Senin, 06 Februari 2012

Mewarnai Es Krim dengan Limbah Bunga Mawar (1)


Written on:

Oleh Mauren Gitta Miranti Syahrudin
(Lulusan Prodi Pendidikan Tata Boga Jurusan PKK-FPTK-UPI, mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana UPI. Email: maurengitta@yahoo.com)
Bunga mawar merah (Rosa damascene Mill) banyak dipergunakan sebagai bunga potong, baik di perkantoran, hotel, maupun di rumah. Jika telah berumur 3 atau 4 hari , bunga tersebut layu dan kehilangan daya tarikm sehingga harganya jatuh. Dalam bunga mawar yang telah layu masih mengandung pigmen antosianin. Zat warna ini banyak diisolasi untuk digunakan dalam beberapa bahan olahan, makanan maupun minuman.

Untuk menarik minat konsumen, bunga mawar merah sering digunakan sebagai pewarna dalam produkcold dessert. Yang menjadi permasalahan adalah sering terjadinya penyalahgunaan penggunaan pewarna tekstil seperti Rhodamin B, yang digunakan sebagai pewarna makanan yang bersifat karsinogen. Pewarna makanan tergolong bahan tambahan pangan (BTP). Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada Bab 1, Pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan.
Dengan berkembangan teknologi, produk instant banyak digemari oleh masyarakat karena mudah, cepat dan murah, salah satunya adalah pewarna. Menurut hasil penelitian Saati dan Wachid (2006), bunga mawar mengandung pigmen antosianin, dan penambahan antosianin pada yoghurt terbukti dapat memperlambat kerusakan lemak.
Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizi. Akan tetapi, sebagaian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi, akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan. Warna makanan juga bisa dijadikan indikator kesegaran atau kematangan buah serta mutu pengolahan bahan makanan. Pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan FDA (Food and Drug Association) dapat memengaruhi kesehatan.
Pewarna yang telah diberi izin peredarannya pun tetap dipantau. Jika di kemudian hari ada hasil temuan atau laporan dari lembaga atau konsumen yang menyatakan ketidakamanan suatu jenis pewarna makanan, maka Dirjen POM Kemenkes RI akan segera mencabut peredarannya.
Menurut Saati (2001) dalam bunga mawar yang telah layu masih terdapat pigmen antosianin. Antosianin merupakan salah satu zat pewarna alami berwarna kemerah-merahan yang larut dalam air dan tersebar luas di dunia tumbuh-tumbuhan. Zat warna ini banyak diisolasi untuk digunakan dalam beberapa bahan olahan, makanan maupun minuman (Tranggono, 1990). Pada kondisi asam antosianin akan lebih stabil dibandingkan dengan pada kondisi basa atau netral. Antosianin dipengaruhi beberapa faktor antara lain pH, temperatur, oksigen, ion logam (Nollet, 1996). Antosianin juga tergolong senyawa flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan alami (Madhavi, et al., 1996).
Dengan berkembangnya industri pengolahan pangan dan terbatasnya jumlah dan mutu zat pewarna alami, menyebabkan penggunaan zat warna sintetis meningkat. Saat ini telah banyak diproduksi pewarna sintetis dari bahan kimia. Hal ini terlihat dari tampilan warna berbagai produk makanan dan minuman yang diperjual-belikan di negara kita, tidak jarang kita temukan dengan warna mencolok secara berlebihan. Akhir-akhir ini makin meresahkan dengan teridentifikasinya  penggunaan pewarna tekstil seperti Rhodamin B dan metanil yang digunakan untuk makanan. Rhodamin B bisa menyebabkan kanker hati, kerusakan ginjal, dan alergi, sedangkan methanil yellow menyebabkan kerusakan ginjal dan hati serta diare. Kedua bahan itu sering ditemukan pada minuman.
Pewarna sintesis pada makanan telah banyak terbukti kurang aman dan berbahaya untuk kesehatan manusia. Menurut Jenie et. al. (1997), penggunaan pewarna sintetik sebagai pewarna makanan atau minuman dapat berdampak negatif yaitu menyebabkan toksik dan karsiogenik. Untuk itu perlu pengembangan alternatif zat warna yang aman, yaitu dengan meningkatkan pemakaian pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan.
Zat pewarna alami yang bersifat lebih aman dapat digunakan dan dikembangkan antara lain dari pigmen karotenoid, kurkumin, antosianin dan pigmen lainnya. Pigmen tersebut dapat diperoleh dari jaringan tanaman yang ada di alam sekitar. Ada yang terdapat dalam jaringan buah, bunga, daun, batang maupun akar dari kelompok tanaman buah, sayuran maupun bunga, dan di antaranya sudah terbukti dapat digunakan sebagai pewarna makanan (Saati, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis bunga antara lain bunga kana dan bunga mawar terbukti mengandung pigmen antosianin, yang berpeluang digunakan sebagai pewarna alami.  Pigmen antosianin stabil, menampakkan warna merah pada produk yang memiliki nilai pH berkisar antara 1-4, suhu dingin dan dikemas oleh bahan gelap atau tak tembus cahaya dan dapat dipergunakan pada produk seperti susu fermentasi dan sari buah, Pigmen antosianin bunga mawar merah stabil (berwarna merah, pink/merah muda hingga merah keunguan) pada pH media  2,0 ; 3,5 ; 5,0 dan 8,0, sedangkan pada pH media 6,5 pigmen mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan (Saati, 2007).
Menurut hasil penelitian Saati dan Wachid (2006) bunga mawar mengandung pigmen antosianin, dan penambahan antosianin pada yoghurt terbukti dapat memperlambat kerusakan lemak. Penambahan pigmen antosianin pada susu fermentasi terbukti mampu meningkatkan tampilan warna merah dan bertindak sebagai antioksidator alami dengan menghambat kerusakan vitamin C dan lemak akibat oksidasi.
Es krim merupakan frozen dessert yang sangat populair dengan berbagai jenis produk. Penggunaan pewarna alami dari hasil ekstraksi limbah bunga mawar diterapkan untuk es krim. Karena, es krim mempunyai suhu ≤ 40OC, yang artinya pigmen antosianin tidak akan rusak karena mengalami pemanasan sehingga berubah menjadi merah kecoklatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar