Sabtu, 16 Juni 2012

Mengukur Keberhasilan Pendidikan Vokasi


Sebagai insan pendidikan, kita harus selalu bertanya ke diri kita sendiri, sudahkah yang kita lakukan itu "berhasil"? Ini pertanyaan sangat penting agar kita tidak sekedar "terus bekerja" dan mengabaikan dampak apa yang kita kerjakan bagi masyarakat. Demikian juga dalam pendidikan vokasi atau di Indonesia sering diterjemahkan sebagai pendidikan kejuruan dan teknik. Berikut sedikit referensi yang saya kutip dari buku Foundations of Vocational Education yang ditulis oleh John Thompson (1973). Walau sangat "Amerika" namun dalam banyak hal konsep yang ditawarkan bersifat universal. Thompson beranggapan bahwa pendidikan vokasi harus diukur dari keberhasilan dan efisiensi ekonomi yang dihasilkan. Pendidikan vokasi adalah anak dari pembangunan ekonomi suatu bangsa. Pendidikan vokasi diselenggarakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karenanya keberhasilan pendidikan vokasi harus dilihat dari sisi ekonomi. Efisienkah? Konsep pemikiran berbasis ekonomi ini telah dipakai sejak lama.

Ada 3 kriteria besar yang disampaikan Thompson dalam bukunya dan bisa kita diskusikan disini. 

(1) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara ekonomi apabila mampu mempersiapkan para siswanya untuk suatu pekerjaan spesifik dalam masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja yang riil. 
Kata kuncinya adalah "real jobs" atau pekerjaan yang benar-benar ada didalam dunia kerja. Bagaimana intitusi pendidikan vokasi mampu mengidentifikasi jenis-jenis pekerjaan yang betul-betul ada dan dibutuhkan dunia industri? Ini adalah pertanyaan yang sulit namun harus bisa dijawab sebelum suatu program pendidikan dijalankan. Program pendidikan vokasi harus dirancang sesuai kebutuhan pekerjaan spesifik yang ada di industri. Metode analisis pekerjaan (job analysis) adalah teknik yang sering digunakan dalam upaya para pendidik untuk mendapatkan gambaran yang pasti tentang kebutuhan pekerjaan di dunia kerja. Pertanyaan berikut adalah sampai seberapa sering institusi pendidikan harus "merubah" program agar selalu sesuai dengan kebutuhan industri? Ini adalah pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan ketika kita memang mendasarkan tolok ukur keberhasilan dari sisi efisiensi ekonomi. Jawabannya jelas, setiap saat ada perubahan kebutuhan maka institusi pendidikan harus selalu menyesuaikan diri. Karena salah satu prinsip ekonomi yang harus diikuti adalah "hilangkan waste" alias haram hukumnya menghasilkan produk yang terkategori limbah (tak terpakai). 



(2) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara ekonomi apabila mampu menjamin adanya pasokan tenaga kerja untuk suatu wilayah. 
Ekonomi yang berkembang akan selalu membutuhkan tenaga kerja untuk mendukung perkembangannya. Pendidikan vokasi dibuat untuk mampu menjadi pemasok (supplier) kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan agar ekonomi suatu wilayah bisa berkembang. Pasokan tenaga kerja ini haruslah stabil dan sesuai kebutuhan. Pasokan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dibanding kebutuhan adalah hal yang tidak baik, harus sesuai baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Perencanaan pendidikan vokasi haruslah didasarkan prediksi yang baik atas kebutuhan tenaga kerja suatu daerah. Pendidikan vokasi harus mampu menjadi mitra sejalan dari pertumbuhan ekonomi. Contoh yang disampaikan Thompson dalam bukunya adalah keadaan Amerika Serikat ketika masuk ke era Perang Dunia II. Terjunnya Amerika ke Perang Dunia saat itu tergolong mendadak, ekonomi seluruh negeri akhir "dibelokkan" kearah upaya maksimal pemenangan perang. Pendidikan vokasi dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri militer yang digenjot secara besar-besaran untuk memasok peralatan perang secara cepat. Salah satu kunci kemenangan Amerika di Perang Dunia II saat itu adalah kemampuan mereka memperkuat militer dalam waktu sangat cepat, hanya beberapa tahun saja. Dunia pendidikan berperan sangat sentral terutama pendidikan vokasi dalam menyiapkan para pekerja industri militer secara cepat dan dalam jumlah besar. Bahkan Kantor Pendidikan AS pada saat ini memiliki slogan "Dalam Masa perang, Dahulukan segala Usaha Mendukung Perang". Ini contoh sangat baik bagaimana pendidikan harus selalu sejalan dan selaras dengan perkembangan ekonomi. Sejalan dengan berkembangnya teknologi dan modernisasi industri, maka tenaga kerja pun harus selalu ditingkatkan kompetensinya. Karena itu Thompson juga menyinggung tentang tanggung jawab pendidikan vokasi dalam upaya peningkatan kemampuan para pekerja yang telah bekerja didalam dunia kerja. Upaya ini krusial dalam meningkatkan efisiensi ekonomi suatu wilayah. Tenaga kerja yang tidak kompeten akan membebani ekonomi. 



(3) Pendidikan vokasi bisa dikatakan efisien secara ekonomi apabila para lulusannya mendapatkan pekerjaan sesuai apa yang dilatih. 
Berbagai survey dilakukan di Amerika untuk mengukur seberapa efisienkan pendidikan vokasi telah dijalankan. Hampir semua indikator yang dikembangkan didasarkan pada seberapa tinggi kesesuaian penempatan para lulusan di industri dengan apa yang telah mereka pelajari di dunia pendidikan sebelumnya. ketidakcocokan adalah hal yang harus dihindari semaksimal mungkin karena menyalahi prinsip efisiensi ekonomi. Jadi apabila dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang bekerja di bidang yang berbeda dari bidang yang dipilih saat sekolah, maka pendidikan dikatakan tidak berhasil dan tidak efisien secara ekonomi. Tentu saja ukuran-ukuran diatas tetap bersifat terbuka. Asumsi-asumsi yang mendasari konsep diatas tetap harus selalu diuji dengan berjalannya waktu. Perkembangan teknologi juga berperan penting dalam hal ini. Teknologi telah menciptakan tata hubungan baru antara manusia, pendidikan dan pekerjaan. Apakah kita di Indonesia bisa menggunakan konsep yang sama? Pertanyaan itu tentu saja harus selalu diuji setiap saat sesuai filosofi kita sebagai bangsa, asumsi-asumsi yang kita pegang saat ini dan harapan-harapan masa depan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar