungan atau tidak
mandiri, dan saling mengandalkan antar yang satu dengan yang lainnya.
4)
Mahasiswa tidak memiliki imajinasi dan fantasi,
sehingga pemikiran hanya berada pada jalur realita saja.
5)
Mahasiswa merasa rendah diri dan minder, sehingga
mereka tidak bangga atas karyanya.
6)
Mahasiswa tidak dapat out of the box dan cenderung
androgini psikologis, mereka cenderung berjalan pada konteks ”teks book” dan
realita.
7)
Adanya ketakutan terhadap dosen apabila mereka ”out
of the box” atau menunjukan kecendrungan androgini psikologis dalam
menghasilkan inovasi.
8)
Kurangnya dukungan penuh dari dosen, berupa
apresiasi, dukungan moril atau berupa bimbingan.
9)
Kurangnya bimbingan dosen terkiat pembekalan
menjadi seorang wirausaha.
Langkah-langkah dalam membekali Mahasiswa untuk
menjadi seorang wiraswasta:
1)
Dosen memberikan basic theory mengenai pengatahuan
berwiraswasta, dalam hal ini mahasiswa sudah dibekali dengan mata kuliah
Kewirausahaan dan Managemen Bisnis. Selanjutnya mahasiswa disiapkan untuk
memecahkan masalah yang ada dengan cara mengumpulkan informasi, mempelajari
pola berfikir dari orang lain, dan mengadakan tanya jawab atau brain stoarming
dengan teman dan dosen.
2)
Dalam proses pembelajaran tersebut mahasiswa tidak
hanya belajar by text book saja, tetapi mahasiswa juga belajar berdasarkan
pengalaman dalam berwiraswasta. Sebagai contoh:
Di Prodi
Pendidikan Tata Boga, mahasiswa selama satu smester telah dibekali mata kuliah
Kewirausahaan, dimana mahasiswa diarahkan untuk dapat membuat business plan dan
membuat bisnis kecil. Kemudian dalam Mata Kuliah Management Bisnis Patiseri,
mahasiswa diberikan teori-teori kewirausahaan yang mengarah pada bisnis atau
proyek bersekala besar, dengan teori bisnis yang lebih mendalam pula.
Implementasi dari
mata kuliah tersebut, diaplikasikan dalam mata kuliah Praktek Usaha Boga,
dimana mahasiswa secara berkelompok diberikan tugas untuk mengelola cafe. Dalam
pelaksanaannya mahasiswa diberikan modal usaha oleh dosen, dan diharapkan modal
tersebut dapat berputar sehingga menghasilkan keuntungan.
Mata kuliah
Management Bisnis Patiseri diaplikasikan oleh mahasiswa dalam mata kuliah
Bisnis Patiseri. Dalam pelaksanaannya mahasiswa secara berkelompok dituntut
untuk membuat usaha pastry, dimana mahasiswa diwajibkan untuk membuat proposal
business plan lalu setelah pemdapatkan ACC, dosen akan memberikan modal untu
mendirikan bisnis tersebut.
Pengaplikasian
kewirausahaan berlangsung selama satu semester, artinya pembelajaran dilakukan
diluar bangku perkuliahan. Namun, dosen tetap memantau proses pelaksanaannya,
dan mahasiswa diberikan kepercayaan untuk mengelolanya
3)
Dosen memberikan arahan, motifasi dan apresiasi
kepada mahasiswa, sehingga kepercayaan diri mahasiswa akan tumbuh.
4) Tanamkan sifat berani menghadapi resiko dan penuh
perhitungan dengan memberikan kepercayaan penuh untuk mahasiswa.
5) Dengan adanya aplikasi berwirausaha, diharapkan
mahasiswa dapat meneruskan usahanya diluar konteks pembelajaran.
4.
Rendahnya
mutu lulusan di SMK.
Permasalahan yang menyebabkannya antara lain: a. Guru kurang pengalaman praktik
di industri; b.Sekolah kekurangan fasilitas praktik; c. Jumlah siswa yang
melebihi kapasitas; d..Terbatas tempat praktik di industri. e. Iklim
pembelajaran di sekolah kurang
berorientasi kerja.
Pertanyaan:
a. Coba jelaskan satu persatu bagaimana ke 5
(lima) aspek (a sd e) di atas ikut
mempengaruhi mutu lulusan SMK.
b. Jelaskan
bagaimana upaya memperbaiki masalah iklim
pembelajaran di sekolah kurang berorientasi kerja.
Jawab:
Aspek rendahnya mutu lulusan SMK
1) Guru kurang berpengalaman praktik di
industri
Berdasarkan Undang-undang
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan guru yang berkualitas adalah
guru yang profesional. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para personilnya, artinya, pekerjaan itu tidak
bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Keahlian diperoleh melalui
apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani
profesi itu (pendidikan atau latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani
profesi (in-service-training).
Berdasarkan
pengertaian tersebut maka agar mutu lulusan, baik itu di SMK atau di perguruan
tinggi teknik berkualitas maka mutu guru
atau dosen yang mengajar di harus berkualitas, professional dan memiliki
kompetensi yang bagus, khususnya untuk dosen yang mengajar mata kuliah kejuruan
profesi (MKKP) atau guru bidang produktif perlu pegalaman praktik di industri. Menurut
Kunandar (2007: 55), kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan
yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat
dan efektif. Kompetensi guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi:
a) Kompetensi pedagogik;
b) Kompetensi kepribadian;
c) Kompetensi profesional dan;
d) Kompetensi sosial.
Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci
dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Dengan pengalaman di industri seorang pengajar dapat
mendiseminasi pengetahuannya tentang dunia kerja atau dunia industri kepada mahasiswanya.
2) Jumlah siswa yang melebihi kapasitas
Jumlah peserta didik
dalam kelas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Robinson, Wittebold, dan Slavin (1989) interaksi antara guru dengan
siswa pada kelas kecil lebih intensif. Dalam penelitian tersebut diterapkan
jumlah kapasitas siswa dan tempat praktek harus disesuaikan, artinya
setiap peralatan untuk praktek harus berjumlah sama dengan kapasitas siswa,
atau paling tidak untuk jumlah alat-alat besar disesuaikan dengan jumlah
peserta didik, sehingga setiap peserta didik memiliki kompetensi yang sama
dalam hal praktek dan teori dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu
lulusan.
3) Terbatasnya tempat praktik industri
Selama ini, industri dimanfaatkan oleh
sekolah sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi
produksi. Mahasiswa terkadang melakukan pengamatan cara kerja
mesin dan produk yang dihasilkan dengan secara tidak langsung belajar tentang
mutu dan efisiensi produk. Selain itu mahasiswa juga belajar tentang manajemen
dan organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan
usaha, sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha.
Melalui belajar manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan
mahasiswa pada dunia wirausaha. Mahasiswa terkadang menggunakan industri sebagai objek
wisata-belajar dengan sekedar mengamati dan melihat-lihat dari kejauhan proses
produksi di industri. Mereka juga kadang-kadang mendapatkan informasi dari
pengelola industri tentang organisasi dan para pengelolanya.
Mutu lulusan SMK
ditentukan oleh standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI).
Dengan adanya SKKNI ini memudahkan pemerintah mengembangkan program pembinaan
SDM, membantu proses perekrutan oleh perusahaan, dan sebagai acuan untuk
merumuskan sistem pengujian dan sertifikasi. Berdasarkan SKKNI ini mutu lulusan
SMK diharapkan trampil dibidang kejuruan.
Untuk menciptakan
mutu lulusan yang baik maka SMK atau lembaga perguruan tinggi perlu
memperbanyak praktek kerja di industri, jika praktek kerja diindustri tidak ada
atau sedikit mutu lulusan yang dihasilkan juga kurang bagus. Peran industri semakin penting karena perkembangan teori pendidikan dan
pembelajaran kejuruan lebih banyak menempatkan DUDI sebagai tempat belajar cara
kerja yang efektif.
4) Sekolah kekurangan fasilitas praktik
Faktor
lainnya yang juga menentukan kualitas lulusan SMK atau perguruan tinggi teknik
adalah sarana dan prasarana seperti gedung dan fasilitas lainnya untuk
mendukung proses belajar dan mengajar seperti alat peraga dan praktek,
laboratorium atau balai latihan kerja (BLK) sebagai tempat praktek kerja bagi
sekolah kejuruan sangat dibutuhkan para siswa. Jika standar tersebut belum
terpenuhi para siswa tidak dapat mempraktekkan atau latihan untuk menerapkan
ilmu yang telah diperolehnya dari guru.
Jika sekolah tidak memiliki atau kekurangan fasilitas
praktik maka akan menimbulkan kesenjangan antara pemahaman teori dan praktik
yang pada akhirnya akan menghasilkan mutu lulusan yang rendah. Praktik
merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di
pendidikan kejuruan. Pembekalan melalui praktik sangat berguna dalam
mempersiapkan kompetensi peserta didik yang siap bekerja. Praktik dalam
kegiatan belajar mengajar baik itu di SMK atau di perguruan tinggi teknik dan
kejuruan dilakukan dalam lingkungan sekolah atau lingkungan kampus sendiri,
yaitu dalam ruang praktik atau laboratorium., pada unit-unit produksi yang
dimiliki, juga dilakukan dalam dunia industri melalui praktik kerja industri.
Untuk
itu upaya pengembangan fasilitas pada SMK terutama fasilitas laboraturium
praktek kerja yang up to date dan diharapkan pihak sekolah dapat
mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha/industri serta memperluas akses dan
kemudahan bagi siswa SMK.
5) Iklim pembelajaran disekolah kurang
berorientasi kerja
Seorang mahasiswa
pasti tumbuh dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Lingkungan perguruan
tinggi pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu lingkungan fisik berupa berbagai
sarana dan prasarana yang menunjang pencapaian tujuan dan lingkungan non fisik
berupa basic value atau nilai dasar
yang dikembangkan pada suatu lembaga. Lingkungan kedua ini lazim disebut
sebagai budaya lembaga.
Iklim belajar yang
kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan
seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap
dosen, hubungan yang harmonis antara mahasiswa
dengan dosen dan antara para mahasiswa itu sendiri. Iklim belajar yang menyenangkan
akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktifitas serta kreativitas peserta
didik. Karena pengembangan KTSP menggunakan pendekatan kompetensi, dan
berlandaskan aktivitas serta kemampuan berfikir peserta didik (student activity
and thinking skill), pengembangan KTSP memerlukan ruangan yang fleksibel, serta
mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Luas ruangan dengan jumlah
peserta didik juga perlu diperhatikan, bila pembelajaran dilakukan diruang tertutup;
sedang ditempat terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari
lingkungan sekitar. Sarana dan media pembelajaran juga perlu diatur dan ditata
sedemikian rupa, demikian halnya dengan penerangan jangan sampai mengganggu
pandangan peserta didik.
Dikatakan nilai-nilai yang menjadi
muatan program belum membudaya. Atau budaya kerja pegawai (mental) yang ada
dianggap sulit berubah. Jika ada nilai baru yang penerapannya memerlukan
perubahan dan perubahan itu oleh penguasa dianggap dapat merugikan
kepentingannya, maka yang dijadikan dasar penolakan terhadap nilai baru itu
adalah budaya, dan lain sebagainya. Demikian
halnya, dalam suatu lembaga pendidikan, banyak program yang kurang terlaksana
dengan baik karena belum adanya budaya yang kondusif. Cita-cita lembaga
pendidikan untuk mewujudkan civitasnya sebagai masyarakat pembaca (learning
society) kurang berhasil karena belum adanya budaya gemar membaca di kalangan
sivitasnya.
b. Untuk memperbaiki iklim pembelajaran
yang berorientasi kerja dapat dilakukan dengan cara :
1) Penyesuaian Kurikulum atau Standar
Kompetensi di sekolah dengan dunia kerja secara berkelanjutan,
2) Pengadaan staf pendidik dan tenaga
kependidikan yang kompeten,
3) Memiliki sarana dan prasarana yang
memadai,
4) Menerapkan konsep situated learning,
5) Mempunyai hubungan dengan dunia
industry
6) Memiliki lembaga penyedia work based
learning (WBL)
7) Mengadakan assessment dan evaluasi,
8) Menumbuhkan jiwa kewirausahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar