oleh:
Mauren Gitta 1104398
A.
LATARBELAKANG
PENULISAN
Usia lanjut merupakan
suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami
oleh seseorang bila ia panjang umur. Di indonesia, istilah untuk kelompok usia
ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan
istilah lansia atau jompo. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial seedikit demi sedikit
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi.
Menurut Hurlock secara
umum orang lajut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua
macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran
yang mendalam , sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi
hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima
realitas yang ada.
Keberadaan usia lanjut
ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun,
hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam
rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif. Usia
lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mecapai usia
tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik
yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas
serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia.
B.
MAKSUD
DAN TUJUAN
Adapun
maksud dan tujuan dari pembahasan chapter report ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui pentingnya memahami psikologi
lansia
2.
Memahami permasalahan apasaja yang
dihadapi seseorang pada usia lansia
3.
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bimbingan Konseling dan Karir Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
C.
PEMBAHASAN
1.
PSIKOLOGI
LANSIA
Dalam
dunia psikologi lansia dikenal dengan istilah Gerontology, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis,
psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Sementara Psikogeriatri
adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Badan
kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut
usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75
– 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa
setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56
tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983)
berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang
mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya
tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian
akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan
dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh
sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat
tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok
lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara
yang berbeda-beda.
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi
kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif
(Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,
tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri
(Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power
sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung
(Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia
tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan
(Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa
tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi
morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self
Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.
2.
MASALAH
YANG DIHADAPI LANSIA
a.
Masalah
Ketidakberdayaan
Dengan
kemunduran dan berkurangnya fungsi tubuh, seorang lansia menghadapi masalah
ketidak berdayaan dalam beberapa hal, yaitu:
1) Mitos:Penurunan Dalam Berhubungan
Sexual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal
diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer. Faktor
psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a)
Rasa
tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b)
Sikap
keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.
c)
Kelelahan
atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d)
Pasangan
hidup telah meninggal.
e)
Disfungsi
seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb
2) Mitos:Penurunan Kondisi Fisiki
Tubuh
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput,
gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang
yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan
kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga
kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik
dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha
untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.
b.
Masalah
Psikososial
1) Mitos:Penurunan Daya Intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008)
kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme
sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai
puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara
terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia.
Ketika lansia memperlihatkan kemunduran
intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran tersebut juga cenderung
mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki
masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-tantangan penyesuaian intelektual
sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit
menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberpa hal,
jelas akan mengalami kemunduran memorinya. Menurut Ratner et.al dalam desmita
(20080 penggunaan bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua , tidak
hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melinkan dapat
menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya
merupakan sesuatau yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor,
seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia
tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat
mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan menyediakan
lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual
mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
2) Mitos:Penurunan Kemampuan Belajar
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan
kontroversial dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia
adalah kemampuan kognitif orang dewasa,
seperti memori, kreativitas, intelegensi, dan kemampuan belajar, paralelel
dengan penurunan kemampuan fisik. Pada umumnya orang percaya bahwa proses
belajar, memori, dan intelegensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus
bertambahnya usia. Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada
masa dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa lanjut kurang mampu
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam
ingatannya. Kecepatan memproses informasi secara pelan-pelan memang akan
mengalami penurunan pada masa dewasa akhir, namun factor individual
differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986) menyatakan
bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan masalah mengukur
bagaimana orang-orang dewasa lanjut melakukan aktivitas-aktivitas yang abstrak
atau sederhana.
Lanjut usia yang yang sehat dalam arti tidak
mengalami demensia atau gangguan Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar
yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (long
study) bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan
sempai akhir hayat. Oleh karena sudak seyogyanya jika mereka tetap diberikan
kesempatan untuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Implikasi praktis dalam
pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif
dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan
proses belajar yang sudah disuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia
yang dilayani.
Daya ingat adalah kemampuan psikis untuk menerima,
mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah
dialami seseorang. Daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang banyak
berperan dalam proses berfikir, memecahkan masalah, maupun kecerdasan
(intelegensia), bahkan hampir semua tingkah laku manusia itu dipengaruhi olah
daya ingat. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif
yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Pada lanjut usia yang
menderita demensia, gangguan yang terjadi adalah mereka tidak dapat
mengingat peristiwa atau kejadian yang baru dialami, akan tetapi hal-hal yang
telah lama terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering menimbulkan salah paham
dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan terhadap
lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik berupa
tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka. Misalnya dengan tulisan
JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2002 dan sebagainya, ditempatkan pada tempat yang
strategis yang mudah dibaca atau dilihat.
c.
Masalah
Psikonomi
1) Mitos:Kondisi Lansia Bukan Umur
Produktif Lagi Untuk Bekerja
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa
pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti
yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan
beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental
individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang
takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga
yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan
kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk
masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana,
terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika
perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki
kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun
dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan
arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha
sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan
langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang
cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan
bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan
berkurang dan sebagainya.
2) Mitos:Usia Lansia berarti memasuki
Golden Years
Pada
zaman dahulu usia lanjut dikatakan sebagai tahun emas. Ketika seseorang memasuki
golden years pada usia lansia akan banyak mitos-mitos berupa larangan atau
pantangan. Namun seiring berkembangnya zaman mitos tersebut hilang
perlahan-lahan.
3) Mitos:Semakin Tua Kebutuhan Semakin
Sedikit
Semakin
tua seseorang makan kebutuhan hidupnya akan semakin sedikit, baik itu kebutuhan
primer, sekunder, atau kebutuhan tersier. Untuk menjaga kesehatan, seorang
lansia harus menjaga makanannya, jumlah kalori harus dibatasi untuk mencegah
timbulnya penyakit. Orientasi orang yang memasuki usia lansia adalah ingin
mencari ketenangan hidup, sehingga kebutuhannya hidup seperti pakaian atau
kebutuhan akan teknologi akan berkurang.
3.
IMPLIKASI
KONSELING LANSIA
a.
Perubahan
Sosial dan Pengunduran diri
Ahli sosiologi membuat “disengagement theory of aging”
yang berarti bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara
pelan-pelan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat
terhadap satu sama lainnya, dan proses ini adalah terjadi secara alamiah dan
tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai kepada
penarikan diri yang terakhir, yaitu mati. Teori lainnya adalah “Continuity
Theory” yang berdasarkan atas asumsi bahwa “identity” adalah fungsi daripada
hubungan dan interaksi dengan orang lain. Seseorang yang lebih sukses akan
tetap memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya,
melibatkan diri dengan wajar dengan masalah-masalah masyarakat, keluarga dan
hubungan perseorangan. Mereka tetap memelihara identitasnya dan kekuatan
egonya. Teori lainnya ialah “Activity Theory” yaitu yang menjelaskan bahwa
orang yang masa mudanya sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya
setelah dia menua. Ahli jiwa mengatakan bahwa “ sense of integrity” dibangun
semasa muda dan akan tetap terpelihara sampai tua.
Ericson, membuat suatu ringkasan tentang fase-fase
perkembangan manusia sejak bayisampai tua, yang mana tiap fase menerangkan
tentang adanya krsisis-krisis untuk memilih antara kearah mana
seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara
: “ sense of integrity” dan “ Sense of despair” karena adanya rasa takut akan
kematian. Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego
differentitation) melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role
preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun. Juga
ditambahkan bahwa pada masa ini ada krisis, seseorang itu dapat membangun suatu
hubungan-hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan mengembangkan
aktivitas-aktivitas yang kreatif untuk melawan pikiran-pikiran yang terpusat
kepada kemunduran-kemunduran fisiknya.
Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial
Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan
yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang,
produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri
dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari
integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus
kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan
historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia
sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering
disebut sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan
masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat
dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah
membatasi kegiatan dan membuat orang tidak menrasa berdaya.
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia
tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan
lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktifitas selama ini;
(2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu
memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang lebih muda
disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin
mendekat, oran ingin seperti ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak
bermanfaat lagi.
b.
Penurunan
Kemampuan Fisik dan Emosi
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang
siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para
lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi
(Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak
ikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh,
kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang
tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.
Hal – hal tersebut di atas yang dapat menjadi
penyebab lanjut usia kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering
ditemui lanjut usia dengan penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan
bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi dan
ketakuatan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian
suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan
diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa
selanjutnya.
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut
usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat
perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan
kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan
tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme
psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya
tanpa menimbulkan masalah baru.
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi
psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa
lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan
besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran
yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali
tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas
kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang
jernih.
Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang
menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk
mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Dorongan yang relevan
dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat
bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak
menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap
menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika
individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh
orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber
dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait
dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan
sikap kurang senang terhadap diri sendiri.
Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional
mereka lebih spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu
peristiwa daripada orang-orang muda. Bukan hal yang aneh apabila orang-orang
yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-tanda kemunduran dalam berperilaku
emosional; seperti sifat-sifat yang negatif, mudah marah, serta sifat-sifat
buruk yang biasa terdapat pada anak-anak.
Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan
untuk mengekspresikan kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang
lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang. Mereka takut mengekspresikan
perasaan yang positif kepada orang lain karena melalui pengalaman-pengalaman
masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif yang dilontarkan jarang memperoleh
respon yang memadai dari orang-orang yang diberi perasaan yang positif itu.
Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan sia-sia.
Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku
emosional mereka.
c.
Dying
Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan
datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya
kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya
kematian, karena itu pemahaman dan pembahasan yang mendalam tentang kecemasan
lansia penting untuk, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis, dalam
menghadapi kematian menjadi penting untuk diteliti. Sebab kecemasan bisa
menyerang siapa saja. Namun, ada spesifikasi bentuk kecemasan yang didasarkan
pada usia individu. Umumnya, kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan,
yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan perasaan yang tidak
baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang (Hurlock,
1990:91).
Disamping itu juga, ada beberapa faktor lain yang
dapat menimbulkan kecemasan ini, salah satunya adalah situasi. Menuruk Hurlock
(1990:93) bahwa jika setiap situasi yang mengancam keberadaan organisme dapat
menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat
dari perubahan sosial yang sangat cepat. Hal ini sesuai dengan hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang lansia yang
sedang mengalami pengobatan rawat jalan karena terkena penyakit kronis di
tempat kediamannya, seperti dituturkan oleh Azis salah seorang anak yang orang tuanya
sedang menjalani terapi pasca pengobatan penyakit stroke di RSU Saiful Anwar
Malang, bahwa
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh (Casanah,2000:27) mengemukakan bahwa mungkin saja orang yang sudah lanjut
usia seringkali mendapat perlakuan yang sebenarnya tidak mereka inginkan,
misalnya selalu disuruh duduk saja.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan pada lansia yang
mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah selalu
memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan
keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu
rumah/berlainan kota dengan subyek, kepikiran anaknya yang belum menikah,
sering merasa kesepian, kadang sulit tidur dan kurangnya nafsu makan karena
selalu memikirkan penyakit yang dideritanya
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kecemasan pada lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian
meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah,
menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau menyirami tanaman. rajin
memeriksakan kesehatannnya ke dokter atau puskesmasterdekat dan mengatur pola
makan teratur sebisa mungin, dan mengisi hari-harinya dengan cara menjenguk
anak dan cucunya atau pergi mengunjungi ke panti jompo.
d.
Menikah
Kembali
Banyak orang
yang ketika memasuki usia lansia sudah tidak memiliki padangan hidupnya, entak
itu karena ditinggal meninggal atau karena bercerai. Manusia adalah makhluk
social, oleh karena seseorang tidak dapat hidup sendiri dan butuh pendamping.
Menikah kembali adalah pilihan yang tepat untuk mencapai kebahagian hidupnya
dimasa tua.
e.
Hubungan
Seksualitas
Pembahasan ini
sangat penting untuk disadari, karena banyak para seseorang yang ketika sudah
memasuki usia lansia merasa tidak nyaman berbicara tentang sex kepada orang
lain. Padahal hasrat untuk bercinta adalah kebutuhan biologis yang tidak dapat
dihindarkan. Bercinta dalam konsep ini termasuk berpegangan tangan, saling
menyentuh, saling membelai, berciuman, merangkul, membuat suasana menjadi
romantic, saling menyayangi, dan saling memberikan komentar yang bagus. Dalam
menghadapai ini seorang konselor harus memberikan pelatihan dan menyadarkan
dengan menguraikan nilai-nilai kehidupan, sehingga para lansia dapat mengatasi
kehidupan sexualnya, dan merasa nyaman berdiskusi dengan orang lain, termasuk
berbicara mengenai moitos penuaan dapat menyebabkan lemah syahwat.
4.
BERADAPTASI
MENGHADAPI PENSIUN
a. Peningkatan Kehidupan
Peningkatan
kehidupan berkaitan dengan kesejahteraan yang berhubungan dekat dengan
bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor
eksternal hidup. Ketika berbicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan
merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri. Menjadi puas berarti merasakan
bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah
pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.
Menjadi
bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan
yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak
banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya
seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional
seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status
kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.
b. Waktu Luang yang Banyak
Umumnya
orang yang sudah memasuki usia lansia sudah memasuki masa pendiun pula.
Aktifitas bekerjanya yang memakan waktu 5-8 jam per hari akan hilang, sehingga
waktu luangnya akan bertambah.
c. Pendidikan
Fasilitas pendidikan, semakin tahun memang semakin
meningkat, sehingga generasi sekarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Pengalaman-pengalaman
di dunia pendidikan, ternyata berkorelasi positif dengan hasil skor pad tes-tes
inteligensi dan tugas-tugas pengolahan informasi (ingatan) (Verhaegen, Marcoen
& Goossens, 1993). Dinegara-negara maju, beberapa lansia masih berusaha
untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Alasan-alasan yang dikemukakan
antara lain:
1) Ingin
memahami sifat dasar penuaan yang dialaminya
2) Ingin
mempelajari perubahan social dan teknologi yang dirasakan mempengaruhi
kehidupannya.
3) Ingin
menemukan pengetahuan yang relevan dan mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang
relevan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan masyarakat dan tuntutan
pekerjaan, agar tetap dapat berkarier secara optimal dan mampu bersaing dengan
generasi sesudahnya.
4) Ingin
mengisi waktu luang agar lebih bermanfaat, serta sebagai bekal untuk mengadakan
penyesuaian diri dengan lebih baik pada masa pensiunnya
D.
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Usia
lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu
periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Kemunduran yang terjadi pada lansia tidak hanya dari
segi fisik saja tetapi juga pada kognitifnya.
Pensiun pada usia lanjut
mengakibatkan perubahan peran seperti perubahan terhadap minat , nilai dan pola
hidup, bisa bersifat sukarela maupun keharusan, terjadi lebih awal maupun pada
usia standar. Bahaya yang potensial terhadap penyesuaian pribadi dan sosial
sebagian disebabkan oleh menurunnya fungsi fisik dan mental sebagai ciri-ciri
usia lanjut, yang menyebabkan orang usia lanjut mulai terserang penyakit dan
sebagian lagi disebabkan oleh kurangnya pengenalan terhadap potensi yang
berasal dari kelompok social
2.
SARAN
a.
Kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif
sebaiknya tetap diadakan sepanjang yang bersangkutan (lansia) masih bersedia
b.
Untuk membantu daya ingat para lansia,
sebaiknya di tempat-tempat yang strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal
dan sebagainya dengan huruf ukuran besar dan jelas.
c.
Ditempat-tempat tertentu misalnya ruang
tamu, kamar mandi, ruang makan, lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi
tulisan atau tanda khusus yang mudah dikenali oleh para lansia.
d.
Bentuk tempat tidur, kursi, pintu,
jendela dan sebagainya yang sering kali mereka gunakan/lewati/pegang seyogyanya
dibuat sederhana, kuat dan mudah dipergunakan. Bila perlu diberi alat bantu
yang memudahkan untuk berjalan, bangun, duduk dan sebagainya. Hal tersebut
sangat penting untuk menambah rasa aman mereka dan memperkecil bahaya.
e.
Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya
dibuat untuk keperluan mereka, misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam,
tidak menggunakan tangga atau tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan sehinga
mudah digunakan mereka dan pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas
terpenuhi mereka akan merasa aman dan bahayapun akan berkurang.
f.
Pengaturan tempat duduk waktu makan,
istirahat bersama sebaiknya mempermudah mereka untuk melakukan interaksi
sosial. Hindari susunan kursi / tempat duduk yang saling membelakangi, karena
akan membuat para lansia tidak dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok
diusahakan antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.
g. Biasakan
mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang sampah, meludah dan
sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan mereka dari kebiasaan buruk
seperti mengisolasi diri, menarik diri dari pergaulan dengan
rekan-rekannya dan sebagainya.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi,
Imam. 2008. Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia Yang Menderita
Penyakit Kronis.
Pendekatan
Pada Lansia. Makalah (tidak diterbitkan).
Noname.
2010. Perkembangan Kognitif Masa Dewasa Akhir Posted. Makalah (tidak
diterbitkan).
Noname.
2010. Perkembangan Fisik dan Psikis pada Usia Lanjut Kajian Teoritis dan
Apilkatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar