A.
LATAR
BELAKANG PENULISAN
Manusia
adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersama-sama serta saling
berhubungan satu sama lain dengan demikian maka perlu adanya kepemimpinan.
Seperti didunia bisnis dan didunia lain pendidikan. Pemerintahan negara adalah
seorang pemimpin sangat menentukan dari tercapainya kesuksesan dan efisiensi
kerja. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membawa lembaga /
organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu yang ditentukan.
Di
zaman modern sekarang ini, seorang pemimpin sangat diperlukan, tetapi pemimpin
juga lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat yang
dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan dan pengalaman sebagai
bekal. Para ahli kepemimpinan telah memberikan berbagai defisini mengenai
kepemimpinan, serta menghasilkan berbagai konsep dan teori kepemimpinan.
B.
MAKSUD
DAN TUJUAN
Adapun
maksud dan tujuan penulisan chapter repot yang berjudul Leadership in
Administration adalah sebagai berikut:
1. Untuk
memahami bahwa tidak semua seorang administrator adalah seorang pemimpin, namun
seorang pemimpin harus memiliki sifat dan dapat menjadi seorang administrator.
2. Untuk
memahami dan mengaplikasikan perilaku seorang pemimpin dalam situasi dan
kondisi tertentu.
3. Untuk
menciptakan lingkungan kerja dimana angora atau bawahannya dapat melatih jiwa
kepemimpinanya.
4. Untuk
memahami perlunya kepemimpinan yang dinamis dalam pendidikan kejuruan.
5. Untuk
memahami bagaimana membawa perubahan yang diperlukan untuk meningkatkan
pendidikan kejuruan.
C.
PEMBAHSAN
1.
PERBEDAAN
SEORANG PEMIMPIN DAN ADMINISTRATOR
Kreiner menyatakan
bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang
pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai
tujuan organisasi. Dalam hubungan dengan kepemimpinan dalam institusi
pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan, baik di tingkat pusat maupun
daerah, maka tugas pokoknya lebih banyak ke pembuatan kebijakan, koordinasi
tingkat tinggi dalam implementasi kebijakan, monitoring dan evaluasi antar
instansi dan lembaga pendidikan, serta membangun hubungan baik dengan lembaga
legislatif dan dunia industri. Pimpinan pada level ini sebaiknya telah memiliki
pengalaman kerja langsung di industri ataupun lembaga pendidikan kejuruan
sehingga memiliki sense yang baik dari segi operasional dalam bidang pendidikan
kejuruan. Untuk kepemimpinan tingkat lembaga pendidikan kejuruan, maka yang
diperlukan lebih kearah kemampuan operasional penyelenggaraan proses
pendidikan, koordinasi internal dan eksternal, serta monitoring dan evaluasi
internal.
Dalam
arti luas administrasi diartikan sebagai proses meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya organisasi. Dalam
arti sempit, administrasi disebut juga sebagai administrasi sekolah atau
ketatausahaan sekolah. Petugasnya disebut sebagai tenaga administrasi sekolah.
Administrasi sekolah meliputi 12 hal, yaitu:
a. Administrasi persuratan dan kearsipan (kesekretariatan),
b. Administrasi pendidik dan tenaga kependidikan,
c. Administrasi keuangan (termasuk RAPBS dan perpajakan) dan
standarnya,
d. Administrasi isi dan standarnya,
e. Administrasi proses dan standarnya,
f. Administrasi kesiswaan,
g. Standar kompetensi lulusan,
h. Administrasi sarana dan prasarana dan standarnya,
i.
Administrasi
kehumasan dan kerja sama,
j.
Administrasi
standar pengelolaan (termasuk implementasi manajemen berbasis sekolah) dan
standarnya,
k. Administrasi standar penilaian pendidikan,
l.
Administrasi
unit produksi sekolah (untuk SMK Dan MAK)
Istilah
manager digunakan untuk lemabaga/instamsi yg mengutamakan keuntungan komersial.
Management à
manager. Istilah administrasi digunakan untuk lemabaga/instansi yg sifatnya
lebih mengutamakan kepentingan sosial. Administrasi à
administrator. Administrasi=Management à bertugas
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (P4) sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
2.
TEORI
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai
subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian
mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun
mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun
spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga
menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan
di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin.
Seorang
pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan
mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan
alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk
mencapai tujuan bersama-sama. Adaa beberapa pengertian kepemimpinan, antara
lain:
a. Menurut
Tannebaum, Weschler and Nassarik (1961, 24) Kepemimpinan adalah pengaruh antar
pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.
b. Menurut
Shared Goal, Hemhiel & Coons (1957, 7) Kepemimpinan adalah sikap pribadi,
yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
c. Menurut
Rauch & Behling (1984, 46) Kepemimpinan adalah suatu proses yang
mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama.
d. Kepemimpinan
adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang
mengikuti dan menaati segala keinginannya.
e. Menurut
Jacobs & Jacques (1990, 281) Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi
arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan
untuk memimpin dalam mencapai tujuan.
f. Kreiner
menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana
seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna
mencapai tujuan organisasi.
g. Hersey
menjelaskan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain
atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang
yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi
perilaku orang lain.
Pada
dasarnya suatu kepemimpinan muncul bersamaan dengan adanya peradaban manusia
yaitu sejak zaman awal peradaban terjadi perkumpulan bersama yang kemudian
bekerja sama untuk mempertahankan hidupnya dari kepunahan, sehingga perlu suatu
kepemimpinan. Pada soal itu seorang yang dijadikan pemimpin adalah orang yang
paling kuat, paling cerdas dan paling pemberani. Jadi kepemimpinan muncul
karena adanya peradaban dan perkumpulan antara beberapa manusia.
Mengenai
sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai pandangan dan
pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat dibenarkan secara
ilmiah, ilmu pengetahuan atau secara praktek. Munculnya pemimpin dikemukan
dalam beberapa teori, yaitu;
a.
Teori
pertama, disebut teori genetis, yang berpendapat
bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi
pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi
pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya
orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.
Maka munculah istilah “leaders are borned
not built”.
b.
Teori
kedua, disebut teori sosial, yang mengatakan bahwa seseorang
akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia
menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi kesempatan dan diberi
pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau
pembawaan. Maka munculah istilah “leaders
are built not borned”.
c.
Teori
ketiga, disebut teori ekologis, merupakan gabungan
dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin
perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan
bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan.
d.
Teori
keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini
setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena
ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam
situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan
menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif.
Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif.
Para ahli di bidang
kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya
kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian
pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau
kontingensi.
Kegiatan manusia secara
bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya
diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan
pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang
untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai
teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian
suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan
menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta
etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada
umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin
dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang
sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban
manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.
Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin,
antara lain:
a. Seseorang
ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui
usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang
menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
Untuk mengenai
persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan
kemampuan. Berikut adalah bebrapa teori-teori dalam Kepemimpinan:
a.
Teori
Sifat
Analisis
ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu
sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang
beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori
ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini
mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan
bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga
dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain
: sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Teori ini
bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas
dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin
yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai
atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori
sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif,
tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas
kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita
renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai
berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan
oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
Keith
Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kepemimpinan organisasi, antara lain :
1) Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
2) Kedewasaan
dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam
melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang
pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat
pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang
diyakini kebenarannya.
3) Motivasi
Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin
yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk
berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang
optimal, efektif dan efisien.
4) Sikap
Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan
terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak
kepadanya.
b.
Teori
Perilaku
Dasar pemikiran
teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika
melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam
hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
1)
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung
mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung,
membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta
memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan
perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
2)
Berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada
hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan
bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.
Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki
kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan
dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku
pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu
berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu
perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah
fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
c.
Teori
Situasional
Keberhasilan
seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan
dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu
dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan
tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
1)
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
2)
Bentuk dan sifat teknologi yang
digunakan;
3)
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
4)
Norma yang dianut kelompok;
5)
Rentang kendali;
6)
Ancaman dari luar organisasi;
7)
Tingkat stress;
8)
Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas
kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang
dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu
memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud
adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena
tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah
model-model kepemimpinan berikut:
a.
Model
kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan
perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi
yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus
diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya
otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol
ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan
pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai
perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b.
Model
” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model
ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi
antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi
perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang
efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; * Tugas
yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi; *
Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c.
Model
Situasional
Model ini
menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan
gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat
kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini
adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan
hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang
dapat digunakan adalah:
1)
Memberitahukan;
2)
Menjual;
3)
Mengajak bawahan berperan serta;
4)
Melakukan pendelegasian.
d.
Model
” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin
yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan
yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut
yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin
kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan
hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e.
Model
“Pimpinan-Peran serta Bawahan”
Perhatian utama
model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus
diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma
tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan
dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh
situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses
pengambilan keputusan.
3.
KEPEMIMPINAN
DALAM ORGANISASI
Dalam sebuah
organisasi, baik yang dibentuk secara formal maupun informal membutuhkan sebuah
kepemimpian untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Terdapat 4
aspek yang yaitu kepemimpinan, administrasi, manajemen, dan organisasi. Kepemimpinan
merupakan inti dari organisasi yang memegang peranan sangat penting, karena
pemimpin adalah orang utama yang menentukan hitam putihnya organisasi yang
dibawahinya. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar
orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus
anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi
tercapai.
Dalam memahami
berjalannya sebuah organisasi, penting bagi kita untuk mengetahui budaya apakah
yang dianut dan dikembangkan oleh orang-orang di dalam organisasi tersebut.
Secara umum, Edgar Schein (2002) dalam tulisannya tentang Organizational
Culture & Leadership mendefinisikan budaya sebagai berikut :
“
A pattern of shared basic assumptions
that the group learned as it solved its problems of external adaptation and
internal integration, that has worked well enough to be considered valid and,
therefore, to be taught to new members as the correct way you perceive, think,
and feel in relation to those problems. (dalam Akhmad Sudrajat)
Dari pengertian
tersebut, terdapat kata kunci yaitu shared basic assumptions atau menganggap
pasti terhadap sesuatu. Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs (keyakinan) dan value (nilai). Beliefs merupakan asumsi
dasar tentang dunia dan bagaimana dunia berjalan. Duverger mengemukakan bahwa
belief (keyakinan) merupakan state of mind (lukisan fikiran) yang terlepas dari
ekspresi material yang diperoleh suatu komunitas. Value (nilai) merupakan suatu
ukuran normatif yang mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang
dihayatinya.
Dalam budaya organisasi
ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan
seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama
melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah
cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan
membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam
menjadi basic. Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha (1997) bahwa shared basic assumptions
meliputi : (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared
doing; dan (4) shared feelings.
Kepemimpinan dan budaya
organisasi adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Kepemimpinan yang baik dan
kuat dapat merubah sebuah budaya organisasi yang berkembang kurang baik,
sebaliknya budaya organisasi yang sudah mengakar kuat pada anggota organisasi
tidak akan diubah dengan mudahnya oleh seorang pemimpin, apalagi jika pemimpin
masih baru di lingkungan organisasi.
Secara sekilas bahwa
budaya organisasi yang dianut oleh para pelaku dalam organisasi pendidikan
umumnya kurang memiliki komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas. Hal
ini terlihat dari sikap dan perilaku mereka selama workshop yang cenderung
tidak fokus, terlihat sikap egoisme masing-masing individu dalam pelaksanaan
tugas. Seperti yang telah dibahas dalam diskusi di kelas, bahwasanya pegawai
negeri memang pada umumnya bertindak demikian pada instansi manapun tidak hanya
pada instansi pendidikan. Jika ada acara seminar atau workshop seperti
demikian, apalagi ditugaskan ke luar kota, mereka hanya berorientasi pada
hal-hal yang tidak seharusnya seperti jalan-jalan, belanja, dan sebagainya.
Seharusnya tujuan dari kegiatan tersebut adalah menambah pengetahuan dan ilmu
serta pengalaman yang dapat diterapkan ketika mereka kembali ke tempat asalnya
sehingga membawa nilai positif dan kemajuan. Tapi nampaknya hal ini sulit untuk
diwujudkan, mengingat budaya yang mereka anut pada umunya adalah demikian.
Disinilah peran pemimpin dalam hal ini adalah pemimpin dinas pendidikan untuk
membangun mindset para pelaku pendidikan dan merubah budaya yang ada menjadi
lebih positif.
Perubahan memang sulit
untuk dilakukan, pasti ada pihak yang pro dan kontra terhadap hal tersebut.
Menghadapi hal ini pemimpin pendidikan mungkin harus lebih memberikan perhatian
terhadap perilaku para pelaku pendidikan. Ada beberapa hal yang penulis catat
dari hasil diskusi di kelas mengenai kriteria kepemimpinan pendidikan,
diantaranya :
a. Menganalisis
munculnya persoalan rendahnya komitmen para pegawai, apakah terkait dengan
motivasi, gaji atau persoalan lain yang menyangkut kelompok maupun individu.
Hal ini perlu digali lebih mendalam melalui individu atau kelompok yang
bersangkutan agar dapat dicarikan solusi pemecahan masalah secara tepat.
Penemuan permasalahan ini dapat dilakukan dalam suasana informal sehingga
individu atau kelompok bisa leluasa mengungkapkan permasalahan yang mereka
hadapi, harapan maupun keinginan mereka senenarnya.
b. Pemberian
reward and punishment, yaitu adanya penghargaan bagi mereka yang melakukan
tugas dengan baik atau mampu berprestasi lebih baik dari lainnya, sedangkan
bagi mereka yang melanggar atau tidak bekerja dengan baik pimpinan berhak
memberi hukuman. Hal ini dalam prakteknya sulit untuk dilakukan. Pemberian
punishment pada pegawai negeri tidaklah semudah pada pegawai swasta. Banyak
jalur yang harus dilalui dan hal itu memakan waktu yang lama. Saat ini yang
dikembangkan adalah adanya konsekuensi terhadap pelaksanaan tugas yang telah disepakati
dari awal bekerja. Adanya sistem renumerasi atau penggajian dengan menerapkan
sistem passing grade, disini artinya siapapun yang bekerja berdasarkan grade
tertinggi, maka akan memperoleh imbalan yang tinggi pula, sementara siapa yang
bekerja pada grade yang rendah maka ia harus puas dengan imbalan yang diperoleh
pada tingkatan tersebut. Sistem ini dinilai lebih efektif daripada penerapan
punishment yang berat sekalipun, karena sistem ini akan memacu kinerja
seseorang untuk lebih produktif.
c. Pemerataan
akses berusaha diantara anggota organisasi. Hal ini penting bagi seorang
pimpinan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan anggota organisasi dalam
pelaksanaan tugas. Individu akan merasa lebih senang atau puas jika ia
dilibatkan dalam berbagai kegiatan organisasi. Oleh karena itulah pemimpin
perlu memberikan kesempatan yang sama pada setiap anggota organisasi.
d. Membentuk
kelompok think tank, tanpa mengabaikan mereka. Dalam setiap organisasi pasti
akan muncul orang-orang atau kelompok yang bertindak sebagai think tank atau
pelaksana tugas inti diantara yang lainnya. Biasanya orang-orang ini dipercaya
untuk menyelesaiakan tugas di dalam sebuah kelompok. Tanpa adanya orang-orang
ini dalam sebuah kelompok organisasi, maka pelaksanaan tugas akan berjalan lambat.
Pimpinan harus memahami hal ini dengan adanya pendelegasian kewenangan kepada
orang-orang yang mempunyai tipe pemikir dan pekerja dalam sebuah kelompok
tugas. Ada semacam penghargaan atau imbalan lebih pada orang-orang yang
demikian ini.
e. Menciptakan
iklim kekeluargaan dalam bekerja. Seorang bawahan umumnya akan lebih senang dan
bersemangat dalam melaksanakan tugasnya, manakala sudah dekat dengan pimpinan.
Mereka akan dengan senang hati melakukan tugas yang diperintahkan dengan baik
dan tepat waktu apabila pemimpin menghargai pekerjaan mereka dan tidak
semata-mata menyuruh bawahan bekerja karena mereka adalah orang yang bekerja
sebagai pimpinan. Bawahan akan merasa lebih dihargai manakala pemimpin,
misalnya menggunakan kata ”tolong” dan sebagainya, dalam memberikan tugas
kepada bawahan.
f. Transformasi
arah dan tujuan organisasi. Hal ini penting bagi anggota agar mereka mempunyai
pegangan dan pandangan ketika mereka akan melakukan tugas. Pemimpin yang baik
adalah dapat memberikan pemahaman kepada anggota mengenai arah dan tujuan
ketika mereka melakukan tugas apapun.
g. Adanya
kaderisasi anggota. Kaderisasi anggota ini penting untuk mentransfer ilmu dan
kemampuan dari orang yang lebih berpengalaman kepada yang lebih muda atau belum
berpengalaman. Dalam pelaksanaan tugas tidak mungkin orang-orang terlibat
didalamnya akan selalu dapat bekerja dengan kemampuan yang sama setiap waktu.
Oleh karena itulah mereka perlu mengajarkan kepada tingkat bawahnya terhadap
pelaksanaan tugas, sehingga untuk seterusnya dalam pelaksaan tugas serupa tidak
mengalami hambatan.
4.
SIFAT-SIFAT
SEORANG PEMIMPIN
Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan
dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan
situasional (“contingency”) dalam studi tentang kepemimpinan.
a. Pendekatan
pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak.
b. Pendekatan
kedua bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku (behaviors) pribadi
yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif.
c. Pendekatan
ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan
Pendekatan pertama dan kedua mempunyai anggapan
bahwa seorang individu yang memiliki sifatsifat tertentu atau memperagakan
perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok
apapun di mana dia berada. Sedangkan pandangan ketiga menganggap bahwa kondisi
yang menentukan efektivitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi/tugas-tugas
yang dilakukan, ketrampilan dan pengharaan bawahan, dan sebagainya. Pandangan
ini telah menimbulkn pendekatan “contingency” pada kepemimpinan, yang
bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa
besar efektivitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
|
a.
Pendekatan Sifat-sifat (Traits
Approach)
Para teoritisi kesifatan adalah kelompok
pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya
bahwa para pemimpin memiliki ciri-ciri
atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para
pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang tetapi
cenderung mencakup energi, pandangan, pengetahuan dan kecerdasan, imajinasi,
kepercayaan diri, integritas, kepandaian berbicara, pengendalian dan
keseimbangan mental maupun emosional, bentuk fisik, pergaulan sosial dan
persahabatan, dorongan, antusiasme, berani, dan sebagainya. Antara pemimpin dan
bukan pemimpin dapat dilihat dengan mengidentifikasi sifat-sifat
kepribadiannya.
Pendekatan psikologis ini untuk sebagian
besar didasarkan atas pengakuan umum bahwa perilaku individu untuk sebagian
ditentukan oleh struktur kepribadian. Usaha sistemik pertama yang dialkukan
oelh para psikolog dan para peneliti untuk memahami kepemimpinan adalah
mengidentifikasikan sifatsifat pemimpin. Sebagian besar penelitian-penelitian
awal tentang kepemimpinan ini bermaksud untuk:
1)
Membandingkan sifat-sifat orang
yang menjadi pemimpin dengan sifatsifat yang menajdi pengikut (tidak menjadi
pemimpin)
2)
Mengidentifikasi ciri-ciri dan
sifat-sifat yang dimiliki oleh para pemimpin efektif. Berbagai studi
pembandingan sifat-sifat pemimpin dn bukan pemimpin, sering menemukan bahwa
pemimpin cenderung mempunyai tinngkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan
lebih percaya diri daripada yang lain dan mempunyai kebuthan akan kekuasaan
lebih besar. Tetapi kombinasi sifat-sifat tertentu yanng akan membedakan antara
pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut, belum pernah ditemukan.
Penelitian
lain mencoba untuk membandingkan sifat-sifat pemimpin yang efektif dan tidak
efektif. Berbagai sifat dipelajari untuk menentukan apakah hal-hal tersebut
berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Seorang peneliti, Edwin Ghiselli,
dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-sifat tertentu yang
tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Kemampuan
dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau
pelaksanan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain.
2) Kebutuhan
akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggungjawab dan keinginan
sukses.
3) Kecerdasan,
mencakup kebijakan, pemikiran kraetif dan daya pikir.
4) Ketegasan,
atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah
dengan cakap dan tepat.
5) Kepercayaan
diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi
masalah.
6) Inisiatif,
atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung,mengembangkan
serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
Sedangkan
Keith Davis mengikhtisarkan emapt ciri/sifat utama yang mempunyai pengaruh
terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi:
1) Kecerdasan
2) Kedewasaan
dan keluasan hubungan social
3) Motivasi
diri dan dorongan berprestasi,
4) Sikap-sikap
hubungan manusiawi.
Ada
banyak keterbatasan dalam pendekatan yang melihat sifat-sifat kepemimpinan.
Namun, tidak tampak sifat-sifat kepemimpinan yang ditemukan secara umum pada
semua tokoh tersebut. Dalam kenyataannya, banyak dari mereka mempunyai sifat
yang berbeda. Ada juga berbagai kasus di mana seorang pemimpin sukses dalam
suatu situasi tetapi tidak dalam situasi lain. Akhirnya, walaupun semua sifat
yang dikemukakan para peneliti dapat menjadi yang diinginkan ada dalam diri
pemimpin, tetapi tidak satupun sifat yang secara absolut esensial. Namun
demikian sifat-sifat kepemimpinan perlu dikembangkan sebagi upaya untuk
melahirkan pemimpin.
b. Pendekatan
Perilaku (Behavioral Approach)
Di
akhir tahun 40-an, peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana
seseorang berperilaku menentukan keefketifan kepemimpinan seseorang, dari pada
berusaha menemukan sifat-sifat, maka selanjutnya para peneliti meneliti
perilaku dan pengaruhnya pada prsetasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya. Pada
tahun 1947, Rensis Likert mulai mempelajari bagaimana cara yanng paling baik
unuk mengelola usaha dari individu-individu untuk mencapai kinerja dan kepuasan
sebagaimana yang diinginkan. Tujuan dari kebanyakan penelitian kepemimpinan
yang diilhami oleh Tim Likert di University of Michigan (UM) adalah untuk
menemukan prinsip dan metode kepemimpinan yang efektif. Kriteria keefektifan
yang digunakan dalam banyak studi tersebut adalah:
1) Produktivitas
per jam kerja, atau pengukuran lainnya yang mirip dari keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan-tujuan produksinya.
2) Kepuasan
kerja dari anggota organisasi.
3) Tingkat
turnover, absensi, dan sakit hati.
4) Baiya
5) Bahan
terbuang
6) Motivasi
karyawan dan manajerial.
Studi
dilakukan pada berbagai jenis organisasi: kimiawi, elektronik, makanan,
peralatan berat, asuransi, petroleum, sarana umum, rumah sakit, bank, dan agen
pemerintahan. Data didapat dari ribuan karyawan yang melakukanberbagai macam
tugas, mulai dari pekerjaan yang tidak terampil sampai dengan pekerjaan
penelitian dan pengembangan yang berketerampilan tinggi. Melalui wawancara
dengan pemimpin dan pengikutnya, peneliti mengidentifikasikan dua gaya
kepemimipinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered/ berpusat pada
pekerjaan dan employee-centered/ berpusat pada karyawan.
1) Pemimpin
yang job-centered/berpusat pada pekerjaan (tugas)
Pemimpin ini menerapkan
pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugas dengan menggunakan
prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan,
imbalan, dan hukuman untuk memengaruhi sifat-sifat dan prestasi penngikutnya.
Perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal mewah yang tidak dapat selalu
dipenuhi pemimpin. Seorang pemimpin dengan orientasi pekerjaan/tugas cenderung
menunjukkan pola-pola perilaku berikut :
(a) Merumuskan
secara jelas peranannya sendiri maupun peranan staffnya.
(b) Menetapkan
tujuan-tujuan yang sukar tetapi dapat dicapai, dan memberitahukan orang-orang
apa yang diharapkan dari mereka.
(c) Menentukan
prosedur-prosedur untuk mengukur kemajuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan
itu, yakni tujuan-tujuan yang dirumuskan secara jelas dan khas.
(d) Melaksanakan
peranan kepemimpinan secara aktif dalam merencanakan, mengarahkan dan
membimbing, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada tujuan.
(e) Berminat
mencapai peningkatan produktivitas.
Pemimpin
yang kadar orientasi-pekerjaannya rendah cenderung menjadi tidak aktif dalam
mengarahkan perilaku yang beorientasi tujuan, seperti perencanaan dan
penjadwalan. Mereka cenderung bekerja seperti para karyawan lain dan tidak
membedakan peranan mereka sebagai pemimpin organisasi secara jelas.
2)
Pemimpin yang berpusat
orang/karyawan,
Pemimpin ini percaya dalam mendelegasikan pengambilan
keputusan dan membantu penngikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara
membentuk suatu lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang berpusat pada
karyawan memiliki perhatian dan memotivasi terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan
prestasi pribadi pengikutnya dan membina hubungan manusiawi. Tindakan-tindakan
ini diasumsikan dapat memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok. Orang-orang
yang kuat dalam orientasi-orang cenderung menunjukkan pola-pola perilaku
berikut :
(a) Menunjukkan
perhatian atas terpeliharanya keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan
ketegangan, jika timbul.
(b) Menunjukkan
perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi saja.
(c) Menunjukkan
pengertian dan rasahormat pada kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan,
keinginan-keinginan, perasaan dan ide-ide karyawan.
(d) Mendirikan
komunikasi timbal balik yang baik dengan staff.
(e) Menerapakan
prinsip penekanan ulang untuk meningkatkan prestasi karyawan. Prinsip ini
menyatakan bahwa perilaku yang diberi imbalan akan bertambah dalam
frekuensinya, dan bahwa perilaku yang tidak diberi imbalan (dihukum) akan
berkurang dalam frekuensinya.
(f) Mendelegasikan
kekuasaan dan tanggungjawab, serta mendorong inisiatif.
(g) Menciptakan
suatu suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi.
Pemimpin
yang orientasi-orangnya rendah cenderung bersikap dingin dalam hubungan dengan
karyawan mereka, memusatkan perhatian pada prestasi individu dan persaingan
ketimbang kerjasama, serta tidak mendelegasikan kekuasan dan tanggungjawab.
Orang-orang yang orientasi-orangnya tinggi belum tentu merupakan orang-orang
yang ramah dan sosial; melainkan mereka dapat menangani pelbagai macam orang
dengan efektif. Mereka menunjukkan ketrampilan yang tinggi dalam bidang
hubungan antar manusia. Dalam hubungan mereka dengan karyawan, mereka cenderung
memberikan nasehat, mengkoordinasi, mengarahkan dan mengambil inisiatif
daripada mengkritik, melarang dan menghakimi. Mereka bersifat membujuk
ketimbang menghukum. Mereka memberikan pengaruh kuat dan pengarahan yang kuat
namun dengan cara yang tidak menimbulkan dendam. Ciri-ciri umum yang terdapat
pada pemimpin yang orientasi-karyawannya tinggi meliputi hal-hal sebagai
berikut :
(a) Mereka
mengerti kebutuhan, tujuan-tujuan, nilai-nilai, batas-batas dan kemampuan
mereka sendiri. Pengertian dan pengetahuan tentang diri sendiri ini merupakan
suatu prasyarat yang diperlukan untuk hubungan yang baik dengan orang lain.
(b) Mereka
peka terhadap kebutuhan orang lain; mereka membantu orang untuk memenuhi
kebutuhan ini. Melalui berkomunikasi dengan para karyawan mereka, para pemimpin
dapat mengarahkan usaha-usahanya secara lebih efektif sehingga tujuan
perusahaan dan kebutuhan karyawan, kedua-duanya berjalan seiring.
(c) Mereka
dapat menerima dan menghargai nilai-nilai dan gaya hidup yang berlainan. Mereka
menunjukkan kemampuan dan kesediaan untuk berhubungan dengan orang-orang yang
sama sekali berbeda dengan mereka.
(d) Mereka
melibatkan para karyawan mereka dalam tujuan perusahaan dengan memahami
kebutuhan-kebutuhan mereka dan mendelegasikan kekuasaan serta membagi
tanggungjawab.
(e) Mereka
memiliki ketrampilan berkomunikasi yang baik, mereka mendengarkan, mengajukan
pertanyaan, berdiskusi dan berdebat, dan menggunakan informasi yang mereka
terima untuk mengarahkan dan melibatkan karyawan mereka dalam tindakan yang
efektif.
Telah terjadi
perdebatan untuk mencari jawaban, apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau
ideal. Perdebatan ini biasanya berpusat pada gagasan ideal itu ada: yaitu gaya
yang secara aktif melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan menggunakan
teknik-teknik manajemen partisipatif dan memusatkan perhatian baik terhadap
karyawan dan pekerjaan. Banyak praktisi manajemen merasa konsep tersebut
membuat peningkatan prestasi dan perbaikan sikap. Di lain pihak, beberapa
penelitian membuktikan pula bahwa pendekatan otokratik di bawah berbagai
kondisi, pada kenyataannya lebih efektif disbanding pendekatan lain. Jadi pengalaman-pengalaman
kepemimpinan mengungkapkan bahwa dalam berbagai situasi pendekatan partisipatif
yang lebih efektif; atau pendekatan orientasi pekerjaan/tugas dibanding
pendekatan orientasi karyawan dari sisi lain.
3) Pendekatan
Situasional – Contingency
Pendekatan
kesifatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan. Di
samping itu, sebagian besar penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada satupun
gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer di bawah seluruh kondisi. Maka
teori kepemimpinan situasional mengusulkan bahwa keefektifan kepemimpinan
tergantung pada kesesuaian antara kepribadian, tugas, kekuatan, sikap, persepsi
dan situasi. Teori situasional yang terkenal adalah: (1) rangkaian kesatuan
kepemimpinan dari Tannembaum dan Schmidt, (2) toeri “contingency” dari Fiedler,
dan (3) teori siklus-kehidupan dari Harsey dan Blanchard.
5.
SITUASIONAL
KEPEMIMPINAN
Pengembangan teori
situasional dalam kepemimpinan merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan
teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose
situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat. Empat
dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan
seseorang.
a. Kemampuan
manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan
penelitian terhadap reward yang disediakan oleh perusahaan.
b. Karakteristik
pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih
bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh efektivitas pemimpinnya.
c. Karakteristik
organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi merupakan faktor yang
berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
d. Karakteristik
pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan
berpengaruh pada gaya memimpinnya.
Fiedler Contingency
model menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada
situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit. Fiedler
memperkenalkan tiga variabel yaitu:
a.
Task
structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured
task atau unstructured task.
b. Leader-member relationship
: hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling
menghargai) atau lemah.
c.
Position
power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa
power yaitu:
1) Legitimate
power : adanya kekuatan legal pemimpin.
2) Reward
power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan.
3) Coercive
power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman.
4) Expert
power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya.
5) Referent
power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya.
6) Information
power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
Model kepemimpinan
situasional 'Life Cycle' diperkenalkan oleh Harsey & Blanchard, mereka mengembangkan
model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak
buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya. Terdapat 4 tingkat
kematangan bawahan, yaitu:
a. M
1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.
b. M
2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia biasa.
c. M
3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.
d. M
4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif
untuk diterapkan dalam model ini, yaitu:
a. Gaya
1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan
kinerja anak buahnya.
b. Gaya
2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk
bertanya bila kurang jelas.
c. Gaya
3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide
sebagai dasar pengambilan keputusan.
d. Gaya
4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada
bawahannya.
6.
KEPEMIMPINAN
DALAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Dalam dunia manajemen
dan kepemimpinan, banyak diperdebatkan tentang dua konsep yang saling
bertentangan yaitu apakah (1) seorang bisa menjadi pemimpin jika memiliki
power, ataukah (2) seseorang menjadi pemimpin terlebih dahulu baru kemudian
mendapatkan power. Perbedaan pendapat tentang kedua hal ini masih berlangsung
hingga kini. Memang tidak ada hal yang mutlak dalam ilmu manajemen dan
kepemimpinan, namun secara umum pendapat yang pertama lebih diterima sebagai
suatu teori yang ideal. Kepemimpinan adalah semacam “reward” dari usaha
seseorang mengumpulkan power. Kemudian power itu akan semakin bertambah karena
adanya otoritas yang didapatkan saat memegang jabatan kepemimpinan tertentu. Dalam
konteks kepemimpinan pendidikan kejuruan, terdapat dua level kepemimpinan,
yaitu:
a. Kepemimpinan
institusi pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan, dan
b. Kepemimpinan
lembaga pendidikan kejuruan.
Dalam hubungan dengan
kepemimpinan dalam institusi pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan,
baik di tingkat pusat maupun daerah, maka tugas pokoknya lebih banyak ke
pembuatan kebijakan, koordinasi tingkat tinggi dalam implementasi kebijakan,
monitoring dan evaluasi antar instansi dan lembaga pendidikan, serta membangun
hubungan baik dengan lembaga legislatif dan dunia industri. Pimpinan pada level
ini sebaiknya telah memiliki pengalaman kerja langsung di industri ataupun
lembaga pendidikan kejuruan sehingga memiliki sense yang baik dari segi
operasional dalam bidang pendidikan kejuruan.
Dengan tugas pokok seperti
ini maka seorang pemimpin yang ditempatkan pada posisi ini harus benar-benar
memiliki keahlian, informasi dan relasi yang memadai agar bisa mengemban
tugasnya dengan baik. Untuk kepemimpinan tingkat lembaga pendidikan kejuruan,
maka yang diperlukan lebih kearah kemampuan operasional penyelenggaraan proses
pendidikan, koordinasi internal dan eksternal, serta monitoring dan evaluasi
internal. Pemimpin dengan posisi ini harus memiliki kemampuan tinggi secara
teknis dalam penyelenggaraan proses pendidikan kejuruan. Pimpinan lembaga
pendidikan kejuruan juga harus mampu membangun relasi yang kuat dengan mitra
industri agar mampu menangkap kebutuhan dunia kerja dan memasarkan lulusannya
ke pasar kerja. Disamping itu pemimpin pada tingkat ini harus mampu membangun
hubungan yang harmonis dengan para guru, staf, siswa dan orangtua siswa karena
mereka adalah customer langsung dari pimpinan lembaga.
Pemilihan pimpinan di
institusi pemerintahan sering tidak mempertimbangkan kecocokan individu dengan
spesifikasi yang dibutuhkan dalam jabatan, namun ada banyak faktor lain yang
ikut mempengaruhi seperti kekuatan politik dan kepentingan lainnya. Hal ini
memang sangat menyulitkan untuk mendapat pemimpin yang benar-benar memiliki
spesifikasi sesuai dengan jabatannya. Hal yang sama terjadi pada pemilihan
pimpinan lembaga pendidikan kejuruan, baik di lembaga milik pemerintah ataupun
swasta.
Salah satu masalah
penting dalam konteks “power of leader”
yang harus selalu diwaspadai adalah adanya kecenderung “misuse of power” atau bahkan lebih jauh terjadinya “abuse of power”. Hal ini terjadi karena
pengaruh banyak faktor, diantaranya adalah tidak adanya “check and balance” dalam jalannya roda birokrasi. Hal ini
sebenarnya bisa dihindari jika ada suatu sistem manajemen yang baik dan
memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan kekuasaan yang sudah baik dan
teruji. Namun di indonesia hal ini belum bisa diwujudkan sehingga kemungkinan
terjadi penyalahgunaan kekuasaan masih tinggi. Idealnya seorang pimpinan harus
bisa menyeimbangkan antara antara kepentingan diri sendiri dan kelompoknya
dengan kepentingan orang lain atau publik.
7.
MENGEMBANGKAN
PENDIDIKAN KEJURUAN YANG DINAMIS
Dalam
pembahasan ini, cara untuk mengembangkan pendidikan kejuruan yang memiliki
sifat yang dinamis diperlukan seorang pemimpin mengerti betul mengenai konsep
pendidikan kejuruan, ia harus memiliki baground ilmu kependidikan kejuruan dan
ilmu perilaku manusia (behavioral scientist). Seorang leader dalam sekolah
kejuruan juga harus dapat memahami dan menilai perubahan lingkungan dan social,
memiliki relasi, dapat mengkonsep dan menetapkan tujuan baru, memiliki
kompetensi untuk merencanakan, mengoperasikan serta mengevaluasi program
kejuruan. Suatu lembaga pendidikan membutuhkan generasi baru yang memiliki
keterampilan berelasi, teknik, administrasi dan memiliki konsep sebagai seorang
visioner.
D.
PENUTUP
Kata pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan,
apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau
kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama
kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya,
bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati
selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu
yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.Kepemimpinan lahir dari
proses internal (leadership from the inside out).
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardiyanto, Mohamad. Tinjauan Umum
Power of Leader di Pendidikan Kejuruan Indonesia.
Cahyo,
Adi. 2011. Konsep & Teori Kepemimpinan. 2011. Makalah (tidak
diterbitkan).
Faraz, J. Nahiuyah. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku
Manusia dalam Organisasi. Makalah-UNY (tidak diterbitkan).
Geek. 2006. Leadership: Teori
Kepemimpinan.
Mastuti, Fauziyah. 2009. Pola Kepemimpinan Organisasi Pendidikan di Jawa
Tengah Ditinjau dari Filsafat Pendidikan Menurut Kaplan. 2009. Makalah-UNDIP
(tidak diterbitkan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar