Nanda Harianto
nandaharianto@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan
pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk
menemukan, mengembangkan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Problematik
mengenai kebenaran merupakan masalah yang mengacu tumbuh dan berkembangnya ilmu
filsafat. Filsafat merupakan titik awal lahirnya ilmu, dengan mempelajari
filsafat makan seseorang akan mampu berfikir lebih mendalam tentang suatu hal
sehingga mampu menangkap makna dan kebenaran dari hal yang direnungkannya itu.
Berdasarkan tingkatannya, Kebenaran dapat dibedakan menjadi empat lapis;
kebenaran indrawi, kebenaran ilmiah, kebenaran filsafat, kebenaran religi. Pada
makalah ini akan dibahas kebenaran indrawi, bagaimana panca indra yang dimiliki
manusia dapat mencari kebenaran, serta bagaimana panca indra dapat digunakan
untuk memperoleh pengetahuan.
B. RUMUSAN MASALAH
Pada
makalah ini dapat dirumuskan masalah sebagai beikut;
1. Bagaimana mencari kebenaran
dengan menggunakan panca indra?
2. Bagaiman panca indra
digunakan untuk memperoleh pengetahuan?
C. TUJUAN
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu, makalah
ini juga dibuat untuk menjawab pertanyaan bagaimana panca indra dapat digunakan
untuk mencari kebenaran, bagaimana panca indra dapat digunakan untuk memperoleh
pengetahuan.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah
ini disusun atas empat bab;
1. Bab I Pendahuluan, berisi
mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, sistemetika
penulisan.
2. Bab II Landasan Teori, bab
ini berisi mengenai materi yang menunjang dalam menjawab permasalah pada latar
belakang yang dirumuskan dalam rumusan masalah.
3. Bab III Pembahasan, bab ini
berisi mengenai pembahasan masalah dengan ditunjang materi serta pandangan
penulis.
4. Bab IV Penutup, bab ini
berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan dari kajian materi
ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kebenaran
sebagai ruang lingkup dan objek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia, manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus
menerus hakikat kebenaran.
A. PENGERTIAN KEBENARAN
Kebenaran
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): keadaan (hal dsb) yang cocok
dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya; sesuatu yang sungguh-sungguh
(benar-benar) ada; kelurusan hati; kejujuran. Berdasarkan tingkatannya
kebenaran dapat dibagi menjadi empat:
1. Kebenaran inderawi adalah tingkatan
yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia
2. Kebenaran ilmiah adalah
kebenaran yang diperoleh melalui kegiatan yang sistematik, logis, dan etis
3. Kebenaran filsafat adalah
kebenaran yang diperoleh melalui renungan mendalam untuk mengolah kebenaran itu
lebih tinggi nilainya
4. Kebenaran religi adalah
kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan dihayati oleh
kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat
tingkatan kebenaran ini berbeda-beda, sifat dan kualitasnya, bahkan proses dan
cara terjadinya, disamping potensi subjek yang menyadarinya. Potensi subjek
yang dimaksud ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu, misalnya
tingkat kebenaran indra, potensi subjek yang menangkapnya adalah indra.
Kebenaran
itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran
itu, membina dan menyempurnakan sejalan dengan kematangan kepribadiaanya.
Ukuran kebenarannya berdasarkan berfikir merupakan suatu aktifitas manusia
untuk menemukan kebenaran, apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu
benar bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan suatu ukuran kriteria
kebenaran. Dalam memperoleh kebenaran terdapat
beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi
sebagai penghubung dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia mampu
mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan
timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau
pengalaman. Bagi yang mempercayai bahwa penginderaan
merupakan satu-satunyacara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum
empiris. Bagi golongan ini, pengetahuan itu bukan didapatkan melalui penalaran
rasional yang abstrak, namun melalui pengalaman yang konkrit.
2. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah
dengan mengandalkan rasio, upaya ini sering disebut sebagai pendekatan
rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir,sehingga dengan
kemampuannya tersebut manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu,
yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.
3. Pendekatan Intuitif
Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh
tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalkan Seseorang yang
sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba
menemukan jalan pemecahan dari masalah yg dihadapi.
4. Pendekatan Religius
Kita sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran
harus menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan
dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya untuk memperoleh kebenaran
denganjalan seperti ini disebut sebagai pendekatan religious.
5. Pendekatan Otoritas
Yang
dimaksud dengan pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki
kelebihan tertentu disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan
tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan,
pengalaman, dan sebagainya. Yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu
disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka
nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.
B. PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah
pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya, misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma
masakan tersebut.
Pengetahuan adalah
hasil olah pikir
manusia dalam merespons
berbagai fakta atau gejala atau fenomena
yang dihadapinya yang
disusun secara sistematis sehingga menghasilkan konsep
yang bermanfaat bagi
penyelesaian suatu pekerjaan.
Berdasarkan terjadinya pengetahuan,
pengetahuan dapat dibagi menjadi dua, pengetahuan apriori atau aposteriori.
Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui
pengalaman, pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena
adanya pengalaman. Terdapat enam alat untuk memperoleh pengetahuan (Surajiyo,
2009: 55):
a.
Pengalaman
indra
b.
Nalar
c.
Otoritas
d.
Intuisi
e.
Wahyu
f.
Keyakinan
Pengalaman
indra merupakan sumber pengetahuan berupa alat-alat untuk menangkap objek dari
luar diri manusia melalui kekuatan indra. Kekhilafan akan terjadi apabila ada
keidaknormalan dalam alat itu.
Nalar
adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih
dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Otoritas
adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya
memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya.
Intuisi
adalah kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu
rangsangan atau stimulus maupun untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan.
Wahyu
adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan
umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan
tentang sesuatu yang disampaikan itu.
Keyakinan
adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan sangat sukar
untuk dibedakan dengan jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang
dipergunakan adalah kepercayaan.
C. TEORI-TEORI KEBENARAN
Terdapat
beberapa teori kebenaran sebagai berikut (Jujun, 1984 : 55):
1. Teori koherensi
2. Teori korespondensi
3. Teori pragmatis
Teori
koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan – pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Bila kita menganggap benar bajwa “semua manusia pasti akan mati” adalah
suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Polan adalah seorang
manusia dan si Polan akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua
adalah konsisten dengan pernyataan pertama. Matematikan adalah bentuk
pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.
Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar
yakni aksioma, dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu
teorema, di atas teorema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan
Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola
pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Teori
korespondensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970).
Bagi penganut teori korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika
materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang
mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan
itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni
Jakarta yang memeng menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain
yang menyatakan bahwa “ Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka
pernyataan itu adalah tidak benar, sebab tidak terdapat objek dengan pernyataan
tersebut, dalam hal ini maka secara faktual “Ibu Kota Republik Indonesia adalah
bukan Bandung melainkan Jakarta.”
Kedua
teori kebenaran ini yakni teori koherensi dan teori korespondensi, kedua-duanya
dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan
logika deduktif mempergunakan teori koherensi, sedangkan proses pembuktian
secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta – fakta yang mendukung suatu
pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran pragmatis.
Teori
pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914), menurut teori ini,
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifa fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah
benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Sekiranya ada orang menyatakan sebuah
teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y
dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X tersebut dianggap benar,
sebab teori X ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.
D. INDERA
Indera atau indria merupakan alat penghubung/kontak
antara jiwa dalam wujud kesadaran rohani diri dengan material lingkungan, dalam ajaran Hindu indria ada sebelas
macam dan disebut sebagai eka dasa indriya. Lima macam indera berfungsi sebagai
alat sensor dalam bahasa
Sansekertanya disebut panca budi indriya dan dalam bahasa Indonesia lebih dikenal
sebagai panca indera yaitu:
alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), dan alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba). Lima jenis lagi disebut panca budi indria sebagai alat
gerak yaitu tangan untuk mengambil, kaki untuk berjalan, anus untuk membuang
air, mulut sampai hidung untuk
bicara-bernapas-makan, alat kelamin untuk menikmati
hubungan kelamin. Indria yang kesebelas merupakan indera utama yang mengontrol
jalannya kesepuluh indera yang lain. Indera kesebelas ini adalah pikiran sebagai
kendali segala aktivitas diri (wikipedia).
BAB III
PEMBAHASAN
Kebenaran
indrawi merupakan kebenaran yang yang paling sederhana, karena kebenaran ini
hanya melibatkan panca indra dalam mencari kebenarannya, pada umumnya
manusia dalam menilai
sekelilingnya berdasarkan informasi inderawi seperti
api, panas, batu,
senjata, pohon dan lain-lain. Kebenaran yang
diperoleh cenderung bersifat kebenaran inderawi. Kebenaran ini dapat
dilakukan oleh semua orang. Kebenaran inderawi
terkadang menyesatkan seperti Gunung
berwarna biru, bintang di langit
kecil, tiang telepon bergerak ketika kita naik Kereta Api Cepat., misal
berdasarkan gambar 1
Gambar 1. Pensil dimasukan dalam
gelas berisi air
Gambar
1 memperlihatkan pensil yang dimasukan ke dalam gelas, hasil yang terlihat
adalah pensil itu akan terlihat patah dilihat dari samping, jika langsung
menggunakan kebenaran indra tanpa mengkaji terlebih dahulu, maka akan
didapatkan kebenaran berupa air yang dimasukan ke gelas akan membengkokan
pensil, padahal yang sebenarnya adalah pensil itu tidak bengkok.
Kebenaran
inderawi kadang menyesatkan, untuk mengatasi hal ini diperlukan penalaran atau
berpikir untuk menguji kembali fakta-fakta inderawi, sehingga kebenaran yang
didapatkan dari panca indra itu dapat digunakan sebagai kebenaran. Fakta-fakta
indra juga dapat menimbulkan pengetahuan, berdasarkan cara memperoleh
pengetahuan, indra dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan,
berupa pengalaman indra, seperti yang ditunjukan pada gambar 1, dari gambar
tersebut dapat diketahui pensil terlihat bengkok, sehingga orang akan mengkaji
dan mencari kebenaran yang menyebabkan pensil itu terlihat bengkok, disana akan
terlahir pengetahuan yang menyebabkan pensil tersebut bengkok, berupa kerapatan
benda, pengetahuan berdasarkan pengalaman ini disebut pengetahuan aposteriori.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1. Kebenaran adalah persesuaian
antara pengetahuan dengan objek, di mana persesuaian itu dapat dikaji dan ditentukan
ketepatannya dengan menggunakan indera yang dimiliki manusia.
2. Kebenaran inderawi adalah kebenaran
yang paling sederhana, kebenaran yang diperoleh melalui panca indra kita dan
dapat dilakukan oleh siapa saja.
3. Kebenaran inderawi kadang
menyesatkan, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan penalaran atau
berpikir untuk menguji kembali fakta-fakta inderawi.
4. Fakta-fakta indra dapat
menimbulkan pengetahuan, dengan cara mengkaji fakta-fakta yang diperoleh dari
kebenaran inderawi.
5. Pengetahuan yang didapat dari
pengalaman indera atau pengamatan empiris adalah pengetahuan aposteriori.
B. REKOMENDASI
1. Bagi yang akan membahas
kebenaran inderawi dibutuhkan kajian teoritis yang lebih luas, sehingga
mendapat kejelasan dari kebenaran inderawi ini.
2. Bagi berbagai pihak kebenaran
akan sesuatu hendaklah tidak dilihat hanya dari kebenaran inderawi saja, karena
kebenaran ini kadang menyesatkan, dibutuhkan pemikiran untuk menguji
fakta-fakta inderawi, karena yang terlihat tidak selalu seperti yang terlihat.
DAFTAR PUSTAKA
_________. (2011).
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://kamusbahasaindonesia.org/kebenaran.
(15 November 2011).
Anwar, Syaful. (2011). Riset Untuk Widyaiswara dan Penjabat Publik. [Online]. Tersedia: http://www.bppk.depkeu.go.id/
webbc/images/stories/file/2011/artikel/ Riset% 20 Untuk%20Widyaiswara%20d.pdf. (15 November 2011).
Gahral, Donny.
(2011). Pengantar Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Depok: Koekoesan.
Surajiyo, Drs. (2009). Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S. (1984). Ilmu Dalam Prespektif.
Jakarta: Gramedia.
Artikel menarik, ijin copy ya Pak/Ibu.
BalasHapus